Bagian 23

2.6K 307 38
                                    

Aku menyiapkan beberapa makanan yang Ali pesan langsung dari Restorannya karena cuaca hari cukup panas untuk jalan-jalan. Membuat kami hanya berdiam diri di penginapan. Aku tersenyum melihat saltah, makanan khas Yaman yang katanya cukup populer di Negara ini.

Dilihat dari teksturnya, sepertinya cukup enak. Saltah pun bisa dimakan dengan nasi, kentang, telur orak-arik dan sayuran sebagai tambahan yang umum untuk saltah.

"Mau nasi, kentang, telur, apa sayuran?" tawarku pada Ali yang tengah memainkan ponselnya.

"Nasi aja. Mas lagi pengen nasi," jawabnya sambil tersenyum ke arahku.

Oke, baiklah. Aku meletakkan satu porsi untuknya yang memakai nasi sedangkan untukku memakai sayuran. Aku meliriknya yang langsung meletakkan ponselnya dan membaca bismillah terlebih dahulu untuk makan.

Suasana yang cukup hening karena Ali memang tak menyukai suasana ramai saat makan. Aku menyudahi acara makanku melirik Ali yang belum selesai. "Mas, sibuk banget?" tanyaku saat sesekali aku meliriknya terus-menerus melihat ponsel.

"Ini ada Mahasiswi yang pengen kirim ulang email tugas katanya, ya udah mas bales aja kalo mas lagi ada di Yaman," jawabnya.

Aku mengangguk-ngangguk.

"Nanti ngaji bareng lagi."

Aku mengangguk lesu. Aku masih ingat bagaimana hukuman yang membuatku kewalahan karena aku salah dalam pengucapan. Hukumannya memang bikin ketagihan. Namun, ya seperti itulah. Ali terus mengecupi pipiku karena aku salah bahkan akan seperti itu jika aku salah lagi.

"Ganti hukumannya ya, Mas?" pintaku.

"Kalo mas sentil kamu, mas gak mau sakitin wanita, sayang. Karena menurut mas wanita itu disayang bukan dipukul. Maka dari itu, mas cium aja kamu dari pada yang lain," ujarnya mudah.

Pipiku pasti sudah panas karena ulahnya yang selalu berkata manis dan begitu menjunjung wanita. Aku menatap Ali dengan lugu dan tersenyum manis ke arah Ali. "Tapi, itu bikin Mas ketagihan," timpalku.

Dia tertawa dan menatapku dalam. Kami sama-sama saling menatap satu sama lain tanpa ada batasan sama sekali. "Maka dari itu, mas suka hehehe," katanya membuatku tersenyum manis padanya.

.

"OMG, AKHIRNYA KALIAN DATANG JUGA!"

Vanessa menerjang tubuhku dan memelukku dengan sangat erat bahkan sangat erat. Dia bahkan tak malu-malu saat berteriak di Bandara Soekarno-Hatta. Aku membalas pelukannya walau sedikit canggung karena Ali terus-menerus melihat ke arahku. Vanessa melepaskan pelukannya dan dia malah cengir menatap Ali yang menatap kami intents.

Setelah seminggu di Timur Tengah, aku bersama Ali kembali ke Negara asal kami dengan selamat. Bahkan Vanessa dan Mami heboh sendiri saat menyambut kedatangan kami.

"Mami udah booking Restoran, mereka udah nungguin kita. Kuy mantu, mami bener-bener lapar nih." Mami merangkul tanganku membuatku langsung mengikuti langkahnya. Aku melirik ke belakang melihat Ali dengan dua koper di depannya. "Kopernya, Mi," ujarku.

"Biar suami kamu yang bawa. Kamu wanita, gak baik bawa yang berat-berat," timpal mami.

Aku hanya mengangguk sambil tersenyum manis pada Ali yang sepertinya mendengus kesal setelah menjadi kurir dadakan mami. Aku berjalan bersama Vanessa dan mami yang sama-sama menggaetku.

Sesampainya di Restoran- aku kini berjalan bersamaan dengan Ali yang merangkulku posesif. Aku memaklumi sikapnya yang tak mau aku menjadi pandangan orang-orang.

Assalamualaikum Mas Dosen [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang