10 Tahun Kemudian ....
"Gisel, jangan lari-lari nanti jatuh!" Teriakan Gladyz menggema ke seluruh penjuru rumah yang sudah ditempatinya sekitar kurang lebih sebelas tahun bersama Yoga. Rumah yang dulunya sepi karena hanya ditempati oleh dua remaja SMA itu kini berubah ricuh setiap harinya semenjak kehadiran buah hati Yoga dan Gladyz.
Suara anak kecil tertawa riang juga ikut menggema. Suara itu berasal dari gadis kecil berusia lima tahun yang tengah berlari menuruni tangga dengan begitu semangat. Rambut sebahu serta poni sealisnya bergerak kesana-kemari seiring dengan langkah cepat kedua kaki mungilnya.
Sementara di belakang gadis kecil itu nampak Gladyz yang tengah mengejarnya. Berkali-kali Gladyz berteriak memperingati, tapi tak mendapatkan respon sama sekali.
"Papa!" teriak bocah perempuan itu saat sampai di lantai dasar. Dia berlari menghambur ke pelukan sang ayah yang tengah berlulut dengan kedua tangan yang terlentang.
"Jangan lari-lari kayak tadi lagi, nanti Mama marah." Yoga menggendong putri kecilnya itu lalu melirik sekilas ke arah Gladyz yang baru saja menyentuh anak tangga terakhir.
"Gak papa. Mama lucu kalau marah," ucap Gisel pelan sambil terkekeh.
Yoga menjawil hidung mungil sang anak. "Iya, sih, mama lucu kalau marah, tapi jangan sering-sering juga bikin mama marah nanti mama cepat tua. Emang Gi, mau mamanya cepat tua terus rambutnya putih semua?" tanya Yoga dengan suara pelan seperti berbisik agar Gladyz tak bisa mendengarnya.
Gisel menggeleng lucu, membuat Yoga gemas ingin menggigit pipi tembem sang anak. Namun, niat itu diurungkan takut menyakiti putri kecilnya.
"Ngomongin apa kalian? Kenapa bisik-bisik gitu?" tanya Gladyz sambil bersedekap dada. Dia masih berpijak di anak tangga terakhir.
"Rahasia. Mama gak boleh tau," ujar Gisel.
"Idih, kok gitu?" Perlahan Gladyz berjalan mendekat pada kedua orang tersayangnya itu.
"Kan rahasia, jadi gak boleh ada yang tau," jawab Gisel polos.
Suara bel berbunyi terdengar membuat perhatian keluarga kecil itu teralih.
"Itu kayaknya mereka, deh," kata Gladyz yang kini saling melempar pandangan.
"Yaudah, yuk, samperin," ajak Yoga.
Yoga merangkul mesra pinggang ramping Gladyz dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanan digunakan untuk menggendong Gisel. Sungguh, keluarga yang sangat hangat.
Gladyz membuka pintu lebar-lebar untuk tamu-tamunya hari ini. Di depan pintu sudah berdiri Zeva dan Azka bersama seorang bocah laki-laki berusia sekitar tiga tahun di gendongan Azka serta Steffy bersama Arya yang tengah mengendong bocah perempuan berusia kisaran empat tahun. Bukan hanya itu, ada juga Vanka dan Naufal yang menggendong bocah laki-laki yang juga berumur tiga tahun.
Gisel memberontak di gendongan Yoga untuk diturunkan, begitupun anak-anak lainnya. Keempat bocah itu langsung berlari bersamaan ke dalam rumah, sedangkang para orang tua hanya menggeleng sambil terkekeh pelan.
"Ayo, masuk." Gladyz mempersilakan sahabat-sahabatnya itu untuk masuk.
"Oh, iya, Zeina dan Zivan mana?" tanya Yoga saat menyadari kedua pasangan baru itu belum menunjukan batang hidungnya.
"Masih manja-manjaan kali, maklumlah pengantin baru masih anget," canda Zeva membuat tawa mereka semua pecah. "Bentar lagi dateng pasti," lanjutnya.
Mereka berdelapan berjalan menuju salah satu ruang yang yang cukup luas. Tak ada kursi di dalam ruangan itu hanya ada dua meja yang diisi dengan berbagai macam camilan dan minuman di bagian tengah ruangan. Serta karpet bulu yang melapisi seluruh lantai ruangan. Bukan hanya itu, di bagian pojok sebelah kanan sudah ada berbagai macam mainan anak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gladyz Love Story [END]
Teen Fiction"Lo mau ke mana? Gue belum ngasih lo hukuman." "Lo ngapain rentangin tangan kayak gitu? Mau gue peluk?" goda Gladyz. "Ck, ini buat nahan supaya lo gak pergi bukannya minta dipeluk," decak Yoga. "Lo minggir atau gue perkosa?" ▪▪▪▪▪ BELUM REVISI! PLOT...