Hari berikutnya tidak jauh berbeda. Leon segera menyambungkan panggilan yang terkoneksi dengan jaringan internet dari pusat. Semalaman berpikir keras -- sampai terbawa mimpi -- sama sekali tidak membantunya memecahkan misteri mengenai penyebab penularan berskala besar yang berujung kekacauan di distrik 209.
"Maaf, aku sedikit terlambat. Barusan, Mama menelepon. Akhirnya aku tahu kode ruangannya. Dia sekarang aman bersama adikku," ujarnya dengan kalimat terakhir yang digumamkan. "Baiklah, mungkin sebaiknya kuakui. Setelah kupikirkan semalaman, aku sama sekali tidak menemukan jawaban siapa yang memulai kekacauan ini."
"Lalu bagaiamana? Jangan bilang setelah melakukan berbagai hal gila, kau akan menyerah hanya karena obat antihistamin," celetuk Celine dengan tampang polosnya. Leon tentu saja tidak ingin kehilangan harga diri di depan gadis yang dia sukai. Dia berusaha keras mengungkapkan segudang alasan sembari menyembunyikan wajahnya yang tersipu.
Sharon menarik napas panjang. "Selain Sebastian, ada dua siswa lain yang datang dari Area 01 untuk studi banding. Selain itu, kudengar Kepala Akademi juga memiliki riwayat kontak dengan Dewan Hubungan Masyarakat akademi luar area. Bisa saja salah satu dari mereka adalah penyebab beberapa teman sekelas kita ikut menjadi korban," paparnya.
Leon mengelus dagu layaknya tokoh utama dalam film misteri. "Begitu rupanya?" Pikirannya kembali menerawang pada artikel yang pernah ia baca waktu itu; mengenai penyebaran virus yang juga didukung oleh burung migrasi. Baru memikirkan hal itu saja berbagai spekulasi kembali bermunculan.
Hal itu mungkin saja bisa dijelaskan secara ilmiah. Seratus tahun lalu, virus flu burung bisa dengan cepat menular dari unggas ke manusia, sedangkan sekarang penularan antarmanusia bukan lagi hal yang sulit. Maka, dari sana saja sudah bisa disimpulkan kalau penularan dari burung ke manusia menjadi dua kali lebih mudah.
Akan tetapi, bukan itu yang Leon pikirkan. Melainkan mengenai waktu pertama kali epidemi dilaporkan, yaitu saat paruh akhir bulan September. Bertepatan dengan jadwal migrasi para burung. Sebagai seorang maniak sejati teori konspirasi, dia tak bisa menghentikan otaknya memproduksi hipotesis yang dinilai gila oleh sebagian besar orang.
"Leon Retter, biarkan aku bekerja sama dengan kalian!" Sontak, Leon terperanjat mendengar suara serak dari orang yang eksistensinya paling dibenci tiba-tiba memanggilnya dengan nama lengkap. Emosinya memuncak bersamaan saat sel-sel otaknya bekerja keras memproses semua informasi untuk mendapat sebuah kesimpulan logis.
Pemuda itu memicing, mengamati Sebastian dari atas hingga bawah. Sklera pada mata sipitnya terlihat memerah, dengan sebuah lingkaran hitam samar membingkai kelopaknya. Saat mengikuti kelas tadi pagi pun ia tampak seperti orang yang tidak punya gairah hidup. Leon bahkan ragu. Jika Sebastian selama ini memang berada di pihak lawan, bagaimana bisa dia memiliki kemampuan akting sebaik itu. Sejak pagi, dia sama sekali tidak melihat anak itu mengaplikasikan celak atau semacamnya. Jadi, bisa dipastikan lingkaran hitam itu asli.
Sementara itu, kedua gadis yang berada di ruangan yang berbeda bisa mendengar dengan jelas ucapan Sebastian yang memekakkan telinga. Tanpa pikir panjang, Sharon mengubah pengaturan pada menu panggilan menjadi "allow everyone". Sehingga, bayangan hologram Leon tidak tampak bicara dengan udara.
"Kamu bicara apa? Apa rencana licikmu kali ini?!" balas Leon ketus. Namun, Sebastian tetap telihat begitu yakin dengan keputusannya yang dapat dinilai terlalu mendadak. Ia tak sedikit pun tampak ciut ketika ucapan pedas lelaki bermanik abu-abu itu berusaha menghalaunya pergi.
Berkebalikan dengan saat mengikuti kelas pagi tadi, kali ini ambisi yang sangat kuat dan menggebu-gebu bisa terlihat dari sorot matanya yang tak juga berpindah sejak tadi. "Aku tahu kau tidak bisa percaya pada orang asing secepat itu. Akan kubeberkan semua informasi yang kutahu."
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] We Will See the Sunshine Tomorrow
Science Fiction"Kita akan melihat cahaya matahari, besok." Hanya itulah janji yang bisa diberikan kepada Celine oleh Cyril, lelaki yang seolah sudah menjadi cahaya matahari bagi gadis itu. Virus H5N1 menyebabkan pandemi pada abad ke dua puluh dua. Memaksa para pem...