40. Suara itu

93 5 0
                                    

Setelah dirasa sepi, gadis itu keluar dari persembunyiannya. Aqhela berjalan hanya ditemani sinar dari ponsel, ia harus mengumpulkan segala bukti yang tersisa. Merampas kembali hal itu.

Ia berjalan menuju lantai dua, mencari ruangan administrasi dan keuangan. Ternyata ruangan itu tak ada di lantai itu. Aqhela memutuskan untuk mencari lagi ke lantai tiga.

Ia berjalan menapaki anak tangga sembari celingak-celinguk, jangan sampai ada staf keamanan yang memergokinya. Ia tahu perusahaan itu dilengkapi CCTV di setiap sudut. Namun, sudah kepalang tanggung untuk memikirkan itu. Toh mereka sudah mengetahui bahwa Aqhela mencari bukti.

Ia menyusuri lantai tiga, ia mendongak membaca plang ruangan. Akhirnya ia menemukan ruangan itu. Aqhela membuka pintu, masuk dengan hati-hati. Mulai melancarkan aksi. Mencari laporan keuangan sekitar tiga tahun lalu.

Ia mencari pada loker-loker, membukanya satu persatu. Aqhela tersenyum, ternyata tidak sulit mendapatkan dokumen yang ia cari. Gadis itu mengambil laporan keuangan tahun 2015. Lalu menutup loker dengan pelan.

Ia bermaksud ingin keluar dari sana ketika sebuah langkah terdengar di koridor kantor, Aqhela mengurungkan niat dan kembali bersembunyi di balik pintu. Berharap tak ketahuan. Ia mengintip dari celah pintu yang tidak ditutupnya rapat. Pupil matanya membesar, ada dua orang yang berjalan di sana. Salah satu dari mereka ia kenali, Aqhela dapat melihat wajah itu dari samping. Itu adalah Indra. Namun, orang berjas dengan sepatu pantofel di sebelah Indra sama sekali Aqhela tak kenali, wajahnya pun tak terlihat dengan jelas karena minimnya pencahayaan. Mereka membuka pintu ruangan di sebelahnya, untunglah ia tak keruangan di mana Aqhela berada.

Tiba-tiba saja ponsel Aqhela berdering, itu panggilan dari bundanya. Aqhela yang panik langsung mematikan ponsel.

"Tunggu, ada seseorang?"

Aqhela terbelalak, segera menyingkir dari pintu dan bersembunyi di bawah meja. Tunggu dulu! Telinganya agak familiar dengan suara itu. Ya, dia yakin pernah mendengarnya.

"Sepertinya cuma kucing."

"Kucing?" Pintu terbuka. Aqhela menggigit lidahnya. Sejujurnya ia sedikit ketakutan.

"Lupakan." Orang itu menutup pintu, kembali berjalan.

Aqhela berusaha mengingat di mana ia pernah mendengar suara itu. Ia keluar dari persembunyian, berjalan keluar ruangan. Ia melihat lift tertutup, mereka pergi. Aqhela melihat lantai yang mereka tuju. Lantai dua belas.

Aqhela berlari sekuat tenaga menuju tangga darurat, berusaha secepat mungkin mengikuti dua orang itu. Langkahnya berhenti, ia teringat sesuatu.

"Suara itu, suara yang meneror keluarga aku." Aqhela menutup mulutnya. "Dia dalang dari semua ini!"

Dengan amarah yang meluap-luap, Aqhela kembali berlari menuju lantai tiga belas. Tak akan gadis itu biarkan pembunuh ayahnya lolos kali ini, mereka semua harus ditangkap.

Napasnya terengah saat sampai di lantai sebelas, Aqhela menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Ia tak boleh menyerah semudah itu. Ia kembali menapaki tangga.

Lorong lantai dua belas lengang. Ia berjalan dengan hati-hati, samar-samar terdengar suara orang berbincang dan berteriak dari roof top. Aqhela mendekat, benar saja orang itu ada di sana. Ia bersembunyi di balik pot bunga besar.

Lagi-lagi gadis itu tak bisa melihat wajah sang dalang karena berdiri membelakanginya. Gadis itu meletakkan dokumen yang sedari tadi ia genggam kuat-kuat di balik pot. Mengambil ponselnya dan mulai merekam.

"Sudah saya bilang, jangan pernah datang ke tempat ini lagi!" Lelaki itu berteriak pada Indra.

"Hampir saja anak-anak ingusan itu menangkap kamu dan dengan bodohnya masuk ke jebakan mereka," lanjutnya.

Second Love : Aku atau Masa Lalumu!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang