46. Sendu

141 8 0
                                    

Tatapan sendu itu menuju pada sebuah meja kosong, orang yang menempati tempat itu belum datang atau memang tidak datang. Aqhela menunduk, bergegas duduk di kursinya.

Terlihat Andre memasuki ruangan, disusul oleh Abil di belakangnya. Andre langsung mengambil duduk di samping Aqhela—bangkunya. Sedangkan Abil, lelaki itu berdiri di samping Aqhela. Menyodorkan sebuah surat beramplop biru.

Aqhela mengernyit. "Dari siapa?"

"Baca aja."

Aqhela menerimanya, membukanya dengan tergesa. Itu tulisan tangan Aurel. Gadis itu membacanya di dalam hati.

Dear Qhela sobat gua yang paling tersayang ...

Pertama, gua minta maaf yang sebesar-besarnya atas nama bokap. Dari hati yang paling tulus, tapi gua yakin nggak mudah buat memaafkan itu. Gua benar-benar minta maaf karena enggak tahu bahwa yang selama ini membawa kesengsaraan dalam hidup lu adalah orang yang paling gua sayang. Maaf banget ... Gua berharap lu nggak benci sama gua, mungkin harapan gua ini terlalu naif. Tapi beneran Qhel, gua enggak sanggup bayangin kalau lu benci gua.

Kedua, gua sayang lu Qhel.

Ketiga, karena gua sayang lu maka dari itu gua harus pergi. Gua nggak mau dengan lu tiap hari ngeliat muka gua lu bakal keinget terus sama kejadian itu, gua nggak mau lu dihantui masa lalu lagi. Gua cukup sadar diri. Jangan kangen gua ya, hehe ...

Hidup bahagia ya sahabat gua? Pokoknya harus janji!

Love,

Aurel

Setetes air mata lolos dari maniknya. Ia memeluk surat itu. Membacanya saja membuat ia membayangkan wajah semringah Aurel, wajah ceria gadis itu. Aqhela malah merasa bersalah, ia merasa bertanggung jawab atas kepergian Aurel. Ia telah menghancurkan kehidupan Aurel yang memang sudah hancur. Mereka terjatuh bersama.

Aqhela menggeleng kuat. "Ini bukan salah kamu, Rel!"

Inge yang baru datang bergegas mendorong Abil dari jalannya, menghampiri Aqhela.

"Kenapa, Qhel?" Gadis itu berseru panik. Ia lalu menatap bergantian Andre dan Abil. "Siapa yang bikin Qhela nangis?"

Abil menghela napas. Bukan tidak mungkin dia juga terluka atas keputusan Aurel. "Aurel pindah ke Aussie ikut maminya."

Inge melotot. Apa hanya dia yang tidak tahu apa-apa di sini?

"Kenapa?" Ia menatap meminta penjelasan, dirinya shock. "Dari kemarin kalian aneh dan nggak pernah ngejelasin apapun ke gua."

"Ini semua salahku." Tangisan Aqhela makin keras.

"Bukan salah kamu," ucap Andre. Lelaki itu mengusap-usap pundak Aqhela.

Inge semakin tidak paham. Abil yang mengerti situasi segera menarik gadis itu keluar kelas. "Sini gua jelasin."

Andre hanya bisa menghela napas. Ia juga tidak tahu harus bagaimana. Mungkin kalimat penghibur saat ini sudah tidak mempan, jika mengingat betapa lengketnya mereka. Aurel adalah sahabat pertama Aqhela di sekolah ini. Gadis yang selalu melindungi dan mengkhawatirkan Aqhela. Tidak mudah buat Aqhela jika harus kehilangan sahabatnya itu.

***

Semua orang yang ada di meja itu terdiam, ada rasa canggung di antara mereka. Tidak ada yang tahu bagaimana memulai pembicaraan. Kesedihan dan fakta buruk itu masuk ke kehidupan mereka dengan tiba-tiba.

"Umh ... Qhel, lu harus makan. Wajah lu pucat banget." Inge memulai pembicaraan meski ragu-ragu, ia sudah tahu situasi apa yang sedang terjadi di sini.

Second Love : Aku atau Masa Lalumu!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang