14. Rindu

174 16 0
                                    

Sejak tadi gadis itu hanya menatap sahabatnya yang kini tersenyum cerah. Bercengkrama dengan orang yang berbicara lewat telepon di seberang sana. Sesekali merajuk, sesekali terkekeh.

"Iya, Yah. Awas aja kalau Ayah nggak ke sini hari Minggu. Aku ngambek lho," ancamannya.

"..."

"Ayah udah janji lho. Pokoknya bawain aku oleh-oleh yang banyak," sorak Aurel.

"..."

"Ya udah, bye Ayah. Aurel mau lanjut belajar."

Cewek itu tersenyum semringah, ia menatap Aqhela dengan binar bahagia.

"Bokap gua Minggu ke sini. Jalan-jalan bareng yuk, Qhel!" ajak Aurel.

Aqhela berusaha tersenyum, ada bagian di dalam dirinya yang egois. Ia juga ingin seperti Aurel, merasa kasih sayang seorang Ayah.

Aqhela menggeleng. Meski ia mau, tetap saja ia lebih peduli pada hatinya. Itu tidak baik, apalagi dia iri dengan sahabatnya sendiri.

"Yah, ayo dong, Qhel. Mau ya!" paksa Aurel. Aqhela tetap keukeh pada pendirian. Ia tidak ingin membuat dirinya bertambah sedih.

"Aku udah ada janji."

"Sama siapa?" tanya Aurel dengan satu alis terangkat.

"Rahasia." Aqhela tersenyum jail, membuat Aurel mengerucutkan bibir.

"Terserah."

Sebenarnya ia tak punya janji dengan siapapun. Namun, ia akan membujuk Andre untuk ke sana lagi. Harus, salah sendiri membuat Aqhela jatuh cinta pada tempat itu.

"Aurel! Bantuin gua ngangkat buku dong," teriak Inge. Ia kewalahan mengangkat setumpuk buku.

"Bentar." Aurel menatap Aqhela sebentar. "Gua tinggal dulu, ya?"

Aqhela mengangguk lalu tersenyum samar. Hari ini ia tak begitu banyak bicara meski memang ia tak banyak bicara. Namun, ia masih memikirkan semuanya. Traumanya perlahan-lahan kembali mengelabui.

Ia jadi teringat bagaimana manjanya Aurel di telepon tadi. Ia sempat ingin kabur saat mendengar dering telepon Aurel. Namun, cewek itu menahannya dengan maksud ingin mengenalkan Aqhela pada Ayahnya. Aqhela setuju asal benda laknat itu berada cukup jauh darinya. Jangan sampai ia teriak histeris di kelas, ia tak ingin dianggap gila. Sudah cukup tiga tahun lalu ia dianggap kurang waras oleh lingkungan sekitar.

Aqhela merindukan Ayahnya, sosok yang selalu memeluknya saat rapuh. Menenangkan tangisnya ataupun membuatnya tertawa dengan lelucon garing yang ia lontarkan. Sungguh Aqhela merindukan sosok penyayang itu.

Setetes bulir bening jatuh ke pipi. Saat Aqhela menyadari ada yang duduk di sampingnya, cepat-cepat ia menyembunyikan wajah dan menghapus jejak air matanya.

"Kenapa?" tanya suara bariton itu.

Aqhela menoleh, menatapnya dengan berusaha tersenyum. Ia menggeleng pelan. "Nggak apa-apa."

Andre tidak percaya, tetapi ia memilih diam. Bukan dia jika kekepoannya meningkat. Jujur, Andre kira gadis yang ada di sampingnya ini lebih terbuka darinya. Namun, ternyata anggapannya salah. Aqhela memang tergapai dari luar, tetapi apa yang ada di dalam hati serta pikirannya tidak terjamah sama sekali. Terlalu tertutup.

"Minggu  ada acara?" tanya Aqhela. Andre menggeleng tanpa mau menatap lawan bicaranya.

"Kita ke danau lagi, ya? Kamu kan janji mau lanjut cerita."

"Nggak." Andre bangkit dari duduk. Aqhela mulai kembali menyebalkan.

Aqhela juga ikut berdiri, menatap punggung cowok yang akan berjalan pergi itu. "Ya udah aku ke sana sendirian aja."

