1st Light: Welcome to the 22nd Century

180 36 57
                                    

Suara lembut dari alarm mengusik mimpi indah Celine. Kedua mata birunya perlahan terbuka setelah cukup bosan diganggu oleh alarm yang tidak bisa di-snooze dan hanya bisa berhenti berbunyi setelah sang pemilik benar-benar bangun.

Celine mengembungkan pipi sebal ketika melihat layar tipis di sisi tempat tidurnya yang menunjukkan tanggal hari itu. Tanggal 15 September 2120, pukul 06:40. Dia beringsut turun kemudian memandang ke arah luar dinding kaca. "Kenapa hari Senin datang lagi?" gerutunya.

Dinding kaca itu merupakan inovasi ilmuwan dalam menyiasati bahan bangunan yang semakin langka, sekaligus menghadirkan alternatif bagi orang-prang yang ingin menghemat energi listrik dengan tidak menyalakan lampu terus menerus di.

Meskipun begitu, dinding itu sudah didesain sedemikian rupa sehingga bisa diubah sesuka hati pemiliknya melalui control panel tipis yang dapat diletakkan dimana pun. Benda itu bisa diubah menjadi jernih atau buram. Jadi, tidak perlu khawatir orang akan melihat dari luar ketika pemiliknya berganti pakaian.

Tidak butuh waktu lama bagi Celine yang benci air hangat untuk keluar dari kamar mandi sedingin gunung Everest. Dia segera menuju ke sisi tempat tidur, lalu mengubah setting dinding kaca menjadi buram.

Aku ini bukan orang yang suka menghabiskan waktu di akademi, batinnya seraya membuka dari lemari pakaian yang tertanam di lantai. Ia mengambil seragam berwarna silver dengan rok pendek berwarna abu-abu gelap, serta dasi bermotif kotak-kotak yang berwarna senada. Dan tidak lupa logo kebanggaan Krypton Academy sebagai salah satu akademi terbaik di Area 18.

"Ayolah Celine! Cyril tidak mau menunggumu lebih lama." Celine yang baru saja selesai bersiap-siap kembali mendengus sebal. Dengan langkah berat dia berjalan menurunu elevator kaca seraya mengempit tas yang hanya berisi tablet serta perlengkapan keamanan laboratorium seperti sarung tangan dan safety goggle.

Di depan pintu yang juga terbuat dari kaca, Celine bisa melihat dengan jelas teman kecilnya yang sedang menunggu dengan sepeda terbang bertenaga hidrogen yang setia menemani sampai sekarang. Laki-laki itu tampak begitu bersemangat. Berbeda seratus delapan puluh derajat dengan dirinya.

"Hei, kau ini sebenarnya kenapa? Lihatlah, cuacanya sedang bagus. Bahkan tidak ada awan," ungkap Cyril dengan senyum semringah, yang kemudian hanya dibalas dengan tatapan datar.

Lelaki itu tertawa. Sejak dulu, dia memang sudah tahu jika sahabat kecilnya sangat sensitif terhadap perubahan cuaca. Celine yang biasanya ceria bisa berubah menjadi pemalas jika langit sedang mendung. Tetapi, ia tidak menyangka Celine mengadopsi kebiasaan anak seusia mereka puluhan dekade sebelumnya yang benci pada hari Senin.

"Sudahlah, ayo cepat berangkat. Kakak juga akan segera pergi," kata Luna yang tiba-tiba datang menyerahkan kotak bekal milik adiknya. Celine hanya bisa mengangguk patuh lalu melompat ke sepeda milik teman sekelasnya hingga lelaki itu hampir kehilangan keseimbangan.

Luna segera menarik gagang pintu hingga terkunci secara otomatis, kemudian masuk ke dalam mobil terbangnya. Tidak ada yang perlu khawatir rumah mereka dimasuki perampok. Pintu itu sudah dilengkapi dengan pengaman yang sangat tinggi, hanya dapat dibuka dengan sidik jari pemiliknya. Sistemnya juga begitu rumit, sehingga kemungkinan untuk dapat diretas sangat kecil.

Cyril terus memandangi Luna lamat-lamat sejak mobilnya melayang hingga tidak terlihat lagi karena terhalang jarak. Hampir lupa jika ada orang di belakangnya yang menunggu dengan wajah masam. "Hei, ayo berangkat!" seru Celine sembari mengguncangkan bahu laki-laki bermanik hijau cerah itu itu.

Dia segera tersadar dari lamunannya dikarenakan guncangan luar biasa dari teman kecilnya itu hampir membuat sepeda hidrogen itu hampir terjatuh dari ketinggian satu meter seandainya dia tidak cepat menyeimbangkan benda itu. Meskipun tidak akan menyebabkan luka parah, jatuh dari sepeda tetap saja menyakitkan. Terlebih jika harus jatuh, lalu tertimpa Celine, dimarahi Luna pula.

Setelah berhasil mengendalikannya, Cyril menyentuh layar hologram di dekat setang, mengatur kecepatan yang dikalkulasikan dengan percepatan gravitasi, arah dan kecepatan angin, dan sebagainya demi mencegah terjadinya turbulensi. Ia menghela napas lega setelah berhasil terlepas dari situasi yang cukup menegangkan itu.

"Hampir saja. Hei, jangan lakukan itu lagi. Kalau kau jatuh seperti tahun lalu, mau tidak mau aku yang harus bertanggung jawab. Apa yang akan kukatakan pada mendiang ayah dan ibumu nanti?" katanya lelaki itu panjang lebar. Celine hanya bisa terdiam menyimak dengan wajah heran.

Cyril yang menyadari perubahan ekspresi gadis itu tersadar pada apa yang baru saja diucapkannya. Menghela napas panjang kemudian kembali fokus pada layar hologram. "Maaf, aku tidak bermaksud," ucapnya lirih.

Namun Celine hanya menggeleng, seolah-olah pembicaraan tersebut tidak pernah membuat hatinya kembali sedih. Ralat. Berbeda dengan Luna, ia memang hampir tidak pernah meratapi kenyataan itu. Dia selalu ceria melewati harinya. Baginya, menatap balik ke masa lalu tidak akan ada artinya tanpa menghadapi apa yang ada di depan.

Perempuan itu tersenyum lebar. Mengucapkan kalimat yang sama persis seperti yang diucapkannya ketika kakinya mengalami patah tulang karena jatuh dari sepeda Cyril. "Ah, kau ini. Tidak masalah. Lupakan saja."

*

8 September 2020, 06:00 WITA

Jumlah: 768 kata.

Hmm ... oke, Ichi akui agak sulit buat deskripsiin bagaimana cara kerja teknologi di zaman itu. Jadi, kalian yang lebih tau soal genre sci-fi, jangan ragu buat ngasi kritik dan saran ya 😊.

Jangan lupa tinggalkan jejak.

Jangan lupa tinggalkan jejak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[END] We Will See the Sunshine TomorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang