Gadis itu menghentikan langkahnya. Ia menghempaskan genggamannya pada Andre. "Kenapa lepas kendali?"
Andre mengembuskan napas sebelum menjawab. "Kamu nggak tau apa-apa."
Aqhela terdiam. Andre memilih duduk di bangku taman yang tak jauh dari mereka. Hanya ada Aqhela dan Andre di sana.
Aqhela mendekat, duduk di sebelahnya. "Dari awal aku memang nggak tahu apa-apa. Aku tau kamu cuma nganggep aku pengganggu, tukang kepo." Aqhela menunduk tersenyum miris sampai pada akhirnya mengumpulkan seluruh keberaniannya. "Mulai sekarang aku nggak akan ganggu kamu lagi, begitu juga kamu."
Tak ada respons apapun, apa yang ia harapkan? Aqhela mengingkari janjinya pada Andella, dia lelah mengejar sesuatu yang terus menjauh. Ia tak bisa meruntuhkan tembok yang menjadi penghalang di antara mereka. Namun, ia juga sadar telah berlari sejauh ini.
Aqhela ingin beranjak pergi, tapi tangannya dicekal.
"Mari saling mengenal," ajak Andre tiba-tiba.
Aqhela terperangah sebelum akhirnya sadar. Ia menepis tangan Andre.
"Cukup, Ndre. Jangan bikin semuanya abu-abu." Aqhela beranjak pergi, ia tak ingin perasaan mempermainkannya.
Ia berlari secepatnya sebelum air matanya luruh dan menjadi pusat perhatian, ia benci itu. Tepat di dalam toilet perempuan, ia menangis.
"Apa yang kamu harapkan, Qhela? Berhenti ngedeketin orang yang bahkan nganggap kamu enggak ada." Ia menggenggam liontin milik Andella yang ia pakai. Ia tahu betul Andella tidak akan tergantikan di hati Andre, gadis itu telah membawa sepotong hati lelaki yang ia harapkan.
Entah sudah berapa menit gadis itu menangis di sana. Ia sama sekali tak peduli jika jam pelajaran selanjutnya telah dimulai. Ia ingin menenangkan diri.
Aqhela teringat dengan wajah gadis berseri tulus yang ada di mimpinya itu. Seolah mendapat kekuatan, Andella mengusap air matanya. "Maafin aku Del yang sempat mau menyerah."
Ia mengembuskan napas dan mengeratkan genggaman pada kalung itu.
***
Ketukan pintu ruang kelas terdengar. Semua mata yang tadinya menatap setengah mengantuk ke papan tulis kini beralih ke pintu masuk.
"Permisi!" cicit Aqhela. Sebenarnya ia takut masuk, tetapi daripada ia berkeliaran di luar sekolah dan mendapat masalah seperti tertangkap guru BK, ia memilih menghadapi Pak Waluyo---Guru Fisika yang meski tidak marah suaranya selalu besar.
Aqhela berjalan mendekati Pak Uyo. "Saya boleh masuk, Pak?" tanyanya berharap.
"Lho, kamu ini 'kan sudah masuk. Gimana sih?" Seisi kelas tertawa, sedangkan Aqhela malah meringis menyadari kebodohannya. "Harusnya tadi nanya sebelum masuk kelas. Anda ini habis dari mana, hmm?"
"Tadi ke UKS, Pak." Terpaksalah ia harus berbohong.
"Ya sudah, sana duduk yang tenang. Jangan mengganggu."
Aqhela mengangguk, ia berlalu tanpa mempedulikan sekitar termasuk Andre yang memperhatikan dirinya. Ia segera saja duduk dan mengeluarkan buku dari tas.
"Dari mana aja sih, Qhel? Tadi main tinggal aja," tanya Aurel. Namun, gadis itu tak menggubrisnya membuat Aurel geram sendiri dan menyikut lengan Aqhela.
Gadis itu melotot memperingatkan Aurel dan menempelkan jari telunjuk ke bibir tipisnya. Ia lagi tidak ingin bercerita atau curhat. Suasana hatinya sangat buruk. Bahkan, bukunya saja tidak ia gunakan untuk menyalin pembahasan yang diterangkan oleh Pak Uyo. Rumus-rumus itu malah makin membuat kepalanya berasa ingin pecah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Love : Aku atau Masa Lalumu!
Novela Juvenil[Belum Revisi] [15+] PLAGIAT DILARANG MENDEKAT Sebuah cerita tentang gadis rapuh yang ingin menemukan kebahagiaannya. Berusaha mengubur kisah kelabu yang telah ditulis dalam takdirnya, ia ingin melupakan itu. Namun, seberapa kuat ia berlari sekuat...