7. Decision

700 60 1
                                    

"Aku tunggu disini" Kata Taeyong setelah kita sampai di depan sebuah Cafe.

"Kamu duluan aja, ntar aku balik sama Daniel"

"Apa kata Om Yunho kalau tadi pagi keluar sama aku, baliknya sama Daniel"

Benar juga sih, akhir-akhir ini Papa sensitif jika membahas Daniel.

"Baiklah, terserah kamu. Jangan salahin aku kalau lama"

Aku langsung bergegas masuk untuk menemui Daniel dan meninggalkan Taeyong di parkiran.

"Sayang..." Daniel melambai ke arahku, tentu aku langsung menghampirinya.

"Sayang aku kangen banget sama kamu" aku memeluk Daniel setelah berada dihadapannya.

"Aku lebih kangen lagi" Daniel membalas pelukanku, setelah itu kami duduk berhadapan.

Sebenarnya ini kebiasaan baru kami, duduk berhadapan. Menurut psikologi sih ini posisi dimana dapat menciptakan perbedaan pendapat satu sama lain.

Percaya atau tidak, beberapa bulan terakhir kami memang lebih sering bertengkar, salah paham, bahkan ya ingatkah aku telah bercerita tentang kejadian saat Daniel menamparku?

"Kamu mau pesan apa?" tanya Daniel

"Seperti biasa..." jawabku santai

"Em seperti biasa yang mana? Kan kamu banyak kebiasaan kamu hehe"

"Black tea latte..."

"oke sebentar, aku pesenin dulu ya"

Setelah memesan dan membawa minuma itu ke meja, Daniel kembali duduk didahadapanku.

"Jadi, ceritakan kepadaku tentang kejadian kemarin Ree"

Daniel menatapku intens, ya mungkin sekarang waktunya untuk menceritakan perihal perjodohan itu.

"Hmm... janji kamu gak bakal marah ya Niel..." Daniel hanya mengangguk, lalu meneguk minumannya.

"Jadi, Beberapa hari lalu Papa jodohin aku sama anak sahabatnya. Aku sudah menolak, dan sekarang aku juga belum menerimanya. Tapi kamu tau kan Papa gimana?"

Daniel mengangguk lagi, wajahnya seperti tenang tak mempermasalahkan setiap perkataanku.

"Jadi kapan rencana pernikahan kalian?" tentu saja aku kaget dengan pertanyaan Daniel, bukankah ini seperti mendukungku untuk menerima perjodohan ini.

"Danieeellll, sekali lagi aku katakan AKU BELUM MENERIMANYA. Aku gak mau putus sama kamu, sayang" aku megenggam kedua tangan Daniel, namun Daniel dengan cepat melepaskannya.

"Lalu kamu ingin aku melawan perintah Papamu? Kamu meminta aku memperjuangkan hubungan kita?"

Aku hanya mengangguk, entah kenapa intonasi ketika menanyakan itu terdengar dingin, terlebih Daniel memberikan smirk setelah mengatakannya.

"Reena, dengar... ketika aku memperjuangkan hubungan ini. ancamanku tidak hanya dari Papa kamu, tapi dari calon suami kamu juga..."

Aku mengerutkan alis, bingung dengan apa yang barusan Daniel katakan.

"Maksud kamu?"

"Aku masih sayang sama kamu Ree, bahkan perasaanku masih sama sejak awal aku mengenalmu. Namun yang perlu kamu tau, tempat aku bekerja sekarang adalah anak dari perusahaan Ayah Taeyong, dan salah satu pemegang saham terbesarnya adalah Taeyong.

Aku tau bagaimana Taeyong jika dia menginginkan sesuatu dia akan melakukan apapun untuk mendapatkannya. Bahkan semalam, setelah pertemuan kita di taman hotelnya, orang suruhan Taeyong memintaku untuk menjauhi mu... apalagi jika aku ketahuan membuat kamu menangis"

"Lalu, kamu akan menyerah?" suaraku mulai parau entah sejak kapan, mendengar penjelasan Daniel hati seperti tertusuk.

Belum Daniel menjawab, tiba-tiba sebuah suara memanggilku.

"REENA..." aku dan Daniel reflek melihat ke arah suara tersebut. Taeyong berjalan ke arah meja kami.

"Lama banget sih Ree" lanjut Taeyong setelah bediri disebelah tempatku duduk.

"Lihat Ree, bahkan kamu kesini bersama calon suamimu. Apa aku punya alasan lain untuk bertahan?" Daniel berdiri, tiba-tiba saja dia mengulurkan tangan pada Taeyong.

"Selamat pak, anda memilih calon istri yang tepat. Saya titip Reena" Setelah mengatakan itu, Daniel pergi begitu saja tanpa pamit.

Tangisku pecah, aku tak bisa membendungnya lagi. Bahkan dadaku mulai sesak setelah ucapan Daniel barusan.

"Hei... Kenapa nangis Ree?" Taeyong memposisikan badannya agak sejajar dengan aku yang masih duduk. Taeyong menatapku khawatir, terlihat jelas meskipun pandanganku sedikit buram karena terhalang air mata.

"Yaudah yuk pulang, malu diliat orang tuh"
Taeyong meraih pundakku, membantuku untuk berjalan menuju mobil.

Sesampainya di dalam mobil...

"Udah Ree... Jangan nangis dong, aku harus gimana deh kamu biar berenti nangis" Taeyong tiba-tiba aja mengelus kepalaku lembut. Sontak aja aku mentapnya tajam.

"Kamu diam aja, gak usah ikut campur hubunganku dengan Daniel" 

"Aku gak bisa, kamu calon istri aku Ree"

"Kamu bahkan nyuruh orang untuk mengancam Daniel agar menjauhi aku?"

Ini salah satu yang bikin dadaku sesak malam ini, ngapain sih Taeyong ikut campur sama masalahku dan Daniel, dia bukan siapa-siapa. Masih sekedar calon suami, yang perjodohannya pun belum aku setujui.

"Iya, Daniel cerita sama kamu? Wah ember juga tuh pacar kamu, eh mantan kamu"

"Kamu gak ada hak untuk itu Taeyong, karena kamu, jadi makin rusak hubungan ku sama Daniel, tau gak?" tangisanku semakin menjadi-jadi hingga sesegukan.

"Astaga Ree, aku cuma gak mau liat kamu nangis kayak semalem. Apalagi sekarang, cuma karena cowok itu kamu nangis"

"Kamu pernah pacaran dan jatuh cinta sedalam-dalamnya sama orang, sampai kamu gak rela  ninggalin dia gak?"

Taeyong hanya terdiam bergeming, tak menjawab sama sekali. Sesekali yang ku dengar hanya helaan nafas kasarnya.

"Ayo pulang, ini terakhir kalinya kita ketemu. Aku gak mau liat kamu lagi, dan aku gak mau perjodohan ini lanjut"

"Reena, kamu boleh aja marah sama aku atau pukul aku. Tapi kamu gak bisa batalin perjodohan ini. Seperti yang kamu bilang, Kali ini aku jatuh cinta sedalam-dalamnya sama kamu, dan gak mau kamu ninggalin aku. Bahkan aku akan mempercepat pernikahan kita"

Aku memalingkan wajah ke arah jendela, menurutku apapun yang dikatakan Taeyong saat ini tidak ada gunanya.

Aku benci Taeyong, benar kata Daniel, Taeyong akan melakukan apapun demi mewujudkan keinginannya. Segitunya kah dia ingin menikah dengan ku? Apa yang di inginkan dari pernikahan itu?

Selanjutnya Taeyong mulai menginjak gas, kali ini dengan kecepatan tinggi. Aku yang menangis reflek menjadi ketakutan karena beberapa kali hampir menabrak mobil atau orang. Tentu aku juga diam, aku masih tidak punya rasa untuk sekedar berbicara dengannya.

Taeyong memarkirkan mobilnya di depan rumah.

"Maaf Ree, aku gak bisa antar kamu sampai dalam. Moodku lagi gak baik"

Tanpa mendengarkannya, aku langsung keluar dari mobil dan masuk ke rumah.

... ... ... ... ....

[ Sorry banget gak feel 😂✌ ]

Perjodohan - Lee Taeyong [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang