Dengan wajah memegang kedua lelaki itu terlihat berpikir, mereka kalut mau mulai dari mana. Semua jadi abu-abu dan rumit.
"Lu mau kasih tau?" tanya Dika dengan wajah frustrasi.
Andre mengusap wajahnya. Kemudian menggeleng.
"Tapi dia bisa lebih sakit kalau lebih lama lagi ngerahasiain ini."
Andre menatap sinis. "Ya sudah, kamu saja yang kasih tahu."
Dika menganga, ingin sekali meninju wajah Andre. Namun, ia harus menahan amarah. Mereka tak boleh gegabah.
"Oke, enggak usah kita kasih tau," ujar Dika pasrah.
"Kasih tau apa?"
Suara itu membuat kedua lelaki yang sedang berdiskusi menoleh dengan mata melotot. Sejak kapan Aqhela ada di sana?
"Ah, itu ...," ucap Dika gagap, ia menepuk tangannya satu kali. "Kita mau hang out berdua."
Aqhela menelisik. Apakah kedua cowok itu sudah baikan? Ia lalu terkekeh.
"Udah enggak musuhan?"
Dika dan Andre saling tatap, lalu berbarengan membuang muka. Menyadari apa yang mereka katakan.
Aqhela tertawa renyah melihat tingkah mereka. Menggeleng tak habis pikir. "Lanjut deh, aku duluan ya. Inget nanti sore ke rumah kaca."
Dika dan Andre spontan mengangguk.
Dika mengacak-acak rambutnya frustrasi. Kemudian menghela napas berkali-kali. Ia menatap Andre. "Lu udah ke rumah Tante Sonya?" .
Andre mengangguk. Semua yang ia lakukan kelar, mereka hanya tinggal eksekusi sebentar malam.
***
Andre menyodorkan sebuah kotak kardus pada Hanna, perempuan itu mengernyit. Namun, tetap mengambilnya.
"Kamu yakin ini akan berhasil?"
Andre mengangguk. "Saya yakin."
Ia beralih pada Aqhela, menatap gadis itu. Aqhela menggigit bibir bawahnya, sedikit takut dengan rencana Andre. Namun, ia langsung menghela napas dalam-dalam. Menatap ponsel miliknya yang sudah bisa digunakan berkat Andre yang mengambilnya dari konter.
"Lakuin aja, Qhel," ucap Dika.
"Oke, aku lakuin sekarang." Gadis itu memulai panggilan, was-was menunggu panggilan itu diangkat. Ia berdehem beberapa kali untuk menghilangkan rasa gugup dan khawatirnya.
"Halo?" jawab penerima panggilan di ujung sana.
"Halo, Om," sapa Aqhela dengan nada tenang. "Ini waktu yang tepat bukan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan Om?"
"Ma-maksud kamu?" Lawan bicaranya bertutur gagap.
Aqhela tersenyum miring. "Om pasti ngerti apa yang aku maksud."
Ia menunggu jawaban, tetapi orang yang ada di ujung sana hanya diam. Aqhela kembali berucap, "Pergi ke kantor polisi, akui semua perbuatan Om. Aku sudah kirimin video waktu Om culik ayah di WhatsApp Om, tunjukkin itu ke polisi dan jangan lupa bawa bukti jam tangan itu."
Tidak ada toleransi di sini, meski mereka masih keluarga. Kesalahan tetaplah kesalahan. Aqhela benar-benar harus menahan amarahnya. Dadanya bergemuruh perih, satu-satunya yang ada di pikiran Aqhela hanyalah mereka harus mendapatkan hukuman setimpal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Love : Aku atau Masa Lalumu!
Ficção Adolescente[Belum Revisi] [15+] PLAGIAT DILARANG MENDEKAT Sebuah cerita tentang gadis rapuh yang ingin menemukan kebahagiaannya. Berusaha mengubur kisah kelabu yang telah ditulis dalam takdirnya, ia ingin melupakan itu. Namun, seberapa kuat ia berlari sekuat...