22. Awkward

137 10 0
                                    

Jam berdenting menunjukkan pukul delapan malam. Aroma nasi goreng menguar membuat gadis yang tadinya mengunci diri itu membuka pintu. Ia berjalan pelan ke dapur, mendapati lelaki yang sudah berganti pakaian dengan kaos oblong berwarna hijau tosca itu sedang memasak.

Ia berjalan menuju meja makan. Lelaki itu sudah selesai mengaduk nasi dan meletakkan di atas piring. Ia taruh sepiring di depan Aqhela yang mulai duduk.

Aqhela terkekeh. "Aneh banget makan nasi goreng malam-malam." Ia mengambil satu suapan. Memang sih perutnya sudah keroncong karena sedari pagi belum tersentuh nasi.

"Cuma tau buat nasi goreng," jawab lelaki itu yang kini makan dengan khidmat.

Mereka tak banyak bicara, fokus makan hingga piringnya tandas. Andre berjalan menuju wastafel.

"Eh, aku aja yang cuci piring." Buru-buru gadis itu menuju wastafel. "Udah sana, belajar atau nonton kek."

Andre masih bergeming, ia sama sekali tak minat menonton acara tivi. Aqhela memutar bola matanya, lelaki di depannya sepertinya memang jelmaan kanebo---kaku. Aqhela tersadar, ada yang aneh. Ia memandang Andre dari ujung kaki hingga kepala.

Lelaki yang merasa ada yang tidak beres itu ikut memperhatikan penampilannya. Ah, sial! Ia lupa kalau ini bukan di rumah. Kebiasaan buruknya menggunakan baju terbalik ternyata tak tahu tempat.

Andre yang kikuk refleks membuka bajunya di hadapan Aqhela. Aqhela terbelalak, segera menutup matanya. Apa-apaan yang tadi ia lihat! Ya ampun Andre benar-benar membuatnya ingin menghilang saja. Ini memalukan!

Andre yang tersadar akan tingkah konyolnya langsung membalik bajunya dan memakainya kembali. Tak perlu aba-aba, lelaki itu kini melesat masuk ke kamarnya.

Aqhela menghela napas. "Tadi itu apa?" Ia berjongkok, memeluk piring kotor yang ingin dicucinya. Lalu greget sendiri, malu membayangkan apa yang baru saja terjadi.

***

Matanya sama sekali tak bisa terpejam, Aqhela menggeliat merasa kurang nyaman. Ia memutuskan untuk menonton film saja. Mungkin film detektif cocok untuk membantunya mencari ide harus dari mana menyelidiki hal yang ia sangat harapkan terungkap.

Ia berjalan menuju depan tivi, langsung mencari CD film yang dikoleksi ibunya. Ya, Hanna seorang maniak CD. Mulai dari film hingga musik ibunya mengoleksi, sebenarnya Aqhela sama sekali tak tertarik, tetapi dari pada otaknya pusing mencari kesibukan mending dia mengutak-utik koleksi ibunya itu. Pilihannya jatuh kepada film berjudul Zodiac. Entahlah, ia cuma mengambil asal.

Film terputar bersamaan dengan decit pintu yang membuka. Aqhela menoleh, mendapati Andre yang keluar dari kamar. "Enggak bisa tidur?" tanyanya.

Andre mengangguk, duduk di sebelah Aqhela. Tentunya ia sudah ingat untuk tak memakai baju terbalik. Hampir setengah dari film terputar, tetapi tak ada yang buka suara.

"Tadi waktu pagi bolos ke mana?"

"Hah?" Aqhela menoleh. Andre tanpa angin tanpa hujan tiba-tiba bertanya.

"Ke mana?" Aqhela gelagapan. Ia tak tahu harus bilang apa.

"Oh, itu. Jajan ke kantin sama Dika."

Raut wajah Andre seketika berubah, terlihat tak suka saat nama itu disebut. "Jangan terlalu dekat sama dia."

Aqhela mengerutkan kening. Memangnya siapa dia berani melarangnya untuk bergaul dengan siapa saja. "Dika baik kok."

Andre berdecak. "Bawa pengaruh buruk."

Aqhela merasa tak suka dengan penilaian Andre. Ia memilih berlalu masuk ke kamar daripada harus berdebat dengan Andre. Lelaki itu mulai jadi sosok menyebalkan. Hubungan mereka kadang seperti magnet lalu berubah jadi layangan. Di saat Aqhela mencoba memahami Andre, lelaki itu menjauh. Di saat Andre mencoba memahami Aqhela, gadis itu malah dibuat kesal. Sungguh keanehan yang nyata.

***

Aqhela sudah berdiri di luar pagar menunggu seseorang. Namun, orang yang ditunggu tak kunjung datang. Andre sudah mengeluarkan sepedanya dari garasi rumahnya. Pagi-pagi sekali ia ke rumahnya untuk mandi dan berganti pakaian. Sedangkan, Izora membawakan sarapan untuk Aqhela. Gadis itu merasa beruntung punya tetangga yang mau menjaganya.

Andre berhenti mengayuh sepedanya di depan Aqhela. "Tunggu siapa?"

"Kamu duluan aja." Andre tak mendapatkan jawaban yang dia inginkan. Tepat saat Andre sudah akan mengayuh sepedanya, sebuah sepeda motor melaju dan berhenti di depannya dan Aqhela. Ya, pengendaranya adalah Dika.

"Jeng  ... Jeng  ... Jeng," seru lelaki itu menyodorkan helm ke Aqhela. Gadis itu menerimanya.

Aqhela melirik Andre, lelaki itu sudah setengah mati menahan ekspresi agar tak terlihat kesal.

"Duluan ya, Ndre," ucap Aqhela bermaksud mencairkan suasana. Ia sudah naik ke motor saat Dika sudah membalikkan motornya.

Dika melakukan motornya tanpa berniat berpamitan dengan Andre, meliriknya saja tidak sama sekali. Ia menganggap Andre tidak ada.

Andre yang tak mau kalah pun mengayuh sepedanya sekuat tenaga hingga menyalip motor Dika. Dika yang merasa ditantang juga ikut menancap gas yang membuat Aqhela terpekik. Ia memukul lengan Dika, ia tak mau mati muda.

Aqhela memeluk erat pinggang Dika dan memejamkan mata sangking takutnya. Ia tak sadar jika sudah sampai di parkiran sekolah.

Andre yang melihat itu merasa kepalanya mendidih. Aqhela tersadar, ia dengan segera melepas pelukannya dan turun dari motor. Melepas helm-nya segera. Andre sudah lebih dulu berlalu, ia merasa aneh dengan semua itu.

"Makasih ya, Dik. Aku duluan." Aqhela setengah berlari menghampiri Andre untuk ke kelas barengan.

Ia berjalan menyamai langkah lelaki itu. "Ke kelas bareng ya." Gadis itu mengumbar senyum.

Andre sama sekali tak menggubrisnya, lalu kemudian berbelok dengan tiba-tiba. Aqhela menatap punggung yang menghilang masuk ke toilet itu. Aqhela mengerutkan kening. Apa ada yang salah?

Ia menggeleng, tak mau ambil pusing. Di lanjutkannya langkah kaki menuju kelas. Di tengah perjalanannya, dengan heboh dua perempuan dengan senyum merekah itu menghampirinya.

"Duh, Qhel. Lu ke mana aja sih kemarin?" tanya Inge merangkul gadis itu.

"Iya, kemarin pagi enggak masuk, pas istirahat ngilang entah ke mana," jelas Aurel.

"Ah, itu. Ada urusan doang sih. Sebentar juga, 'kan?"

"Gara-gara lu ngilang mulu gua enggak bisa ghibah sama lu, Qhel. Tau enggak kalau Aurel pa—"

Belum sempat Inge menyelesaikan ucapannya, mulutnya sudah disumpel dengan tangan oleh Aurel. Ia menyeret Inge sambil mengomel.

"Dih, jangan jadi ember bocor ya lu. Nanti satu sekolah tau.

"Hmmpp." Inge meronta-ronta, Aqhela hanya tertawa tak berniat membantu. Inge menggeliat hingga terlepas dari cengkraman Aurel. Ia berlari sembari berteriak.

"Aurel pacaran sama Abul. Hahaha."

Aku melongo tak percaya. Apa aku tak salah dengar? Padahal dua orang itu sama sekali tak pernah akrab jika bertemu.

"Inge! Kaleng rombeng awas ya lu!" Aurel mengejar Inge yang sudah tertawa-tawa merasa senang membongkar aib Aurel.

"Serius? Demi apa?" Aqhela berlari, ikut mengejar menapaki anak tangga menuju kelasnya di lantai dua.



[Keep Smile 😊]






Second Love : Aku atau Masa Lalumu!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang