Part 39: Perayaan Kematian di Hari Lahir

3K 134 16
                                    

"Gue pasrah kalau kalian mau bunuh gue malam ini juga! Tapi sebelum gue mati gue mau nanya satu kali lagi, kenapa kalian semua ngelakuin ini semua ke gue?" Gladyz terduduk lusu di atas lantai yang terasa dingin menusuk tulang. Menatap penuh amarah ke arah delapan remaja yang berdiri beberapa meter di hadapannya dengan tatapan sedingin es ke arahnya.

"Lo mau tau alasannya?" Yoga berjalan mendekat dan mencengkeram kuat pipi Gladyz.

"Gara-gara lo dan keluarga sialan lo itu, gue harus nerima perjodohan konyol kita! Lo sumber dari segala masalah yang sekarang! Karena lo gue gak bisa balik lagi sama Zeina!" bentak Yoga membuat tubuh Gladyz gemetar hebat. Gladyz pikir Yoga benar-benar mencintainya dan menerima pernikahan mereka, nyatanya dia salah, Yoga membencinya.

"Ka, ambil kursi dan lo, Pal, ambil tali di gudang," perintah Yoga.

Naufal bergegas ke gudang, sedangkan Azka ke taman belakang. Tak butuh waktu lama keduanya kembali.

Yoga menyeret paksa Gladyz lalu mendudukannya di atas kursi kayu. Lalu mengikat kedua tangan Gladyz ke belakang. Kemudian, dia memundurkan langkah memberi sedikit jarak antara dia dan Gladyz.

Yoga mengeluarkan sebuah pistol dari saku jaketnya. Tatapannya bertemu dengan Gladyz. Tak ada rasa kasian sama sekali.

"Bunuh gue kalo itu yang bikin lo bahagia," ujar Gladyz pasrah.

"Sesuai permintaan lo." Yoga mengarahkan pistol itu tepat pada dada Gladyz.

'DOR!'

Peluru melesat tepat menembus dada Gladyz. Darah keluar dari lubang kecil di dada Gladyz, seragam putih yang dipakainya perlahan berubah warna menjadi merah.

"Gue sayang lo, Ga," kata Gladyz sebelum dia benar-benar pergi untuk selama-lamanya.

"See you next time, Hama pengganggu," ujar Yoga bersamaan dengan tertutupnya kedua mata Gladyz.

☆End☆

Sulawesi Tengah, 24 Maret 2021.

Tapi Boong!
Gak yang di atas cuma becanda kok, Yoga gak beneran bunuh Gladyz kok.
Di bawah ini part 39 yang asli.

Part 39: Fakta

Happy Reading!

"Bunuh gue kalo itu yang bikin kalian senang!" teriak Gladyz entah sudah kali ke berapa. Dia menangis sejadi-jadinya di atas lantai yang terasa dingin. Kepalanya terus tertunduk ke bawah, tak sudi untuk sekadar mendongak melihat para pengkhianat yang berdiri beberapa meter di hadapannya.

"Bunuh gue!" pekiknya.

"Dyz," panggil Yoga melembut, tak lagi dingin dan ketus seperti sebelumnya. Dia hendak menyentuh bahu Gladyz, tapi Gladyz menepis tangannya.

Gladyz tak peduli sama sekali dengan suara lembut Yoga. Selembut apapun cowok itu, dia tetaplah pengkhianat. "Jangan bersikap lembut! Bunuh gue sekarang! Itu kan yang lo mau?"

"Dyz, liat ke arah gue sekarang," pinta Steffy.

"Buat apa? Gue gak sudi ngeliat wajah orang-orang brengsek kayak kalian!"

"Dyz, jangan nunduk terus," ujar Yoga.

Gladyz masih tak mau mendongak. Tak ada pilihan, Yoga harus turun tangan. Cowok itu jongkok di samping Gladyz lalu menangkup pipi gadis itu. Memaksa Gladyz untuk mengangkat wajahnya, tapi dengan selembut mungkin.

Gladyz melotot, air matanya berhenti turun. Rasa kaget mulai menguasai tubuh kala netra melihat kue ulang tahun dengan lilin berbentuk angka 1 dan 8 yang menyala.

Gladyz Love Story [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang