04. Dedaunan

294 25 0
                                    

Lelaki itu mengeluarkan sepedanya dari garasi. Ia sudah siap berangkat sekolah sepagi ini. Andre hanya melirik rumah tetangganya itu, lalu mengayuh sepeda menuju sekolah.

Aqhela yang berada di dalam rumah hanya memerhatikan dari jendela. Entah sejak kapan ia punya hobi memata-matai orang, seolah apa yang diperbuat Andre sangat menarik. Kalau ia boleh jujur, ia sudah tertarik dengan Andre saat pertama kali bertemu.

"Lagi merhatiin apa, Sayang?" Hampir saja jantungnya copot karena Hanna yang tiba-tiba berada di belakangnya.

"Ng-nggak ada kok, Bun. Yuk, berangkat!"

***

Aqhela hanya diam di dalam mobil saat Ibunya mengajaknya bicara. Pikirannya melayang entah ke mana.

"Sayang? Jangan ngelamun dong."

"Eh, nggak, Bun. Kepala Qhela cuma sedikit sakit." Ia meringis merutuki kebodohannya.

"Kamu sakit? Ya udah kita pulang aja ya, nanti Bunda izin ke kantor buat telat dikit."

"Eh, Qhela nggak apa-apa, Bun. Ah, Bunda mah suka berlebihan." Aqhela jadi panik sendiri saat Bundanya ingin putar-balik.

"Kalau emang nggak bisa jangan dipaksain, Sayang."

"Qhela kuat kok." Ia tersenyum menyakinkan.

"Ya udah deh, Bunda percaya. Tapi, nanti Bunda nggak bisa jemput ya. Kemungkinan juga lembur."

"Siap, Bundaku sayang." Mereka tersenyum.

Aqhela mengalihkan pandangannya keluar kaca mobil, menatap dedaunan yang jatuh tersapu angin. Mobilnya melaju pesat, melewati seseorang yang beberapa terakhir ini menyita perhatiannya. Andre.

Aqhela menatap tanpa berkedip, sampai kapan cowok itu mau menerimanya sebagai teman? Bahkan, kesan pertama waktu mereka bertemu jauh dari kata baik-baik saja. Padahal sekarang mereka tetanggaan.

"Bun, Qhela mau sepeda," sahut Aqhela tiba-tiba.

"Buat?" Hanna mengernyit heran.

"Biar Bunda nggak usah capek-capek nganterin Qhela. Lagian Qhela udah gede, Bun. Masa dianterin mulu." Ia memanyunkan bibir tipisnya.

"Apapun buat kamu, Sayang." Hanna mengelus puncak kepala Aqhela dengan sayang. Ia tak pernah ingin melihat satu-satunya alasan ia hidup merasa kekurangan sedikit pun. Hanna sangat menyayangi putrinya itu.

***

"Aku sayang Bunda." Setelah melambaikan tangan tanda perpisahan Aqhela berjalan pelan menuju gerbang sekolah. Entah kenapa perasaan hampa itu kembali datang menyergap, seperti beberapa bulan lalu. Ya, setidaknya tidak separah dulu.

Klakson motor membuat Aqhela tersadar. Ia berusaha menghindar, tetapi kakinya tersandung kakinya yang lain. Ia terjatuh dengan lutut mendarat duluan. Cowok yang baru saja memarkirkan sepedanya itu menatap iba. Ingin sekali ia menolong, tetapi tubuhnya seolah tak mau diajak kerja sama.

"Ya ampun Qhel, lu nggak apa-apa?" Aurel yang baru saja turun dari mobilnya langsung menghampiri Aqhela. Andre merasa sedikit lega.

"Sakit, Rel." Ia tak bisa menyembunyikan rasa nyeri yang merambati lututnya.

"Ya udah sini, aku tuntun ke UKS." Aurel menuntun Aqhela, terlihat jelas darah segar menodai kaos kaki putih bersihnya.

Second Love : Aku atau Masa Lalumu!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang