Happy Reading!
Sorry for typo.
***
"Udahlah, kita bahasnya besok aja, pusing gue. Gue mau balik." Zeva meraih ponsel dan tas kecilnya yang tergeletak di atas meja.
Gladyz memijat kepalanya yang berdenyut dan terasa pusing. Dia, Zeva, dan Yoga berusaha memecahkan arti dari kalimat aneh yang dikirimkan padanya dan Zeva.
"Yaudah, besok kita bahas di sekolah," ujar Yoga.
"Gue balik, ya, sampai jumpa besok," pamit Zeva lalu segera berlalu keluar rumah
Gadis itu berpapasan dengan pria dan wanita paruh baya di depan pintu. Dia tersenyum tipis untuk menghormati mereka sebagai orang tua dari Yoga bukan sebagai ayah dan ibu tirinya.Riki dan Ajeng alas tersenyum. Ajeng masuk terlebih dahulu, sedangkan sang suami masih berdiri di depan pintu menatap punggung gadis tadi yang wajahnya mengingatkan Riki pada seseorang di masa lalunya.
Setelah Zeva benar-benar pergi barulah Riki menyusul masuk. Dilihatnya sang istri tengah berbincang dengan anak dan menantu di sofa ruang tamu. Lelaki paruh baya itu ikut bergabung.
"Tadi siapa?" tanya Riki. Dia sudah melarang Yoga dan Gladyz membawa siapa pun ke sini agar pernikahan dini mereka tak ketahuan oleh orang lain selain keluarga.
"Itu Zeva, sahabat aku dan Gladyz," jawab Yoga yang bisa dibilang tak sepenuhnya jujur karena Zeva bukan hanya sebatas sahabat, melainkan adiknya. Namun, Yoga enggan memberi tahu jika Zeva adalah anak dari istri pertama ayahnya yang selama ini menghilang.
"Mama, papa, bunda Riri, sama ayah Ferdi udah larang kalian untuk gak bawa teman ke sini? Kenapa gak dengerin?" Ajeng menatap kedua remaja itu secara bergantian, menuntut penjelasan.
Gladyz menceritakan kembali bagaimana Zeva bisa sampai di rumah Yoga dan Gladyz secara detail tanpa dikurangi atau ditambah. Ajeng dan Riki mengangguk-angguk paham.
***
Waktu bergulir begitu cepat, tak terasa satu jam sudah Yoga, Gladyz, dan Ajeng larut dalam percakapan mereka yang begitu random. Mulai bahas cerita Yoga saat kecil, bahas kelakuan Yoga di sekolah dan di rumah, bahkan sampai membahas jumlah cucu yang akan diberikan Yoga dan Gladyz setelah lulus nanti.
Sementara Riki terus diam, mengabaikan tiga orang itu. Pikirannya masih berisi gambaran wajah Zeva yang benar-benar mirip dengan mantan istrinya. Hal itu membuat dia berpikir apakah gadis tadi adalah anaknya.
"Yaudah, mama sama Papa pulang dulu. Kalian baik-baik, ya. Jangan berantem terus," nasihat Ajeng yang kini beranjak berdiri dari duduknya. Disusul Riki yang ikut berdiri.
Gladyz dan Yoga menyalimi kedua orang tua mereka itu. "Hati-hati di jalan, Ma, Pa," kata Gladyz.
"Iya. Mama Papa pamit dulu." Ajeng mengecup pipi Yoga dan Gladyz bergantian, sedangkan Riki masih diam.
"Gladyz anterin Mama ke depan, aku mau ngomong dulu sama Papa," suruh Yoga.
Gladyz dengan senang hati berjalan beririgan dengan sang mertua keluar rumah. Sementara Riki menatap Yoga dengan sebelah alis terangkat.
"Papa kenapa dari tadi diam aja? Mikirin apa?" tanya Yoga yang sebenarnya hanya sekadar basa-basi karena sejujurnya dia bisa menebak isi pikiran ayahnya. Wajah Zeva yang sangat mirip dengan sang ibu, tak menutup kemungkinan jika Riki langsung teringat pada istri pertama yang tak lain adalah ibu Zeva saat melihat wajah Zeva.
"Teman kamu tadi mirip sama istri pertama papa," ucap Riki berkata jujur.
"Istri pertama Papa yang sering Papa ceritain itu namanya siapa, sih? Selama ini Papa gak pernah ngasih tau namanya," tanya Yoga. Memang Papanya sering bercerita tentang istri pertama dan anaknya, tapi tak pernah memberitahu namanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gladyz Love Story [END]
Teen Fiction"Lo mau ke mana? Gue belum ngasih lo hukuman." "Lo ngapain rentangin tangan kayak gitu? Mau gue peluk?" goda Gladyz. "Ck, ini buat nahan supaya lo gak pergi bukannya minta dipeluk," decak Yoga. "Lo minggir atau gue perkosa?" ▪▪▪▪▪ BELUM REVISI! PLOT...