Ketukan pintu yang terdengar mengeras membuat Aqhela terbangun. Ia menatap sekitar berusaha mengumpulkan nyawanya yang terasa masih mengambang. Apa? Tadi hanya mimpi? Ia merasa itu sangat nyata. Bahkan, bayangan wajah gadis itu masih terngiang jelas.
Aqhela melirik jam yang tergantung di dinding kamar. Sudah pukul sebelas, siapa yang bertamu semalam ini?
Aqhela menyeret langkah, sebenarnya sangat mengantuk dan malas untuk membuka pintu. Namun, siapa tahu orang yang sedang mengetuk itu mempunyai keperluan yang amat mendesak. Aqhela memutar kunci, lalu membuka pintu perlahan.
"Assalamu'alaikum, Sayang. Aduh, maaf yah. Bunda pasti bangunin kamu." Hanna mengecup kening Aqhela saat sudah masuk ke rumah.
"Ternyata Bunda, kirain siapa. Soalnya kan biasanya langsung masuk gitu."
"Bunda lupa bawa kunci. Ya, tadi buru-buru." Aqhela hanya ber-oh ria. Ia meminta izin pada Bundanya untuk kembali tidur.
Saat di kamar, pikirannya malah ke mana-mana. Soal mimpi tadi, di mana ia pernah melihat gadis itu? Rasanya tidak asing.
Ada satu hal yang menarik perhatiannya, seberapa dekat Andre dan gadis itu? Tidak, tidak, tidak. Aqhela tidak berhak menanyakan itu. Aqhela bukan siapa-siapa untuk Andre.
Mungkin ia terlalu kepikiran dengan Andre, sehingga mimpi seperti itu menghampiri tidurnya. Ia yakin itu. Ia harus mengalihkan pikirannya, tetapi ada satu hal yang patut dipertimbangkan. Tips dari gadis di mimpinya itu bisa dicoba. Ya, mencoba tak mengapa, bukan? Lagian tak ada salahnya.
Aqhela meraih jam wekernya. Menyetel alarm lebih pagi agar ia bisa membuat kue. Dengan begitu, ia juga bisa membuat sarapan untuk bundanya. Ia tersenyum lebar, semoga saja dengan cara ini Andre dapat memaafkannya.
***
Sodoran kotak bekal membuat Andre mendongak, matanya langsung menatap gadis yang kini tersenyum. Sangat indah.
"Maaf ya, Andre." Andre mengerutkan kening. Sangat bingung.
"Buat?"
"Kemarin kamu marah gara-gara kertas tugasnya aku jatuhin, 'kan? Beneran, aku nggak sengaja. Sebagai permintaan maaf, terima kuenya ya." Aqhela berkata dengan intonasi pelan. "Maaf banget."
"Hmm." Sebenarnya Andre tak bermaksud marah, ia hanya menghindar tak ingin ditanya soal keceplosannya salah menyebut nama. Jujur, dia tak sadar. Ia terpesona dengan senyum Aqhela yang mirip ....
Andre menggeleng cepat. Mereka berbeda, sangat. Ia tak ingin menganggap atau menyamakan mereka, itu terlalu menyakitkan.
"Aku juga udah salin ulang tugasnya, jadi kapan kita lanjut ...," ucap Aqhela menggantung takut-takut Andre keburu malas berurusan dengannya.
"Pulang sekolah." Andre mengambil gigitan pada kue, ia tersenyum tipis lalu melanjutkan memakan cupcake-nya.
Aqhela tersenyum lebar, sepertinya Andre sudah memaafkan. Ia pikir kuenya akan terasa aneh, entah terlalu manis atau hambar. Ia terlalu memusingkan hal-hal yang belum tentu terjadi.
Satu hal yang kini ada dipikiran Andre, mengapa gadis yang kini duduk di sampingnya itu tahu cara meredam rasa kesalnya? Bukankah itu aneh, sangat. Andre tidak ingin terlalu memikirkannya. Namun, detik ini juga ia seakan candu melihat senyum itu. Senyum tulus dari seorang Aqhela, ia menyukainya. Maksudnya suka melihat lekukan indah pada wajah gadis itu. Bolehkah ia menjaganya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Love : Aku atau Masa Lalumu!
Fiksi Remaja[Belum Revisi] [15+] PLAGIAT DILARANG MENDEKAT Sebuah cerita tentang gadis rapuh yang ingin menemukan kebahagiaannya. Berusaha mengubur kisah kelabu yang telah ditulis dalam takdirnya, ia ingin melupakan itu. Namun, seberapa kuat ia berlari sekuat...