Bagian 20

2.9K 314 36
                                    

Tak terasa pernikahanku dengan Ali tinggal menunggu tiga hari lagi dan semua orang sibuk mempersiapkannya. Cobaan saat akan menikah tentu saja sangat subhannallah sekali, aku tak menyangka akan merasakan hal ini. Terlebih aku sedikit tak enak saat MANTAN- nya Ali datang ke rumah Mami saat kami sedang ingin memasak bersamanya.

Awalnya kukira dia tidak akan mengungkit masa lalunya bersama Ali. Namun, dia malah berkobar-kobar menceritakan semuanya.

Saat itu aku memang hanya diam mendengarkan dan ikut menyahut saat Mami sepertinya ingin berbincang-bincang denganku. Namun,  Sella tampaknya tak suka aku berbincang-bincang dengan Mami.

Dia Sella, mantan Ali.

Sudahlah aku harus menenangkan diriku untuk menghadapi acara pernikahan nanti. Terlebih aku juga harus ikut mempersiapkan segala hal, takutnya malah keteter saat hari H.

"Kamu undang keluarga besar pesantren, 'kan? Sama ketua MTS sama MI juga kamu harus undang. Mereka salah satu hal yang terpenting di perjalanan kamu, Ill," tutur Killa saat melihat daftar undangan yang akan disebar hari ini, kebetulan undangan yang utama sudah disebarkan satu minggu yang lalu dan karena keterbatasan kami baru sekarang mengundang keluarga besar di pesantren.

"Udahlah ngapain undang-undang segala. Menuhin aja," timpal Ibu membuat hatiku mencelos mendengar perkataan dari beliau. Aku tersenyum membalasnya dan berkata, "Mereka orang terpenting, Bu. Maka dari itu, aku undang mereka. Soal tempat, 'kan udah dibicarain sama Mas Ali," balasku segan.

Aku menghembuskan napasku kasar saat melihat Ibu malah terlihat acuh atas jawaban dariku. Aku menggidik, aku harus kuat-kuat. Aku mulai memasukan tiga undangan pada paper bag dan meletakkan di sampingku.

"Ke sananya sama teteh aja. Masa harus sama Mas Ali? Belum mahram," kata Killa.

Aku tersenyum dan menyenderkan kepalaku di pundaknya. "Dia, 'kan ustad di pesantren. Aku harus ikut dong sama dia, biar aku juga menghormati orang-orang di sana, Teh. Kami gak berdua aja kok, Teh. Ada Vanessa sama Agam yang mau ikut katanya," ujarku menjelaskan.

Wajah Killa terlihat murung membuatku merasa ada yang salah. "Yah, padahal teteh cuma kangen pesantren di sana," ucap Killa lirih.

"Kangen pesantren apa kangen sama penghuninya?" godaku.

Aku tertawa kecil saat melihat seburat merah terpancar di pipi Killa. Asik ternyata menggoda Killa yang sangat jarang-jarang terjadi.

.

Hari H-

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat dan kini aku terduduk di depan meja rias. Jujur saja aku benar-benar gugup bahkan sangat gugup. Hari ini adalah hari besarku, di mana aku dipersunting oleh ustad di Pesantrenku, dosen di Universitasku. Benar-benar penuh kejutan, bukan?

Aku menatap pantulanku di cermin, apa ini benar-benar aku? Riasan yang memang bukan seperti aku. Aku menatap mataku yang terbalut maskara dan jujur saja, saat pegawai MUA merias wajahku dan hendak memasang bulu mata palsu aku langsung menolaknya karena itu sangat dilarang dalam agama islam.

Tentu saja aku pernah mendengar jelas tentang hal itu.

Dikisahkan seseorang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam perihal putrinya yang baru menikah:

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya memiliki seorang putri yang baru menikah. Ternyata dia sakit panas, sampai rambutnya rontok. Bolehkah saya menyambung rambutnya (dengan rambut palsu)?” Baginda Rasulullah menjawab:

Assalamualaikum Mas Dosen [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang