"Memendam semua masalah sendirian itu salah satu cara ampuh untuk menyiksa batin."
***
Setelah mengirimkan pesan kepada Zeva saat pulang sekolah, Gladyz langsung mencari keberadaan Yoga. Senyum tipis tercetak di wajah Gladyz saat melihat Yoga berjalan menuju ke arahnya.
Hari ini mereka tidak akan langsung pulang ke rumah, melainkan ke cafe tempat janjian Gladyz dan Zeva. Gladyz akan menanyakan beberapa hal pada Yoga maupun Zeva untuk sekadar memastikan jika yang dibacanya di buku itu memang sebuah fakta.
Yoga memarkirkan motornya terlebih dahulu lalu segera menyusul Gladyz yang sudah masuk duluan. Dia celingak-celinguk mencari keberadaan istrinya. Dahi Yoga sedikit mengkerut saat melihat ada Zeva yang sudah duduk di samping Glady.
"Hai, Va," sapa Yoga yang langsung duduk di samping Gladyz.
"Hai, Ga," balas Zeva kikuk. Jujur dia masih merasa canggung berbicara dengan Yoga karena selama setahun belakangan ini hanya ada pertengkahan di antara mereka, terlebih lagi Zeva sudah tahu jika Yoga adalah saudaranya.
Yoga menoleh ke kanan lalu ke kiri entah mencari siapa. "Sama siapa ke sininya?"
"Sendiri."
"Reza mana?"
"Udah pulang ada urusan keluarga katanya."
Hening. Gladyz menatap lamat-lamat wajah Zeva yang terlihat lebih fresh dari sebelumnya. Gadis itu menghela napas pelan lalu menoleh ke arah Yoga.
Apa benar mereka pernah pacaran? Apa benar mereka saudara? Dua pertanyaan itu terus berkecamuk di benak Gladyz sedari tadi. Jujur saja dia masih belum percaya dengan apa yang dibacanya beberapa jam yang lalu di buku harian Zeva.
"Ohh, iya, Dyz, lo ngapain ngajakin gue ketemu di sini? Tumben banget." Pertanyaan Zeva mampu meruntuhkan keheningan dan kecanggungan yang sedari tadi mendominasi.
"Gue mau nanya ke kalian berdua, tapi gue mohon jawab dengan jujur, ya," jawab Gladyz menatap Zeva dan Yoga secara bergantian.
Perasaan Yoga dan Zeva sama-sama tidak enak. Apakah semua rahasia mereka akan terbongkar sekarang? Setelah bergelut dengan pikiran masing-masing keduanya kemudian mengangguk.
"Kalian pernah pacaran?"
Tepat sasaran. Apa yang dipikirkan Yoga dan Zeva ternyata benar, Gladyz akan bertanya demikian. Keduanya sama-sama bungkam, sedangkan Gladyz masih setia menunggu jawaban.
Dari mana Gladyz tahu akan hubungan yang mereka tutup rapat-rapat itu? Siapa yang memberi tahunya? Apa ada yang tahu tentang hubungan mereka selain Tuhan, mereka berdua, mami Zeva, dan Radit? Rentetan pertanyaan itu berputar-putar di kepala keduanya.
Lagi-lagi Gladyz menghela napas pelan. Kedua orang tersayangnya itu terus saja dia. Apa salahnya untuk berkata jujur?
"Jawab," pinta Gladyz lembut.
Terdengan helaan napas Yoga. Cowok itu memejamkan mata sebentar lalu menatap Gladyz. "Pernah, tapi backstreet."
Gladyz mengangguk lalu berdiri. Dia pindah duduk di samping Zeva yang tengah menunduk. Mencoba merangkul sahabatnya yang rapuh, tetapi berpura-pura tegar.
Gadis itu menyodorkan buku harian yang tadi di sembunyikannya di balik hoodie-nya ke depan Zeva membuat Zeva mendongak menatapnya penuh tanya. Yoga hanya diam menyaksikan apa yang akan terjadi di antara dua sahabat itu.
"Gue udah baca semuanya. Maaf, kalau gue lancang," ucap Gladyz pelan.
"Gapapa, Dyz. Gue tadi niatnya mau ceritain semuanya ke lo, tapi lo udah keburu tau duluan dari buku harian gue," jawab Zeva lembut. Saat merenung di belakang sekolah tadi, dia mendapat sedikit pencerahan. Hatinya berkata untuk bercerita kepada Gladyz, tidak baik terus-terus menutupi kebenaran terlebih dia juga melihat Yoga dan Gladyz yang mulai akur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gladyz Love Story [END]
Fiksi Remaja"Lo mau ke mana? Gue belum ngasih lo hukuman." "Lo ngapain rentangin tangan kayak gitu? Mau gue peluk?" goda Gladyz. "Ck, ini buat nahan supaya lo gak pergi bukannya minta dipeluk," decak Yoga. "Lo minggir atau gue perkosa?" ▪▪▪▪▪ BELUM REVISI! PLOT...