41. Sia-sia

94 7 0
                                    

Aqhela membanting pelan tumpukan kertas berkliping ke meja bar. Mereka sedang berada di kafe, hanya sedikit pelanggan yang datang di pagi hari.

Aqhela dan Andre menatap Dika, penuh harap. Lelaki itu baru keluar dari rumah sakit kemarin, tentunya dengan tangan menggunakan arm sling.

Dika berkedip dua kali. "Ke-kenapa kalian ngeliat gua kayak gitu."

Mereka tak bersuara. Menambah kebingungan Dika, Aqhela menunjuk dengan dagunya. Dika mengikuti arah yang ditunjuk Aqhela. Ia mengernyit heran, tak mengerti maksudnya.

Aqhela menghela napas lelah. "Kamu coba periksa laporan keuangannya."

Dika menganga lebar, ia tertawa tertahan. Merasa sedikit miris. "Gua emang ana IPS, ta-tapi 'kan gua sering bolos waktu pelajaran ekonomi. Mana ngerti woi!"

Dika tak habis pikir mengapa kedua temannya itu menyerahkan urusan seperti ini padanya, mendengar pengertian inflasi saja dia sudah mengantuk apalagi mempelajari siklus akuntansi. Bisa-bisa otaknya mengepulkan asap. Korslet.

Aqhela menghela napas, mengambil berkas itu dan membaca apa saja yang ada di sana. Ia sama sekali tidak mengerti, yang ia tahu di sana hanya terbubuh tanda tangan ayahnya selaku auditor yang memeriksa keuangan perusahaan.

"Terus gimana dong?" Ia cemberut, merasa sia-sia punya dokumen itu.

"Eh, kalian ngapain di sini enggak kerja?" Bang Erza berseru galak. Ia mendekat, menghela napas melihat kumpulan muda-mudi itu. "Kalian ini nyusahin aja kerjaannya."

Aqhela menatap cemberut. "Maaf ya, Bang."

Lagi-lagi Erza menghela napas. Ia lalu mengalihkan pandang pada dokumen yang dipegang Aqhela. "Itu laporan keuangan punya siapa?"

Aqhela menatap dokumen yang ada digenggamnya, lalu sebuah ide terpatri. "Bang Erza ngerti laporan keuangan?"

Erza mengangguk mantap tentu saja ia tahu. Ia sendiri yang meng-handle segala tetek-bengek perihal keuangan di kafe ini. Tentu itu hal yang mudah buatnya.

"Coba baca ini." Aqhela menyodorkan dokumen penuh antusias. Ia begitu bersemangat, akhirnya bantuan datang.

Erza menerimanya, mulai membalik halaman demi halaman. Selang beberapa lama membaca dokumen itu, ia mengembalikannya pada Aqhela.

Mereka bertiga lalu menatap Ezra penuh keingintahuan. Orang yang ditatap malah balik menatap dengan tatapan bingung.

"Apa yang kalian lihat?" tanya Ezra tak paham, apakah di wajahnya ada yang aneh?

"Jadi gimana laporan keuangannya, Bang?" tanya Dika tak sabaran.

Erza mengendikkan bahu. "Apanya yang apa? Laporannya baik-baik aja kok, mereka laba enggak rugi."

Aqhela menautkan alis, tidak mungkin tidak ada apa-apa. Ia yakin sekali ayahnya pasti mengetahui sesuatu tentang perusahaan itu sehingga ia harus berakhir dengan tragis seperti itu.

"Enggak ada yang janggal?"

Erza terlihat berpikir sebentar, kemudian merogoh saku celananya. Mengambil ponsel, kemudian sibuk menyimak ponselnya.

Ia kemudian menatap ketiga remaja itu. "Beneran nggak ada apa-apa, keuangan perusahaan mereka stabil dari tahun ke tahun."

"Dari mana Bang Erza tau?" Aqhela tidak mengerti sama sekali.

Erza mengangkat ponselnya di depan ketiga remaja itu, menampilkan file dokumen keuangan tahun sebelumnya.

Aqhela kembali mengernyit. "Semuanya ada di internet?"

Second Love : Aku atau Masa Lalumu!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang