PENGAKUAN

666 38 1
                                    

Pagi itu tistha sudah berada di meja makan. Bersama dengan roti lapis yang sudah di sediakan.

"Pagii!" Sapa daniel yang tumben sedang bangun pagi, sambil mengacak acak rambut tistha.

"Tumben sepagi ini, biasanya juga nunggu gue siram air sekebon baru bangun!"

"Ya elah, gw bangun pagi lo komenin, gw bangun siang lo komenin, bisa nggak sih lo tuh diem aja liat gw kayak gini, lagian dah segini lamanya lu kayak kagak tau karakter gue aja yang kumat kumatan kalo rajin!"

"Iya deh, iya! Lagian kak"

Kini daniel mulai mengambil makanan di depannya.

"Apa?"

"Lo tuh aneh belakangan ini, biasanya apapun yang menyangkut tentang vano, lo bakal marah marah kaya orang kesurupan, but sekarang lo kenapa kayak fine fine aja?"

"Bukannya harusnya lo seneng! Lagian gw udah capek ngomongin adek membangkang kayak lo, berasa gagal jadi kakak yang baik tau nggak lo!"

"Ihhh kok gitu!"

"Setiap kali gue bilang jangan pernah ada hubungan sama tuh cowok apa yang lo lakuin, lo justru bela belain dia terus, and ya now you look, your dating for him!"

"Emang salah ya?" Tanyanya sambil mengunyah roti lapisnya.

"Banget bego, gue cuma pesen satu sama lo dan kali ini, lo harus nurut!" Daniel tampak serius.

Tistha memberhentikan aktivitasnya dan menatap kakaknya.

"Jangan terlalu nyaman sama vano, gue nggak mau hal yang gue takutin terjadi, pokoknya jangan sering sering jalan sama tuh cowok!"

"Posesive banget perasaan punya kakak satu!"

"Ya itu demi kebaikan lo, udahlah nurut aja, atau lo mau putus sama__"

Belum selesai bucara suara klakson membuyarkan fokusnya. Tistha langsung menenggak susu hangat dan meraih tasnya sewot.

"Berangkat dulu ya kak, dahhh!"

Tistha langsung ngibrid keluar rumah.

"Anak dakjal memang kau dek!"

Terlihat sudah ada motor besar terparkir di depannya.

"Pagii" sapa cowok di atas motor itu, sambil merapikan rambutnya.

"Pagii"

"Buru buru banget sampe belepotan gitu, dasar bocah!"

Vano langsung mengelap bekas susu yang ada di bibir tistha. Seketika pipinya merah begitu saja.

"Ya biasa aja kali, nggak bisa banget lo gue perlakuin romantis dikit, malah langsung salting!"

Vano terkikik melihat wajah tistha.

"Biasa aja"

"Biasa aja tapi pipi lo udah terlanjur merah!"

"Arghhh udahlah, jadi berangkat nggak nih, atau gue jalan kaki!"

Vano langsung menyodorkan helemnya dan langsung dipakai oleh tistha.

"Scrubnya dongo!" Vano langsung mengencangkan csrub helem yang tistha pakai.

"Ekhem, harus banget uwu uwuan sepagi ini, liat jamnya berapa, terlambat mampus lo pada!" Tiba tiba daniel datang menaiki motornya.

"Ihhh lo tuh, arghh!" Tistha merasa kesal dengan kakaknya itu.

"Jagain adek gue, ampe lecet dikit, lo berurusan sama gue, pokoknya kalo tistha kenapa napa, idup lo nggak bakal tenang!"

DEVANO [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang