TAMU TAK DIUNDANG

763 65 0
                                    

"Anjir si vano beneran nganterin tuh cewek?" Tanya Bryan kepada teman temannya begitu sampai di parkiran markas Alaska.

"Iya lah" jawab axel tak mau ribet, memang cowok yang satu ini salah satu anak yang simpel dan gak mau ribet.

Yoga kemudian tercengang atas jawaban axel yang singkat tapi jelas itu.

"Kayaknya si vano udah mulai klepek klepek deh sama si tistha, anjir, kalah cepet gue"

"Kalah cepet mata lu, dilirik tistha aja nggak eh mau ngarep jadi pacar dia, eh bukan pacar jadi babunya aja kayaknya lo nggak bakal bisa"

"Anjir kadang bener aja kata lu yan, savage!"

Ketiga cowok itu kini mulai memasuki markas dan duduk di sofa ternyaman milik mereka.

"Eh ngomong ngomong, temennya tistha juga cantik ya! Mau kepoin lah besok besok!" Jiwa jiwa playboynya bryan kini sudah muncul kembali ternyata.

"Siapa?" Kini axel membuka suara, dia hanya penasaran.

"Itu loh yang tadi nabrak kamu!"

"Oh itu!"

"Bentar! Lo kenal xel, anjir lo kenal kok nggak bilang bilang, yahh, yan kalah start lo"

"Nggak nggak kenal" lanjutnya jutek.

◇◇◇

Vano kini memarkirkan motornya di tempat biasanya.

"Turun" perintahnya.

"Tanpa lo suruh turun juga gue mau turun, lagian siapa juga yang betah duduk di atas motornya orang gak punya hati kayak lo!" Tistha cukup kesal dengan perlakuan vano yang memperlakukannya sebagai babu, khususnya untuk dua bulan kedepan.

"Udah?"

"Udah, kenapa masih mau denger gue ngomong?" Sumpah cewek satu ini berani sekali menantang seorang prasatya al devano, sang kaptem basket sma garuda. Padahal teman temannya saja enggan untuk mengusiknya.

Sampai akhirnya tistha di buat terpaku. Pasalnya cowok itu kini memegang kepala cewek itu dan menatapnya dalam dalam.

"Nggak usah geer!" Kini pandangan vano menuju klip helem yang masih terkunci di bawah dagunya kemudian membukannya.

"Gue nggak mau aja lo pulang bawa helem gue"

Tistha masih terdiam seribu bahasa. Kenapa cowok ini selalu membuatnya kesal.

"Terserah!"

Sementara vano hanya menyudutkan bibirnya.

"Ngeselin banget jadi cowok" gumannya sambil berjalan menjauh dari vano.

"Gue denger!" Katanya yang masih sibuk mengunci helem di wajahnya.

Sejenak tistha berhenti dengan mata yang sedikit ia pejamkan. Dia kembali menyusuri jalanan sore itu, sampai akhirnya rumah berwarna putih tulang itu terlihat, dengan gerbang sederhana di depannya.

Tampak ada tiga motor yang terparkir rapi di halaman rumahnya. Kejutan yang tak ia inginkan hadir saat tistha membuka pintu rumahnya.

"Baru pulang lo?" Kata Daniel yang sedang asik memakan kacang kulit.

"Iya, kenapa?" Kini pandangannya mulai menelusuri wajah dari keempat pria yang ia kenal di dalam rumahnya. Ada bagas, lengkapnya Bagaskara pratama lalu di sebelahnya ada el, Elderano altariq tepatnya, lalu ada iyan, namanya hanya iyan, ya iyan saja. Sampai sudut matanya tertuju kepada pria yang kini sedang menatapnya.

DEVANO [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang