Setelah satu minggu bersantai di rumah akibat diskors akhirnya Gladyz dan Zeva bisa bersekolah kembali seperti biasa. Ketika mereka berjalan melewati koridor kelas sepuluh banyak adik kelas yang menunduk karena takut. Apa yang mereka lakukan satu minggu lalu membuat banyak siswi semakin takut dan berpikir beribu kali untuk membuat masalah dengan mereka.Dua gadis sinting itu malah tersenyum bangga dengan perbuatan mereka. Setelah ini tak akan ada lagi yang berani macam-macam dengan mereka kecuali beberapa kakak kelas yang sok jago di sekolah ini. Sebenarnya Gladyz dan Zeva tidak takut pada anak-anak kelas XII hanya saja mereka masih menghargai dan menghormati orang yang lebih tua, tetapi jika ada yang berani mengusik bisa mereka pastikan nasibnya gak jauh beda dari Gina.
Jam pertama hari ini adalah jadwal pak Daniel guru matematika tampan yang menjadi guru favorite siswi baik kelas X, XI, ataupun XII. Selain parasnya yang menawan cara menyampaikan materi pun cukup mudah dipahami, hingga membuat murid tidak mengantuk saat diberi makan rumus.
Dengan semangat 45 kedua gadis itu masuk ke dalam kelas XI IPA 1 dan segera duduk di bangku masing-masing. Mereka tidak boleh melewatkan pelajaran pak Daniel walau hanya sedetik saja. Selain mendapat ilmu mereka juga dapat bonus, yaitu natap wajah cogan secara gratis.
Bel berbunyi menandakan pelajaran akan segera dimulai. Sekitar sepuluh menit menunggu pak Daniel akhirnya masuk dengan membawa beberapa buku. Para siswi sudah duduk rapi dengan menampilkan senyuman yang paling manis. Sedangkan, para siswa hanya menatap malas para betina yang lagi caper sama guru muda itu.
"Selamat pagi anak-anak," sapa pak Daniel ramah dengan senyum yang tercetak sempurna di wajah putih nan mulus.
"Pagi, Pak," jawab semua murid serempak.
Pak Daniel mulai menjelaskan rumus-rumus yang membuat pusing tujuh keliling, meskipun begitu para siswi tetap menatap dengan serius. Ingat menatap bukan mendengarkan! Mereka hanya sibuk menatap wajah tampan itu sembari berhalu ria, penjelasan sang guru tidak ada yang masuk sama sekali di otak mereka.
***
"Woy, Yoga sini lo!" teriak Zeva ketika melihat Yoga melintas lapangan. Sekarang, dia dan Gladyz sedang duduk di bangku kayu yang berada di pinggir lapangan.
Yoga berjalan santai ke arah mereka dengan kedua tangan dimasukan ke saku celana, dagu sedikit terangkat dengan senyum tipis. Najis dan jijik, dua kata yang mewakili tatapan Gladyz dan Zeva saat melihat Yoga.
"Twins Bokep, ngapain manggil-manggil calon Ustad?" tanya Yoga yang langsung duduk di antara kedua gadis itu.
"Apaan sih? Nama gue itu Gladyz dan dia Zeva bukan Twins Bokep!" tegas Gladyz.
"Kelakuan kayak gini lo bilang calon ustad? Cih, calon pakboi yang ada," sinis Zeva menatap tajam cowok di sampingnya itu. Kemudian, dia dan Gladyz berdiri seraya berkacak pinggang di depan ketua osis yang menurut mereka gak guna.
"Dih, gue gak cocok jadi pakboi. Cocoknya tuh jadi imam salah satu dari kalian," kata Yoga lalu terkekeh pelan. Sinting nih orang.
"Najis," ujar Gladyz dan Zeva serempak.
"Ehh, Pakboi, lo kan yang aduin gue sama Zeva minggu lalu? Ngaku lo!"
"Kalau iya kenapa?" tanya Yoga dengan sebelah alis terangkat, dia ingin tahu apa yang akan kedua gadis ini lakukan padanya setelah tahu bahwa dialah yang mengadukan aksi bullying mereka minggu lalu.
"Mau lo itu apa sih? Suka banget cari gara-gara," tanya Zeva mencoba menahan emosinya agar tidak membunuh orang di sekolah saat ini.
"Mau gue? Lo berdua berhenti buat onar di sekolah ini," jawab Yoga bersekedap dada matanya beradu sesaat dengan mata indah Gladyz. Cantik, batinnya.
"Kami gak akan bikin ulah kalau aja gak ada yang mancing. Jadi, kalau lo mau sekolah ini aman dan damai, lo bisa kasih tahu ke semua siswa-siswi buat gak cari masalah sama gue ataupun Zeva. Oke, paham?" terang Gladyz.
"Lo siapa, ya? Kok berani banget merintah gue?" Kening Yoga berkerut. Dia sengaja memancing emosi dua gadis sinting ini.
"CALON MAKMUM LO!" tandas Gladyz yang langsung menarik Zeva pergi. Dia sudah tidak sanggup adu mulut dengan Yoga, cowok itu terlalu menyebalkan.
"LOVE YOU CALON MAKMUM!" teriak Yoga lalu tertawa puas melihat wajah Gladyz yang tersulut emosi.
Beberapa murid yang hendak melewati lapangan menghentikan langkahnya menatap apa yang terjadi pada ketua osis dan dua badgirl itu. Namun, tak beberapa lama mereka segera melanjutkan kembali langkahnya karena mendapat pelototan dari Gladyz dan Zeva.
***
Gladyz dan Zeva menghentikan langkah tepat di depan pintu gudang tua yang berada tak jauh dari taman belakang sekolah. Zeva melihat sekeliling saat di rasa sudah aman barulah dia dan Gladyz masuk ke dalam. Terdapat banyak meja dan kursi yang sudah rusak dan nampak berdebu di dalam gudang itu.
Mereka duduk di antara puluhan benda-benda itu lalu mengeluarkan sebungkus rokok dan pematik masing-masing. Pematik dinyalakan, mereka mulai menikmati rokok seraya menghembuskan asapnya lewat mulut dan hidung.
Kedua gadis itu menutup mata dan menghirup dalam-dalam asap rokok yang begitu menenangkan. Saat ini, tak ada yang bisa menenangkan pikiran kecuali rokok. Ingin mencoba narkoba, tetapi takut kecanduan dengan barang haram itu.
Karena terlalu asik dengan benda manis itu, mereka sampai tidak menyadari ada yang mengintip dari celah pintu dan memotret apa yang mereka lakukan. Orang itu tersenyum miring lalu bergegas pergi menuju ruang bk untuk melaporkan aksi dua badgirls itu.
"Ke kelas, yuk," ajak Zeva yang sudah bangkit dari duduknya lalu menginjak putung rokoknya. Gladyz juga ikut bangkit lalu melakukan apa yang tadi Zeva lakukan.
"Yaudah, ayo."
Mereka keluar dari gudang itu, tetapi tidak langsung pergi. Mereka berdiri sebentar di depan pintu lalu menyemprotkan parfum ke seragam masing-masing. Kemudian barulah mereka berjalan kembali ke kelas.
☆☆☆
Ruang Rindu, 18 Mei 2020.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gladyz Love Story [END]
Novela Juvenil"Lo mau ke mana? Gue belum ngasih lo hukuman." "Lo ngapain rentangin tangan kayak gitu? Mau gue peluk?" goda Gladyz. "Ck, ini buat nahan supaya lo gak pergi bukannya minta dipeluk," decak Yoga. "Lo minggir atau gue perkosa?" ▪▪▪▪▪ BELUM REVISI! PLOT...