Part 3: Balas Dendam

9.2K 422 61
                                    

Setelah dipanggil ke ruang BK karena ada yang melaporkan mereka merokok, akhirnya mereka mendapatkan bacotan dari guru BK selama satu jam dan setelah itu harus membersihkan semua toilet di sekolah. Sumpah serapah dilontarkan Gladyz dan Zeva selama membersihkan toilet. Awas saja sampai mereka tahu siapa dalang ini semua.

Kurang lebih satu jam mereka akhirnya selesai membersihkan toilet lalu segera bergegas ke kantin. Sekarang yang mereka butuhkan adalah makanan dan minuman.

Gladyz duduk di meja paling pojok, sedangkan Zeva pergi memesan makanan. Dia mencoba menebak-nebak siapa orang yang berani mengadukan dia dan Zeva. Yoga, satu nama yang sedari tadi muncul di benaknya, tetapi itu tidak mungkin. Saat mereka pergi ke gudang cowok itu masih tertawa di pinggir lapangan layaknya orang gila, jadi tidak mungkin Yoga pelakunya.

"Mikiran apa, Kep?" Tanpa menatap orang yang berdiri di depan, Gladyz sudah tau siapa itu. Sudah pasti itu Yoga, siapa lagi yang memanggilnya dengan sebutan Kep alias Bokep selain ketua osis gila itu.

"Mikirin cara ngebunuh lo!" sarkas Gladyz. Wih kejam banget, Bu.

"Unch-unch, gemes deh. Kenapa lo mau bunuh gue? Karena gue ngeaduin lo ke guru bk, ya? Ups, keceplosan, deh." Yoga menutup mulutnya.

Gladyz melebarkan matanya, dia menatap horor ke arah Yoga yang sudah senyam-senyum tidak jelas. Dugaannya sedari tadi memang tidak salah, memang cowok brengsek ini yang melapor. Dasar ember bocor.

Kedua tangan Gladyz sudah terkepal sempurna, beberapa detik lagi itu akan melayang mengenai wajah mulus Yoga. Wajah gadis itu juga sudah memerah karena tersulut emosi, sedangkan Yoga masih tertawa mengingat wajah kesal Gladyz saat membersihkan toilet tadi.

'Bukh!'

"Aww ...," ringis Yoga seraya mengelus hidung mancungnya. Dia tersungkur ke lantai akibat pukulan keras Gladyz pada hidung indahnya. Cowok itu segera berdiri kembali lalu mengelus bokongnya yang juga sakit, untung saja kantin sepi jadi dia tidak perlu menahan malu.

Gladyz tersenyum puas melihat wajah kesakitan dan kesal Yoga. Cowok itu pantas mendapatkan pukulan.

"Lemah banget sih, baru ditonjok gitu aja udah jatuh, ngeringis lagi. Dasar banci," cemooh Gladyz.

"Bacot lo. Lo kenapa mukul hidung gue? Iri, ya? Secara hidung gue mancung, sedangkan hidung lo pesek banget sampe lubangnya aja kecil banget." Yoga balas mengejak Gladyz. Tangan kanannya masih setia mengelus hidung yang terasa nyut-nyutan, untung saja gak sampai keluar darah.

"Lo ngehina hidung gue sama aja dengan lo ngehina Allah karena ini ciptaan-Nya," ujar Gladyz membuat Yoga diam sejenak.

Cowok itu kini sudah bersimpuh, kedua tangan diangkat setinggi dada. "Ya Allah, maafkan hamba. Hamba tidak berniat menghinamu, hamba hanya ingin menghina calon makmum hamba. Ya Allah, jangan azab hamba, azab aja orang yang suka minjam pulpen, tapi dibalikinnya pas tintanya udah habis." Setelah berdoa Yoga segera berdiri dan menatap Gladyz yang juga menatapnya.

"Gue udah minta maaf sama Allah, gue yakin pasti dimaafin," kata Yoga tersenyum lebar.

"Ck, serah lo lah. Mending lo pergi deh, eneg gue liat muka lo," usir Gladyz.

"Oke deh. Saya Raditya Yoga Pratama, calon Imam dari Gladyz Velisya Ginara pamit undur diri. Mohon maaf jika ada kata-kata saya yang membuat Anda sekalian muak. Saya pergi, Assalamualaikum." Setelah mengatakan itu Yoga segera berlalu pergi, entah akan pergi ke kelas atau malah ke tempat lain.

"Waalaikumsalam."

"Itu cowok sebenarnya benci atau suka sih sama gue? Gak jelas banget sumpah." Gladyz menggelengkan kepalanya berulang kali mengingat kelakuan Yoga.

"Napa lo geleng-geleng gitu?" tanya Zeva yang baru saja datang dengan membawa nampan berisi dua mangkuk bakso dan dua botol air mineral.

"Gapapa," jawab Gladyz langsung mengambil bakso dan air mineral miliknya.

Mereka segera menyantap makanan masing-masing tanpa ada yang bersuara. Hanya ada suara dentingan sendok yang beradu dengan mangkuk.

***

Setelah memukul Yoga di kantin tadi, Gladyz ternyata belum puas juga. Dia masih memiliki dendam terselubung pada cowok itu. Beberapa menit yang lalu bel pulang sekolah sudah berbunyi, tetapi Gladyz dan Zeva belum juga pulang. Mereka memilih menghampiri Yoga di ruang osis.

Dua badgirls itu menyeret paksa Yoga ke kelas mereka. Perasaan Yoga sedari tadi sudah tidak tenang, dia takut kalau dua cewek sinting ini akan memperkosanya.

Sesampainya di kelas Zeva menutup pintu, sedangkan Gladyz sudah mendorong Yoga ke dinding. Yoga menelan ludah dengan susah payah, posisinya dan Gladyz sekarang sangatlah dekat. Dia merasakan sebuah benda besar dan empuk di dada bidangnya, sepertinya itu buah dada Gladyz.

"Lo ... lo mau apa?" tanya Yoga sedikit ketakutan. Dia tak ingin keperjakaan diambil oleh gadis gila itu.

Gladyz menyeringai, dia mengelus lembut pipi Yoga membuat cowok itu menegang. Tinggi badannya dan Yoga sama jadi, dia tidak perlu repot-repot mendongak hanya untuk menatap wajah ketakutan Yoga.

Zeva sudah duduk anteng di atas meja, jadi penonton aksi gila temannya lebih seru daripada ikut turun tangan merangsang ketua osis. Dia membuka cemilan dan mulai menikmatinya.

Tubuh Gladyz dan Yoga benar-benar rapat tak ada celah sedikit pun. Gladyz bisa merasakan hembusan nafas Yoga yang tidak teratur karena berusaha menahan nafsunya. Yoga juga cowok normal yang mudah terangsang, tetapi dengan sekuat tenaga dia menahan nafsunya agar tidak segera menerjang Gladyz. Yoga tidak ingin keperjakaannya hilang sebelum waktunya dan dia tidak ingin menghamili anak orang di luar nikah.

Tangan nakal Gladyz mengelus lembut kejantaan Yoga yang sudah mengeras di balik celan abu-abunya. Ah, Gladyz jadi penasaraan, apa milik Yoga sebesar milik pemain film dewasa yang biasa dia tonton bersama Zeva?

"Singkirin tangan lo dari Yogi," ujar Yoga pelan.

"Ohh, jadi ini namanya Yogi," kata Gladyz seraya menyentil pelan milik Yoga. "Namanya lucu, ya."

Seketika muka Yoga memerah menahan malu. Kenapa dia bisa keceplosan memberitahu gadis itu nama miliknya itu.

"Gue mohon berhenti, Dyz. Gue itu masih cowok normal yang bisa nerjang lo kapan aja. Gue gak mau ngerusak lo," tutur Yoga berusaha sekuat tenaga menahan nafsunya.

"Ohh, lo normal ternyata kirain lo itu guy," ucap Gladyz lalu menjilat leher Yoga.

Yoga yang sudah tidak mampu menahan nafsunya langsung melumat bibir Gladyz, sedangkan kedua tangannya sudah meremas buah dada Gladyz. Jangan salahkan dia berlaku kurang ajar seperti sekarang karena Gladyz yang memancingnya.

Gladyz mengakhir ciuman mereka. Tangan Yoga segera membuka kancing teratas seragam Gladyz, saat hendak membuka kancing kedua Gladyz segera mundur sekitar tiga langkah menjauhi Yoga. Yoga menatap tidak paham ke arah gadis itu.

Gladyz tersenyum puas seraya mengancing kembali seragamannya. Dia menarik Zeva dan segera berlalu dari pergi. Yoga hendak mengejar, tapi tidak bisa.

"Shit," Yoga mengumpat. Sekarang dia paham apa yang dilakukan Gladyz. Cewek itu sengaja menyandarkannya ke dinding karena dinding itu telah diberi lem hingga seragamnya akan melekat di sana. Gladyz juga sengaja merangsangnya lalu pergi begitu saja agar dia tersiksa menahan nafsu yang tidak tertuntaskan itu. Gladyz benar-benar licik.

"GUE BAKAL BALAS LO, GLADYZ!" teriak Yoga frustasi.

☆☆☆

Kamar Tidur, 19 Mei 2020.

Gladyz Love Story [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang