Setelah adzan dhuhur mulai terdengar, aku langsung saja berjalan santai setelah dosen di kelasku menjeda kelasnya untuk melaksanakan sholat dhuhur. Untungnya aku membawa mukena jadi aku tidak perlu memakai mukena yang sudah disediakan. Tatapanku bertemu dengan tatapan sendu yang sering kali membuat jantungku berdebar-debar. Aku langsung saja menunduk karena malu tentunya.
Aku mulai berwudhu dan setelah aku memakai mukena serta berbaris sesuai sejadah yang sudah disediakan. Sebelum melaksanakan sholat dhuhur, aku terlebih dahulu melaksanakan sholat sunnah qolbiyah sebelum melaksanakan sholat dhuhur.
Setelah itu- aku mengemas mukena ku dan aku masukan ke dalam tas milikku. Langkahku terhenti saat berpapasan langsung dengan Ali dan dada ku tiba-tiba bergemuruh serta darahku berdesir tinggi. Perasaan apa ini?
"Assalamualaikum, ukthy."
"Waalaikumsalam, jangan panggil saya ukthy pak. Panggil nama saja," balasku sungkan dan aku memang tak nyaman dengan panggilan itu, panggilan itu saat awal kami bertemu. Aku menunduk saat Ali malah tertawa renyah padaku dan aku tak mengerti.
"Ya udah, saya panggil kamu Illy saja. Mau, 'kan?" tawar Ali.
Aku mengangguk.
Terserahlah, asal nyaman dipanggil dan membuatku tak risi saat mendengarnya. Aku berpamitan pada Ali untuk kembali ke kelas, kemungkinan ada jadwal tambahan.
"Tunggu."
Aku membalikkan badanku saat Ali menyuruhku untuk tidak pergi. "Tolong bawakan buku-buku yang akan saya terangkan di kelas kamu dan beritahu lewat grup kelas, ada kuis untuk besok," jelas Ali.
Kepalaku sedikit terangkat. "Kenapa gak Pak Ali sendiri yang bicara, 'kan nanti Pak Ali akan mengajar di kelas saya?" tanyaku sedikit heran.
Dia menghampiriku dan malah kembali tersenyum, walau aku sedikit tak nyaman saat tatapan-tatapan semua orang tertuju padaku, ada yang salah?
"Waktu saya mepet dan kemungkinan setelah kelas kamu, saya ada seminar di Jakarta," jawabnya.
Aku mengangguk lagi.
Setelah itu- Ali mengucapkan salam padaku dan pamit untuk pergi ke ruangannya. Aku mengatur napasku sendiri, sungguh debaran itu membuatku susah untuk mengendalikan ekspresiku, walau tertutup oleh cadar milikku.
.
"Saya mau bertanya, ustad. Apa hukuman seorang wanita memakai make up yang mencolok?"
Aku sedikit menoleh pada seorang siswi berkerudung pink bertanya pada ustadz yang selalu hadir untuk mengisi acara siraman setiap hari jumat, setelah sholat jumat tentunya.
Aku cukup tertarik dengan pembahasan ini, terlebih banyak sekali wanita yang memang selalu menghias diri mereka dengan dandanan yang cukup mencolok.
"Pembahasan yang cukup menarik. Meski rasanya sulit memisahkan perempuan dan make up, sebagai seorang muslimah kita perlu melihat dari sudut pandang Islam dan mengetahui seperti apa hukum make up dalam Islam.
"Anak Adam yang terkasih, kenakan setiap pakaian indahmu di masjid. Silakan makan dan minum, tapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang melebih-lebihkan hal-hal. ” (QS. Al-A'raff - 31)
Dalam ayat tersebut menyebutkan bahwa Islam diizinkan mendorong semua perempuan dan laki-laki untuk melakukan perawatan, selama mereka tidak berlebihan."
Aku semakin larut dalam pembahasan ini, terlebih cukup bagus untuk pembelajaran sebagai wanita.
"Kamu tau Tabaruj?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum Mas Dosen [SELESAI]
Ficción GeneralSebuah perjalanan religi Aprillya Anzani seorang gadis bercadar yang memilih meneruskan pendidikannya ke Universitas ternama di Bandung dan demi orang tuanya. Seorang gadis yang kuat menahan semua permasalahan di hidupnya. Gadis yang kuat, di saat k...