21. Atur Jebakan

144 10 0
                                    

Lelaki berseragam SMA itu sudah berjalan menelusuri gang-gang sempit yang sebenarnya tak pernah ia lewati. Tentu saja dengan terlebih dahulu menenangkan Aqhela dan menyuruhnya masuk kelas saja. Sebuah keberuntungan orang yang ia buntuti sempat singgah di warung pinggir jalan, Dika mengambil kesempatan itu. Ya, tidak salah lagi. Ini orang yang dimaksud Aqhela, pria bertatto mawar.

Ia berhenti di sebuah kontrakan kecil nan kumuh, dari luar sana Dika bisa melihat seorang gadis kecil menghampiri pria berbadan tegap itu. Ia bersorak ketika meraih kantong kresek berisi dua botol susu kaleng. Mereka masuk. Pria itu sempat melihat ke arah pagar, untung saja Dika secara sigap menunduk sehingga tidak ketahuan. Kalau ketahuan itu bisa bahaya.

Dika mengembuskan napas lega. "Untung enggak ketahuan."

Ia memutuskan untuk segera pergi dari sana. Setidaknya ada titik terang soal ini semua. Semoga saja dengan begitu Aqhela bisa lebih tenang.

Perjalanannya memakan waktu cukup lama, apalagi sempat tersesat karena mengikuti maps yang entah memang salah atau dia yang salah baca. Dika meloncat dari tembok pagar sekolah. Ia berjalan ke kelas Aqhela. Mengintip di pintunya.

"Hush  ... Qhel! Woy," serunya dengan suara rendah. Gadis itu kelabakan mencari siapa yang memanggilnya, ternyata berasal dari ambang pintu.

Aqhela mengangguk. "Bu, saya izin ke toilet!"

"Ya, silakan."

Andre yang sedikit terganggu dengan kehadiran Dika melirik ke pintu yang baru saja dilalui Aqhela.

"Mau ke mana dia," gumamnya. Ia sangat tidak suka Aqhela mendapat pengaruh buruk dari Dika. Tadi saja gadis itu membolos entah ke mana. Pasti semua disebabkan oleh lelaki bajingan itu.

***

Dika menyeret gadis itu ke UKS, takut ada guru yang sedang berkeliling menginspeksi murid-murid.

"Aku udah tahu alamatnya," ujar Dika berbisik.

"Di mana?" Aqhela berseru tak sabaran. Ia ingin sekali menemui orang itu.

"Sabar, Qhel. Kamu nggak bisa langsung nodong orang itu dengan tuduhan. Kita kekurangan bukti, apa kamu punya bukti yang lebih menguatkan?"

Aqhela menunduk lemas, ia berjongkok. Merasa kehilangan energi. Dika juga ikut menyejajarkan tubuh.

"Ada. CCTV tempat Ayah bekerja, tapi bukti itu sama sekali nggak pernah muncul di persidangan. Padahal Bunda ngebujuk aku untuk nggak hadir karena dia bilang CCTV bakal bantu. Nyatanya apa?" Aqhela merasa dadanya sesak. Ia memukul-mukul dadanya. Merasa bersalah karena tak bisa membantu mengantar keadilan untuk ayahnya. Orang yang begitu ia sayangi, tewas di depan matanya tanpa bisa apa-apa.

"Kenapa bukan aku aja yang mati," gumamnya. Air matanya luruh semakin deras bersama sakitnya kenangan yang terputar. Ia berada tepat di bayang-bayang kelam itu. Berusaha mencari titik terangnya. Namun, semua terlalu gelap dan Aqhela tak punya kuasa untuk membuatnya terang.

Dika merengkuh tubuh gadis itu. Pundaknya bergetar hebat.

"Pasti ada jalan keluar, Qhel. Jangan bilang gitu."

Diam-diam dari balik tembok UKS, ada seseorang yang bersandar. Mendengar semuanya dengan perasaan penuh tanda tanya. Ada rasa kesal yang seharusnya tak ia rasakan. Memangnya siapa dia? Harus tahu segala urusan orang, bahkan siapa yang dekat dengannya.

Second Love : Aku atau Masa Lalumu!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang