“James, apakah kau akan percaya ... kalau kukatakan bahwa dirikulah penyebab semua bencana ini?”
Sekujur tubuh James seakan membeku seketika. Penyebab semua bencana, apa-apaan maksudnya? Ia tak mengerti. Pria di depannya ini sungguhan temannya saat di panti, bukan dewa pembawa malapetaka, bukan? Bukan sosok yang menyamar layaknya dalam pikiran para pendahulu yang masih menerawang tentang hakikat alam semesta? “Aku tidak mengerti. Maksudmu … apa?”
Stuart memperbaiki posisi duduk. “Pasti sulit bagimu untuk menerima, sama sepertiku dulu. Tetapi, semua skenario ini hanyalah bagian dari rencana perwujudan new world order.” James tetap membisu. Wajah sahabatnya tampak serius, tampak mustahil untuk berbohong. Namun, dia bahkan sepanjang hidup tidak pernah menduga hal itu akan menjadi kenyataan.
“Dulunya, aku selau bertanya-tanya. Mengapa ada orang yang mau mengadopsi anak yatim dengan cacat lahir? Kalaupun ada, ekspektasi seperti apa yang akan mereka bebankan untuknya?” Pria itu menarik napas dalam-dalam. “Tentu saja jawabannya … aku adalah bagian terpenting dari rencana ini.”
Kerutan di kening sang presiden semakin dalam. “Bagian terpenting? Apa yang sebenarnya kau bicarakan?”
“Kau pasti masih ingat pertemuan pertama kita, kan?” Stuart mencoba untuk tersenyum. Ketenangannya tidak boleh hilang atau tidak rencana yang sudah dia susun akan berantakan dalam lima menit. “Para pengasuh menceritakannya pada setiap orang. Menganggapku adalah sosok anak cerdas yang nantinya akan membuat perubahan besar pada tatanan dunia. Termasuk, kepada ayah angkatku.”
Dia kembali menghela napas panjang. “Lelaki tua itu memang sengaja mencari anak-anak yang dinilai memiliki pemikiran kritis dan visioner. Tentu saja, agar lebih mudah diberi doktrin untuk melenyapkan busuknya dunia. Dengan begitu, tanpa perlu banyak bicara, anak itu akan dengan sendirinya mengajukan diri sebagai penerus pemimpin organisasi.”
James menggigit bibir bagian dalam tanpa sadar. Kendati belum memahami secara keseluruhan permasalahannya, ia tahu itu sama sekali bukan hal bagus. “Ada maksud lain mengapa Stuart diadopsi”, fakta itu sudah cukup untuk membuatnya mulai geram. “Sekarang, organisasi apa yang kau bicarakan?”
“Ah, maaf. Aku lupa menjelaskannya.” Lelaki itu terkekeh pelan, seakan semua perkataannya hanyalah candaan. “Ayah angkatku, John Hayden, mungkin dikenal sebagai salah satu pejabat penting di Area 06. Akan tetapi, secara rahasia ia telah mendirikan organisasi yang menyetujui idealismenya terhadap gambaran sebuah utopia. Dunia ideal.
“Mereka yakin, jika dunia akan jauh lebih mudah diatur jika populasinya tidak lebih dari jumlah penduduk bumi satu abad yang lalu, tujuh miliar. Meskipun harus melenyapkan separuhnya, menurut mereka itu adalah pengorbanan yang pantas untuk masa depan. Sekarang, kau mengerti, kan, James?”
Pria paruh baya itu menutup mulut dengan telapak tangan. Bahkan, saat ini Stuart masih tampak tersenyum di depannya. Depopulasi sesuatu yang dianggap sebagai takhayul oleh orang dari masa lalu terang-terangan dibeberkan di hadapannya. Yang lebih mengejutkan, orang itu adalah sahabat yang sudah ia anggap sebagai saudara kandung. “T-tetapi … mengapa?”
“Aku tak membuat virusnya. Makhluk itu memang sudah ada guna menjaga keseimbangan alam. Waktu itu, kalau tidak salah kau memasukkan salah satu kalimat dari guru sejarah kita, ‘Bumi kita memiliki cara tersendiri untuk memilah siapa yang benar-benar manusia, dengan mereka yang hanya virus bagi dunia.’ Begitulah, aku tak punya pilihan lain.” Volume suara Stuart melemah di akhir.
“Dunia kita memang sudah busuk sejak awal. Manusia hadir hanya untuk saling menghancurkan. Jika kau baca sejarah, maka akan semakin terlihat. Area 18 sebenarnya adalah tanah air bagi ras Asia. Mereka menjaga bumi, sama seperti memelihara budaya luhur mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] We Will See the Sunshine Tomorrow
Science Fiction"Kita akan melihat cahaya matahari, besok." Hanya itulah janji yang bisa diberikan kepada Celine oleh Cyril, lelaki yang seolah sudah menjadi cahaya matahari bagi gadis itu. Virus H5N1 menyebabkan pandemi pada abad ke dua puluh dua. Memaksa para pem...