Lelaki itu fokus membaca buku biologinya sambil bersantai di atas sofa. Ia sama sekali tak terganggu dengan suara tawa kedua orang tua dan adiknya. Ia sudah terbiasa dengan hal itu, orang tuanya selalu saja tertawa karena hal receh. Bukan tidak mensyukuri punya keluarga bahagia tanpa pertengkaran, hanya saja selera humornya tak sereceh itu.
"Hahaha, lihat nggak pas wajah tante Mia kepedesan? Merah semua." Semua tertawa lebar, kecuali Andre.
Suara serupa alarm menginterupsi melerai tawa. Mamanya Andre cepat-cepat menuju dapur. Ternyata kue yang daritadi ia panggang sudah matang. Dengan telaten, ia mengangkat kue itu dan menyajikannya ke dalam kotak cantik berwarna cokelat pekat.
"Ah, sudah jadi." Ia membawa kotak itu ke ruang keluarga. Ia menyodorkan kotak tersebut ke arah Andre yang malah disambut dengan kernyitan tak mengerti.
"Andre nggak lagi ulang tahun," ucapnya datar lalu membalik halaman buku selanjutnya.
"Bukan buat Abang! Tolong anterin ini ke tetangga baru kita, ya." Riani melempar senyum yang seolah berbicara tak ingin dibantah.
"Nggak bisa antar sendiri, Ma?"
"Nggak, jangan banyak alasan, Abang!"
"Tau tuh si Abang. Sekali-kali main keluar kek," sambar Adik perempuannya itu. Ia tak merespons.
"Bener tuh kata, Adik. Abang itu harus main keluar, jangan pacaran mulu sama buku. Biar tetangga tau, kalau Mama punya anak ganteng. Gimana kalau tetangga ngiranya kalau kamu simpanan Mama?" Kadang Andre tak habis pikir dengan tingkah Mamanya itu. Terkadang ia menjadi sangat absurd seperti sekarang ini. Andre dibuat geleng-geleng.
"Lagian ya, Bang. Anak tetangga baru kita itu cantik lho! Mirip ...." Riani menyadari satu hal, ia menelan kembali ucapannya dan menutup mulut rapat-rapat. Hampir saja ia keceplosan.
Dengan wajah datar yang sulit diartikan, Andre merebut kotak kue itu setelah memakai hoodie miliknya. Ia segera berjalan keluar rumah.
"Marah dia, Ma?" Papanya Andre bertanya ketika putranya itu sudah menghilang di balik pintu.
"Abang nggak suka kali Mama tadi nyinggung dikit." Riani duduk di sofa, lalu mengganti channel teve."Sampai kapan tuh anak begitu terus." Hadi menggeleng lelah melihat tingkah anaknya. Ia tak tahu bagaimana lagi caranya mengembalikan Andre seperti dulu. Andre yang punya banyak teman.
***
Andre membuka pintu pagar yang tak di kunci, mungkin pagar itu hanya semacam hiasan. Ia memasuki pekarangan rumah tetangganya itu. Saat sampai di teras rumah, segera saja Andre mengetuk pintu tak ingin berlama-lama.
Selang beberapa waktu, pintu terbuka perlahan-lahan. Ekspresi wajah Andre yang tadinya datar berubah. Namun, sepersekian detik kemudian langsung biasa saja. Ia sangat pandai mengontrol emosi.
"Andre." Gadis itu melongo tak percaya.
Andre menyodorkan kotak itu. "Dari Mama."
"Umh ... makasih," ucap Aqhela gugup.
Dari dalam rumah, terdengar langkah yang kian mendekat. Dari balik tubuh mungil Aqhela, Bundanya menyembulkan kepala.
"Eh, temannya Aqhela ya? Kok nggak diajak masuk," seru Hanna tersenyum ramah.
"Saya hanya mengantar titipan Mama," ucap Andre berusaha ramah, tetapi malah terlihat aneh.
"Eh, anak tetangga ya?" Hanna makin menyembulkan kepala melirik rumah yang ada di sisi sebelah kanan rumahnya.
"Iya."
"Masuk dulu, Nak!" Hanna memegang pundak Aqhela seolah meminta persetujuan. Andai Bundanya tahu, ia sedang dilanda gugup hingga tak bisa berkata-kata.
"Nggak usah, Tante. Sudah malam." Andre jadi kikuk sendiri.
"Ah, iya juga."
"Saya pamit." Andre meninggalkan rumah Aqhela. Ia merasa tak nyaman berada dalam suasana canggung seperti itu. Sungguh ini adalah hal baru baginya setelah sekian lama. Ia saja tak percaya, dirinya terlalu banyak melakukan basa-basi.
***
Aqhela segera masuk ke dalam rumah ketika Andre pulang. Ia meletakkan kotak kue itu di meja makan. Mimpi apa dia semalam bisa bertetanggan dengan Andre? Ya, ampun.
"Qhela, kenal nggak sama cowok tadi?"
"Teman sekelas Qhela, Bunda."
"Kok kalian kayak orang nggak kenal?" Hanna menampilkan ekspresi heran.
"Kan Qhela masih anak baru, Bun. Wajar kalau Andre nggak kenal Qhela," ujar Aqhela meraba kotak yang tadi diberikan Andre. Ia membuka kotak itu, matanya berbinar seolah menemukan harta karun di dalamnya.
"Wah, mama cake. Kue kesukaan Qhela!" soraknya girang.
***
Andre menyandarkan tubuhnya pada tepi tempat tidur. Ia menengadah menatap langit-langit kamar lamat-lamat. Ah, kenangan itu terputar begitu saja di otaknya. Senyuman gadis yang kini menjadi tetangganya itu mengingatkannya pada seorang gadis yang sangat ia rindukan. Entah kapan rindu itu menguap. Batinnya sebenarnya lelah, tetapi hati tak pernah membohongi pemiliknya, bukan?
Ditatapnya bingkai gadis manis yang sedang tersenyum memegang mawar-bunga kesukaannya. Tersirat sebuah ketulusan di sana, senyum yang Andre selalu ingin jaga. Bahkan, ia pernah berjanji akan selalu menjaga senyum itu. Namun, ia merasa telah mengingkari janjinya sendiri.
Andre mengembuskan napas kasar, sampai kapan dirinya akan seperti ini? Harusnya ia bisa bangkit dari masa lalu, melupakan gadis itu agar ia tak melulu jalan di tempat. Namun, semua tak semudah kelihatannya.
Andre berjalan mendekati jendela, barangkali angin malam bisa menjernihkan pikirannya. Ia membuka jendela lebar tanpa teralis itu, menatap bulan dan menghirup oksigen sebanyak mungkin.
Matanya tak sengaja menatap jendela rumah di seberang sana. Lampunya masih menyala, menampilkan siluet seorang gadis yang sedang duduk menghadap meja belajarnya.
"Kenapa senyuman kalian mirip?"
[Keep Smile😊]
🍁Pojok Curhat:
Kalau boleh jujur, Andre ini salah satu tokoh yang aku buat tapi bikin aku jatuh cinta. Entahlah, dia terasa beda:*
Aneh ya aku🙈
Next or no?
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Love : Aku atau Masa Lalumu!
Подростковая литература[Belum Revisi] [15+] PLAGIAT DILARANG MENDEKAT Sebuah cerita tentang gadis rapuh yang ingin menemukan kebahagiaannya. Berusaha mengubur kisah kelabu yang telah ditulis dalam takdirnya, ia ingin melupakan itu. Namun, seberapa kuat ia berlari sekuat...