Note : pake alih-alih author ya
.
Rintik kecil menghiasi permukaan kota Bandung, khususnya di daerah Lembang. Seolah-olah tahu bagaimana kesedihan seorang Muhammad Ali Diafikri sekarang. Tangannya mengusap pedih pada batu nisan yang tertulis atas nama bidadarinya, Aprillya Anzani.
Senyuman penuh kepedihan dan sesak menyelimuti Ali. Entahlah sekarang ia merasa hampa tanpa keberadaan Prilly, seorang yang beehasil membuat hati bekunya merasa hampa seperti sekarang.
"Istri mas gak sakit lagi, 'kan?"
Ali mengusap kelopak matanya, bagaimana bisa ia dengan mudah merelakan Prilly, cukup sulit. Sekitar satu jam ia hanya terduduk di pinggir makam Prilly setelah membacakan hadiah untuk Prilly, makamnya selalu ia rawat setiap saat, bahkan para santri-santriyat selalu datang untuk mengirimi Prilly sebuah doa. Dia perempuan yang beruntung, mempunyai orang-orang terdekat yang sangat menyayanginya.
"Mas pulang dulu ya?" Ali kembali mengusap batu nisannya. "Assalamualaikum."
Salam yang takkan pernah kembali dibalas.
Setiap langkahnya Ali kembali merasa hampa, tangan yang selalu ia genggam kini menghilang dijemput oleh ajal. Ali mengusap wajah gusar, seharusnya ia tak perlu terus-menerus seperti ini, ini akan menjadi beban istrinya kelak.
Tiga puluh menit setelahnya- Ali memarkirkan mobil di perkarangan rumah mertuanya, ia hanya ingin membantu acara tahlilan yang setiap saat selalu mertuanya adakan mengingat meninggalnya Prilly belum genap satu bulan.
Baru juga ia menampakkan diri di depan, ibu sudah menyambut Ali dengan senyuman hangat.
"Ada yang mau ibu sampaikan." Dahi Ali mengerut, apa yang ingin ibu sampaikan padanya?
"Calik heula, ntos dari makam Illy?" tanya ibu.
Ali mengangguk hormat dan canggung. Sejak menikah dengan Prilly, ia pertama kalinya harus mengobrol berdua dengan ibu, bahkan saat acara pemakamanpun rasanya canggung untuk berkata.
"Muhun, Bu." Ali berdeham. "Ibu mau bicarakan apa?" sambung Ali bertanya.
"Barusan ada paket dari Bandung kota itu dari mami kamu, katanya ada surat yang mami kamu temuin di kamar kalian, mau langsung kasih ke kamu, Nak Ali kan sibuk di sini. Mami kamu juga lagi sibuk juga, 'kan?" Ali mendongak menatap mertuanya dengan raut bingung. Surat yang ditemuin di kamarnya? Surat apa?
"Antosan heulanya, ibu mau ngambil dulu paketna."
Tak lama setelah itu, ibu kembali dengan membawa amplop berisi surat dari mendiang Prilly. Tangannya bergetar saat menerima amplop itu, sejak kapan Prilly menulis ini semua? Bahkan ia tak pernah melihat Prilly menulis surat.
Dengan perasaan campur aduk, Ali membaca setiap tulisan tangan Prilly yang sangat rapi dan indah.
Assalamualaikum Mas Dosen.
Yang ternyata adalah suamiku.
Aku gak tau lagi harus nulis apa lagi sekarang mas. Afwan karena diam-diam udah ke rumah sakit tanpa izin dari kamu, mami pun gak tau aku bakalan ke sana. Tapi, mas janji ya setelah baca surat dari aku mas gak bakalan marah atau diemin aku, soalnya kalo mas marah mas suka serem tau:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum Mas Dosen [SELESAI]
General FictionSebuah perjalanan religi Aprillya Anzani seorang gadis bercadar yang memilih meneruskan pendidikannya ke Universitas ternama di Bandung dan demi orang tuanya. Seorang gadis yang kuat menahan semua permasalahan di hidupnya. Gadis yang kuat, di saat k...