"Bunda, Adyz gak mau pisah." Gladyz sudah menangis tersendu-sendu di pelukan Bundanya. Sebentar lagi dia dan Yoga akan pindah ke rumah baru mereka yang dihadiahkan oleh ayah Yoga.
"Kamu udah nikah, Sayang. Jadi, harus ikut suami kamu," ujar Riri seraya mengusap lembut rambut panjang sang anak. Jujur saja dia juga berat untuk melepaskan putri semata wayangnya itu. Dia pasti akan merindukan sikap manja Gladyz ketika bersamanya.
"Adyz gak mau. Maunya bareng Ayah sama Bunda aja, gak mau sama Yoga dia nyebelin," adu Gladyz.
Riri, Ferdian, Ajeng, dan Riki hanya terkekeh mendengar ucapan Gladyz, sedangkan Yoga hanya memutar bola mata malas lalu kembali mengusung senyum. Lihat saja sesampainya di rumah baru mereka nanti, Yoga akan menyiksa badgirl menyebalkan itu.
"Aku tuh gak nyebelin ihh," ujar Yoga dengan nada manja yang dibuat-buat. Gladyz yang mendengarnya rasanya ingin tertawa, tetapi berusaha ditahan.
"Udah-udah. Gladyz harus mau, ya. Gladyz itu udah nikah jadi harus ikut sama suami. Kalau Yoga macam-macam lapor aja ke mama, oke?" Ajeng berusaha membujuk Gladyz. Akhirnya, Gladyz luluh dan melepaskan pelukannya dari Riri kemudian menyeka air matanya.
"Yaudah deh. Entar kalau Yoga nakal Mama harus hukum dia, ya," pinta Gladyz yang langsung diangguki Ajeng. Gladyz tersenyum sumringah, sedangkan Yoga mengumpat dalam hati.
"Kalau begitu Yoga sama Gladyz pamit dulu. Mama, jaga kesehatan jangan sering-sering marahin Papa entar Papanya ngambek," kata Yoga sembari terkekeh pelan. Ajeng memukul lengan putranya itu cukup keras, tetapi Yoga tidak marah sedikit pun.
"Kamu tuh jangan suka jahilin Gladyz," pesan Ajeng mengelus puncak kepala anaknya.
"Yoga, jagain Gladyz, ya. Kalau dia nakal lagi, hukum aja," tutur Riri yang langsung mendapat delikan dari Gladyz.
"Ihh, Bunda mah gitu," ujar Gladyz cemberut.
"Siap, Bunda!" balas Yoga sambil hormat.
"Kita pamit." Yoga dan Gladyz menyalami orang tua mereka.
"Hati-hati," kata orang tua mereka bersamaan.
"Bun, Ma, Yah, Pa, sering-sering main ke sana, ya," kata Gladyz meraih kopernya lalu menyerahkannya pada Yoga.
"Iya, Sayang," balas mereka semua.
"Bye."
Yoga dan Gladyz keluar dari kediaman keluarga Ginara. Yoga menyeret dua koper, satu kopernya sendiri satunya lagi koper Gladyz. Gladyz sudah berjalan beberapa meter di depan Yoga membuat Yoga merasa jengkel setengah mati.
Awas aja lo, gue siksa nangis lo.
***
Zeva, Reza, dan Azka tengah berada di kantin yang sudah dipenuhi lautan murid kelaparan. Reza dan Azka sesekali saling melempar tatapan tajam, sedangkan Zeva hanya diam sambil menikmati baksonya.
Reza mengelus pelan rambut Zeva hingga gadis itu tersenyum tipis, sedangkan Azka sudah mengepalakan tangannya. Dia bertekad akan memisahkan Zeva dan Reza dan menjadikan Zeva miliknya.
"Va, gue bisa baca pikiran lho." Setelah sekian lama diam akhirnya Azka mengeluarkan suara.
"Masa?" tanya Zeva yang tidak percaya.
Reza memutar bola matanya malas. "Gak percaya gue. Tampang lo kayak tampang pembohong."
"Enak aja kalo ngomong, gue nih orangnya jujur banget gak kayak lo tukang bohong dari lahir," protes Azka.
"Buktiin omongan lo," tantang Reza dengan senyum meremehkan.
"Gue buktiin biar lo puas," balas Azka. "Va, pikiran satu angka," suruhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gladyz Love Story [END]
Novela Juvenil"Lo mau ke mana? Gue belum ngasih lo hukuman." "Lo ngapain rentangin tangan kayak gitu? Mau gue peluk?" goda Gladyz. "Ck, ini buat nahan supaya lo gak pergi bukannya minta dipeluk," decak Yoga. "Lo minggir atau gue perkosa?" ▪▪▪▪▪ BELUM REVISI! PLOT...