Typo bertebaran, mohon maklumi.
Mon maap kalo part ini agak gaje.
Chapter ini khusus Azka dan Zeva, ya.
Happy Reading:)***
"Karena yang benar-benar tulus tidak akan pergi saat tahu semua kekuranganmu."
***
"Berapa, Mang?" tanya Azka.
Setelah bel pulang berbunyi, Azka mengantarkan Zeva mencari penjual Es Selandang Mayang. Sudah dari semalam Zeva merenggek pada Azka untuk dibelikan Es itu.
"Dua puluh ribu, Mas," jawab Penjual Es Selendang Mayang tersebut dengan senyum ramahanya.
Azka merogoh saku celana abu-abunya lalu menyodorkan uang pecahan sepuluh ribu pada di penjual. Penjual itu menerima uangnya lalu kembali menatap Azka yang sedang tersenyum lebar.
"Kurang sepuluh ribu, Mas," kata si Penjual.
"Emang gak ada yang bisa nerima kekurangan saya," ucap Azka begitu dramatis. Sudut bibirnya melengkung ke bawah.
Penjual tersebut dibuat cengo oleh ucapan Azka, sedangkan Zeva langsung menggeplak kepala cowok sinting kurang belaian di sebelahnya itu.
"Jomblo ngenes mah gini, otaknya rada geser," cibir Zeva.
Azka cenggengesan lalu kembali mengeluarkan uang pecahan sepuluh ribu dari saku celananya. Dia memberikan uang itu pada si penjual. "Maaf, Mang, tadi cuma becanda."
Si penjual menerima uang itu lalu tersenyum kikuk. "Ehh, iya, gapapa."
"Makasih, Mang. Kami permisi," kata Zeva sopan. Dia dan Azka segera menaiki motor lalu melaju meninggalakan si penjual yang kembali melayani pelanggannya.
***
Matahari mulai menampilkan sinarnya. Burung-burung berkicau dengan merdunya mengiringi langkah kaki beberapa pejalan kaki pagi ini.
Azka memarkir mobil kesayangan berwarna merahnya di halaman rumah Zeva. Dia segera turun dan berjalan menuju teras. Hari ini mereka akan berangkat bersama ke sekolah.
Bukannya menekan bel atau mengucapkan salam, cowok berseragam sedikit berantakan itu malah diam mematung di depan pintu. Matanya terpejam lalu menarik napas dalam-dalam. Setelah itu terdengar helaan napas panjang disertai netra indah itu kembali terbuka.
"Zeva, berangkat, yuk!" teriak Azka. Sungguh tidak punya sopan santun sekali cowok satu ini, pantas saja Zeva tidak mau menjadi kekasihnya. Pada umumnya tamu akan mengucapkan salam dengan sopan dan mengetuk pintu, tapi cowok itu benar-benar beda. Kalau begini bisa-bisa ibu Zeva tidak akan merestui Azka menjadi menantunya.
"Salam dulu, Bangke! Gak punya sopan santun banget jadi orang," cibir Zeva yang baru saja membuka pintu.
Azka malah cengengesan. "Assalamualaikum, Camer," salamnya dengan senyuman lebar yang mempesona.
Zeva sempat terdiam sesaat karena terpesona dengan senyum manis Azka padahal sudah sering melihatnya. Namun, sedetik kemudian dia tersadar lalu mengernyit heran. Camer? Harusnya 'kan calon pacar kenapa Azka malah menyebut camer? Eh, ngarep.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gladyz Love Story [END]
Novela Juvenil"Lo mau ke mana? Gue belum ngasih lo hukuman." "Lo ngapain rentangin tangan kayak gitu? Mau gue peluk?" goda Gladyz. "Ck, ini buat nahan supaya lo gak pergi bukannya minta dipeluk," decak Yoga. "Lo minggir atau gue perkosa?" ▪▪▪▪▪ BELUM REVISI! PLOT...