Tak pernah Aqhela merasa sebahagia ini sejak kematian ayahnya. Ia merasa apa yang selama ini ia cari kini ketemu. Ya, titik dari segala titik permasalahan di hidupnya. Mereka harus dihukum setimpal.
"Hari ini sidang perdana pembacaan dakwaan. Bunda akan pastikan mereka dapat hukuman yang berat."
Aqhela tersenyum mendengar kabar itu, ada getaran haru di dalam hatinya. "Pulang sekolah aku langsung ke sana ya, Bun? Bareng sama Andre dan Dika."
"Iya, Sayang. Semangat ya belajarnya. Enggak ada lagi yang perlu kamu pikirin." Jika Hanna sedang berada di tempat yang sama dengan putrinya, ia akan mengelus rambut Aqhela dan mengatakannya dengan hangat. Seolah ingin menyampaikan 'Bunda di sini, selalu ada untuk kamu'.
"Hu'um." Aqhela menutup panggilan. Ia bersenandung senang memasuki ruang kelas. Berjalan riang menuju kedua sahabatnya.
Langkahnya terhenti, ekspresinya langsung berubah ketika melihat Aurel menangis.
"Ada apa, Rel?" tanya Aqhela panik.
Aurel menggeleng, ia mencoba tersenyum. "Gua keluar dulu ya."
Aqhela dan Inge menatap kepergian Aurel yang melesat begitu cepat. Gadis itu tidak mungkin menangis tanpa sebab, Aurel adalah gadis yang kuat. Jika ia menangis berarti ada sesuatu yang membuat ia tidak bisa lagi menahan kesedihannya.
"Aurel kenapa, Nge?"
Inge mengendikkan bahu, ia juga tidak tahu-menahu. "Gua juga baru datang."
Kedua gadis itu melihat ke arah pintu saat seseorang masuk dengan berisiknya. Aqhela dan Inge langsung saling pandang, mereka memikirkan hal yang sama.
Inge berdiri dari duduk, tanpa basa-basi menghampiri Abil dan langsung mencengkram kerah baju cowok itu. "Lu apain Aurel?!"
Aqhela di sampingnya pun melotot meminta penjelasan. Abil menatap keheranan, perasaan dia baru saja menginjakkan kaki? Mengapa ia jadi tertuduh!
"Kalian ngomong apaan sih!" Abil menghentak pelan tangan Inge.
"Kalian baik-baik aja?" tanya Aqhela dengan muka polos.
Abil mengernyit. "Gua sama Aurel? Ya iyalah, bahkan kita sayang-sayangan. Kalian kenapa sih?" Ia berkacak pinggang.
"Lah, terus Aurel kenapa?" Inge benar-benar tidak tahu mengapa sahabatnya itu tiba-tiba menangis.
"Kok tanya gua?"
"Lu 'kan pacarnya!" seru Inge.
"Tapi lu 'kan sahabatnya!" Abil tak mau kalah.
Inge sangat geram, ia jadi ingin mencakar muka Abil. "Huh, kesel gua sama lu!"
Inge beranjak menuju kursinya, bisa habis kesabaran yang ia miliki kalau terus berhadapan dengan Abil. Aqhela ikut mengekori.
***
"Makasih ya Tante." Aqhela tersenyum, ia memutus panggilan. Gadis itu baru saja menghubungi Riani—Ibu Andre untuk memastikan Nanda baik-baik saja. Hari ini ia harus menitipkan adik angkatnya itu karena ingin ke pengadilan.
Mereka bertiga turun dari taksi, menunggu di pintu depan ruangan persidangan, menunggu Hanna mengantar kabar baik.
Tak butuh waktu lama, persidangan selesai. Hanna keluar dari ruangan dengan wajah penuh bahagia. Ia langsung memeluk Aqhela. Hanna menatap lekat manik gadis itu, mengelus pelan puncak kepalanya.
"Enggak ada lagi yang perlu dikhawatirin."
Aqhela tersenyum, ia paham maksudnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Love : Aku atau Masa Lalumu!
Dla nastolatków[Belum Revisi] [15+] PLAGIAT DILARANG MENDEKAT Sebuah cerita tentang gadis rapuh yang ingin menemukan kebahagiaannya. Berusaha mengubur kisah kelabu yang telah ditulis dalam takdirnya, ia ingin melupakan itu. Namun, seberapa kuat ia berlari sekuat...