Aku mengambil tas selempangku, debaran ini semakin terasa saat Mami--Maminya Ali- mengajakku untuk jalan-jalan bersamanya. Sungguh aku terlalu gugup didekat beliau yang katanya terang-terangan menyukainya, alhamdulilah, bukan?
Jujur saja sebelum aku menerima lamaran dari dosenku itu aku sudah sholat istikharah dan aku kaget tentunya saat Allah swt. cepat memberiku sebuah petunjuk. Dan, aku sudah memikirkan bagaimana kuliahku nanti, aku akan tetap kuliah dan menjadi ibu rumah tangga di rumah.
Tanggal pun sudah dipersiapkan oleh Ayah dan Mami yang cukup antutias saat tanggal pernikahan kami. Walau aku cukup sedih saat Ibu benar-benar sangat terlihat tak menyukainya. Namun, dengan paksaan Ayah akhirnya Ibu menyetujuinya bahkan mewanti-wanti agar acara pernikahanku mewah.
Padahal menurutku acara pernikahan tak perlu mewah-mewah dan aku hanya ingin sederhana, tetapi Ibu malah beseteru ingin pernikahan ini mewah membuat kami hanya bisa mengangguk menyetujuinya.
"Waktunya mepet, jadi kita langsung aja, ya? Ke butik temen arisan mami," ujar beliau saat aku menampakkan diriku di depan rumah.
"Sama Pak Al------"
"Aduh, kok pak lagi. 'Kan, nanti mau jadi suami. Biasain pake Mas ya? Mantu kesayangan," potong Mami membuatku merasa malu saat lagi-lagi aku salah menyebutkan Mas.
Aku kembali mengulang perkataanku. "Sama Mas Ali, Mi?" tanyaku pelan.
Aku sedikit kikuk saat beliau malah terkekeh, ternyata sifatnya Ali menurun dari Maminya. "Iya dong, nanti dia nyusul ke butik. Kamu udah pamitan sama Ayah Ibu kamu?" tanya beliau lagi.
Lantas aku menjawabnya dengan anggukan. Setelah itu- kami berjalan bersamaan menuju mobil putih yang terparkir indah di halaman rumah. Aku masuk ke dalam mobil bersamaan dengan Mami yang ikut masuk.
.
The Boutique
Aku bersama Mami memasuki butik yang menurut Mami adalah butik yang cukup terkenal di kota Bandung. Aku sedikit minder saat memasuki butik yang cukup ramai oleh pelanggannya yang mungkin saja dari kalangan atas. Aku melirik Ali yang tersenyum ke arahku, dia memang menyusulku dan berpapasan langsung di pintu depan.
Aku memilih duduk di kursi bundar kecil sama halnya dengan Ali.
"Saya kira kamu akan menolak."
Aku menunduk malu. "Ternyata kamu jodoh saya," sambung Ali.
Aku semakin menunduk malu, mungkin saja sudah ada seburat rona merah di pipiku saat Ali berbicara yang membuatku semakin malu saja. Aku berdiri saat Ali berdiri, matanya melihat ke arahku dan tersenyum.
"Mami udah lihat gaun-gaunnya. Li, kamu ikut sama dia ya? Dia yang bakalan nunjukin tuxedo buat kamu," kata Mami.
Aku mengikuti langkah Mami untuk memasuki ruangan gaun muslimah pernikahan. Saat aku masuk ke dalam sana, begitu banyak gaun muslimah yang sangat anggun. Namun, terkesan glamour. "Kamu pilih-pilih dulu yang mana, mami mau ke sana dulu ya?" ujar beliau.
Aku mengangguk.
Aku mulai menjamah setiap gaun muslimah yang terdapat lima gaun muslimah yang terpasang di boneka manekin. Aku menyentuh salah satu gaun yang terlihat sangat ribet jika aku pakai, mataku semakin berbinar saat melihat gaun muslimah yang terlihat sederhana dan menjuntai ke bawah.
Aku menyukainya.
"Bagaimana sudah ada yang kamu suka? Biar langsung disesuain sama ukuran kamu." Aku terhenyak saat Mami tiba-tiba berada di sebelahku. Aku menoleh ke arah Mami, "Saya mau gaun ini, Mi. Terlihat sederhana, tapi saya suka," jawabku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum Mas Dosen [SELESAI]
General FictionSebuah perjalanan religi Aprillya Anzani seorang gadis bercadar yang memilih meneruskan pendidikannya ke Universitas ternama di Bandung dan demi orang tuanya. Seorang gadis yang kuat menahan semua permasalahan di hidupnya. Gadis yang kuat, di saat k...