Langkah Andre terhenti. Ia menghela napas berat, kemudian berbalik menatap gadis berponi itu.

"Jangan pergi sendiri!" tegas Andre.

Aqhela mengernyit. "Kenapa?"

"Pokoknya jangan, Qhela." Baru kali ini Aqhela melihat Andre segusar sekarang. Ia terlihat menyembunyikan sesuatu. Aqhela tidak tahu, yang jelas ia ingin tahu.

"Ya sudah, temenin." Sungguh Aqhela berubah menjadi gadis yang menyebalkan.

Andre menatapnya datar, kembali seperti ekspresi biasanya. Ia memasukkan tangan ke saku. "Oke."

Andre berjalan meninggalkan Aqhela yang tersenyum penuh kemenangan. "Makasih."

***

Cowok berkaos hitam itu mengacak-acak rambutnya lalu merebahkan diri ke tempat tidur. Sedari tadi adiknya yang superaktif itu terus menggodanya.

"Ciee yang pulang bareng sama Kakak cantik!" Suara cempreng nan riang itu mendominasi kamar serba hitam putih milik Andre.

"Abang pacaran ya sama Kak Qhela? PJ buat Zora mana!" teriak Izora menggoyang-goyangkan tubuh Andre dengan gusar.

"Nggak."

"Abang belum nembak ya? Ih entar diambil orang lho Kak Qhelanya." Ia kini duduk di samping Andre.

"Emangnya barang."

Izora mengerucutkan bibir. "Awas aja kalau Zora ngeliat Abang galau. Aku ledekin entar," ucap Izora.

"Nggak akan."

"Tapi, Abang suka 'kan sama Kak Qhela? Hayo, ngaku!" Jika itu Izora, ia tak akan pernah menyerah untuk menggoda Abangnya itu meski berakhir didiamkan, dicuekin, ataupun diusir. Itu sangat asyik menurutnya. Kapan lagi melihat ekspresi kesal dengan delikan tajam milik Andre kalau tidak seperti ini.

Andre menghela napas. "Keluar, Dek. Abang mau istirahat."

"Tapi  ...." Belum selesai Izora bicara Andre bangkit lalu mendorong pelan adiknya melewati pintu dan langsung menutupnya. Andre menghela lelah. Ia kembali menidurkan diri, telinganya terasa pekak dari tadi.

"Abang!" teriakan menggelegar penuh sayang membuat Andre yang tadinya memejamkan mata, harus terbuka paksa.

"Untung sayang." Itu suara Riani, mamanya. Andre bangkit, berjalan malas keluar kamar menghampiri mamanya.

"Ada apa, Ma?" tanya Andre.

"Itu baju di balik dulu dong, Bang. Kebiasaan ah," tegur Riani.

"Tadi pagi Mama ketemu sama Bundanya Qhela pas nyiram tanaman. Dia bilang kalau Qhela suka banget sama kue buatan Mama. Nah, Abang bawain kue ini buat Qhela, ya?" Riani menyodorkan kotak dengan plastik transparan di bagian atas. Brownies di dalam sana terlihat sangat cantik.

Andre menghela napas, kemudian mengangguk. Ia membalik bajunya sebentar lalu mengambil kotak itu dari tangan Riani. Berjalan ogah-ogahan melewati pintu.

Andre mengetuk pintu kayu itu perlahan. "Permisi!" Sudah hampir mirip seperti tukang pos.

Terdengar pintu dibuka tergesa. Hanna muncul dengan wajah panik dengan mata berkaca-kaca.

"Nak Andre, Qhela hilang!"

Mata Andre membulat, tak butuh waktu lama otaknya mencerna informasi itu. Ia langsung menyerahkan kotak kue dan tanpa sepatah kata pun langsung berlari menuju garasi. Mengambil sepeda.

Kamu ke mana, Qhel? batinnya cemas.



























































[Keep Smile😊]

🍁Pojok Curhat:

Sudah lama nggak update! Readers kalian jan kabur oke. Ini lagi berusaha buat update lagi, aku lagi ujian akhir semester gaesss. Jadi ya gitu, nulis sesempetnya aja:)

Oh iya, jangan sungkan kasih kaisar ya~


Second Love : Aku atau Masa Lalumu!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang