30. Kembali ke Rumah

106 7 0
                                    

Ketukan berulang pada permukaan meja belajar terdengar di kamar lengang itu. Sesekali Aqhela mendecak. Padahal Andre telah memperingati agar tidak terlalu memikirkan itu.

Pintu kamar berderit saat gadis itu masih sibuk dengan pikirannya. Hanna menghampiri Aqhela.

"Sayang," panggil Hanna.

"Eh, Bunda." Aqhela tersadar. Ia tak tahu Hanna ada di sana.

"Lagi mikirin apa? Dari tadi Bunda panggil buat makan malam enggak nyahut," tanya Hanna. Ia menghela napas.

Aqhela menggeleng. "Cuma pusing pelajarannya susah, Bun."

Hanna berjongkok di depan Aqhela, meraih kedua tangan putrinya itu. Raut wajahnya khawatir, bukan sekali dua kali ia melihat Aqhela melamun. "Kalau ada apa-apa tolong cerita sama, Bunda. Jangan disimpen sendiri ya, Sayang."

Aqhela tersenyum sembari mengangguk. "Tapi serius aku enggak lagi mikirin apa-apa kok."

Hanna bangkit, ia mengelus puncak kepala Aqhela dengan sayang. "Ya udah, kalau udah laper keluar ya."

Hanna berjalan akan keluar kamar, Aqhela memikirkan sesuatu. Mungkin itu akan memicu ingatannya kembali. Ya, ia harus mencoba.

Tepat saat Hanna sudah akan menutup pintu kamar, Aqhela memanggil. "Eh, Bun ...."

"Iya?"

"Qhela boleh enggak besok ke rumah lama?" Ia penuh harap.

"Buat?" Hanna terlihat curiga, bukankah mereka pindah ke sini untuk mengubur kenangan buruk yang ada di rumah itu?

"Qhela kangen Ayah, Qhela kangen lari-larian di ruang kerja Ayah. Dulu Qhela suka banget ngegoda Ayah, nyuruh berhenti kerja supaya kita bisa piknik di belakang rumah. Emang Bunda enggak kangen?" jelas Aqhela. Ia tersenyum mengingat semua kenangan itu. Indah.

Hanna tersenyum lembut, ia mengangguk. "Iya, besok Bunda temenin ya?"

Aqhela sebenarnya ingin pergi sendiri, tapi kalau dia melarang akan jadi sangat mencurigakan. Ia harus lebih berhati-hati agar Hanna tak curiga, apalagi sampai tahu.

"Iya."

***

"Pak, ini 'kan udah mau ulangan nih? Masa kita harus ngerjain tugas tambahan?" protes Abil. Semua ikut mendukung, meski tahu jika Abil itu orang yang malas mengerjakan tugas. Siapa yang ingin menambah beban di otak dengan tugas tambahan seperti ini?

"Justru karena kalian mau ulangan penaikan kelas, ya tugas ini sebagai latihan kalian buat lebih mantap menghadapi ujian, betul tidak?" seru guru Biologi itu semangat.

"Yah ... Pak," keluh satu kelas.

Pak guru mengibas-ngibaskan tangan di depan wajah, tak ingin mendengarkan protes lagi. Lalu, keluar kelas menandakan bahwa kelas sudah usai.

Aurel menoleh ke arah Aqhela. "Qhel, kita jalan yuk? Itung-itung menyegarkan otak sebelum perang sama buku-buku ini." Ia membanting buku tulisnya.

"Ayo, ke mana? Tapi aku enggak bisa lama-lama ya. Mau pergi sama Bunda."

"Sip! Lu ikut aja deh pokoknya." Aurel semangat membereskan buku-buku tulisnya.

Inge yang ada di bangku belakang mencolek keduanya sembari tersenyum lebar. "Aurel yang traktir, kita makan-makan. Pokoknya lu harus ngasih kita PJ."

Second Love : Aku atau Masa Lalumu!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang