Lelaki bermata abu-abu itu memasang wajah dinginnya. "Kamu sama sekali tidak ada maksud menipu kami, kan?" Dia melipat kedua lengan di depan dada. Harus diakui bahwa dirinya luluh dengan mudah saat melihat sekilas wajah Celine saat cerita Sebastian mencapai tragedi yang menimpa H-190/45. Jika itu adalah cerita palsu, maka ia sudah memiliki cukup alasan untuk memukul wajah anak laki-laki di depannya.
"Kalau kau tetap tidak mau membuang skeptisisme itu, bicara sampai suaraku habis pun sia-sia saja. Semuanya adalah kebohongan walaupun bukti paling masuk akal disodorkan untukmu," sahut Sebastian seraya berjalan menjauh. "Pilihan ada padamu. Asal kau tahu saja. Karena telah membuat diriku tak lagi bisa berpikir jernih, aku juga benci jatuh cinta."
Walaupun langsung memahami apa maksud perkataan Sebastian, dia enggan mengaku. Leon menatap datar, bertanya dengan nada yang sama datarnnya "Kamu ini bicara apa?"
Sebastian mengecek ponsel yang dia letakkan begitu saja di atas meja. Setelah mendapati beberapa pemberitahuan tak penting, ia pun mengalihkan pandangan pada Leon. "Aku mungkin tak pandai mencium bau kebohongan. Tetapi, harus kukatakan bahwa berbohong bukan keahlian utamamu." Pemuda itu menarik ujung bibir kirinya sedikit lebih tinggi.
"Gadis bermanik biru itu. Kau menyukainya, kan? Aku tak menyangka laki-laki sepertimu justru tertarik pada gadis kekanakan." Leon berdecak kesal. Namun, tak urung wajahnya kembali tersipu. Sebastian berkacak pinggang seraya mendongak. "Aku tahu dia sama terpukulnya denganku saat tahu bahwa orang tuanya dibunuh demi kepentingan politik."
Leon menghela napas panjang. Dia masih ingat bagaimana Celine bercerita tentang kepergian ayah dan ibunya dalam tragedi itu dengan tidak menampakkan beban atau kesedihan apa pun. Justru merasa bangga karena mereka melakukan tugas dengan baik di akhir hidup. Ia bisa membayangkan bagaimana perasaan gadis itu sekarang.
"T-tetapi tunggu! Siapa yang memberitahu jika orang tua Celine juga menjadi korban dari kecelakaan itu?!" desisnya.
Sebastian tetap bergeming di tempat. Ponselnya tiba-tiba berdering menunjukkan sebaris pesan dari seseorang. "Sebelum memulai misi ini, orang yang merekrutku memberikan data seisi kelas 1-B. Saat itulah, aku tidak sengaja menemukan nama Celine Hudson. Dan aku ingat, ada dua orang korban yang merupakan pasangan suami istri dari Area 18."
"Lucio dan Stella Hudson?" Sebastian mengangguk pelan. Tebakan tersebut benar-benar tepat. "Jadi, itu sebabnya kamu bisa tahu nama lengkapku?" tebak Leon lagi. Seketika suara laki-laki berwajah oriental itu kembali terngiang dalam benaknya.
Dinding yang kosong akhirnya menjadi tempat yang cukup nyaman bagi Sebastian untuk bersandar sembari menarik pelan ujung poni yang mengenai mata. "Aku senang kau segera menyadarinya."
Leon menarik napas panjang, lalu membuangnya lewat mulut. Dia sadar jika orang macam Sebastian takkan mau buka mulut jika belum mendapat kepercayaan penuh. Sangat berbahaya jika langsung memutuskan untuk yakin bahwa dia benar-benar berkhianat pada musuh. Saat ini, dia tidak bisa menemukan solusi selain berpura-pura memberi kepercayaan sepenuhnya.
"Baiklah, kurasa tak ada pilihan lain selain percaya padamu. Bagaimanapun, kau masih belum menjelaskan siapa orang di balik 'organisasi gelap' yang tadi kau sebutkan. Kau tahu jika kecelakaan H-190/45 -- atau mungkin juga pandemi ini -- adalah upaya untuk mewujudkan new world order. Jadi, setidaknya kau tahu siapa yang mendalangi perekrutanmu, kan?"
"Tentu saja orang yang ingin menjatuhkan Mr. James Howarth dari kursi kepresidenan," jawab Sebastian dengan mantap, hingga mata lawan bicaranya melebar hingga batas maksimum. "Kalau kau ingat, kerusuhan Area 02 disebabkan oleh perbedaan pilihan. Sebagian besar setuju jika Mr. Howarth kembali ditunjuk untuk melanjutkan masa pemerintahannya dan tidak perlu ada pemilihan presiden. Sementara yang lain tetap menginginkan pemilihan secara adil, sekalipun hasilnya sudah bisa ditebak.
"Reputasinya selama lima tahun menjabat sudah cukup untuk menarik simpati semua orang. Tak heran saat pemilihan presiden tahun 2105, dia mendapatkan lebih dari delapan puluh persen dukungan suara. Ditambah lagi dengan pengesahan undang-undang perlindungan hak presiden tiga tahun lalu, Mr. Howarth benar-benar tak terkalahkan.
"Jika kau sering membaca artikel yang membahas tentang politik, kau pasti tahu dua orang terkuat yang hampir menyaingi Mr. Howarth. John Finlenyard, yang mendapatkan sepuluh persen suara dalam pemilihan presiden tahun 2105. Dan tentu saja Stuart Hayden, walikota Area 18 -- yang menurut salah satu hasil wawancara -- tidak tertarik untuk menjadi presiden dan memberi dukungan penuh pada Mr. Howarth."
Sebastian berjalan beberapa langkah seperti ingin melihat Leon yang berpikir keras dari dekat. "Aku juga belum tahu pasti. Tetapi aku yakin, dalang di balik semua ini adalah salah satu di antara mereka berdua."
"Aku ingin menaruh kecurigaan pada Mr. Hayden. Tetapi rasanya itu terlalu konyol jika aku hanya melihat jika kegiatan studi banding ini adalah program kerjanya. Tentu saja mereka bukan orang bodoh yang akan membiarkan rencana mereka terbongkar dengan mudah, kan?" Pemuda oriental itu mengangguk-angguk pelan mendengar hipotesa yang menurutnya masuk akal.
Leon menjambak rambut bagian depan untuk mengurangi rasa pening yang menyerang kepalanya. "Namun, mencurigai Mr. Finlenyard hanya karena dia kalah dalam pemilihan presiden jauh lebih konyol. Jika memang benar begitu, seharusnya konspirasi ini terungkap sejak awal."
Karena bosan, Sebastian kembali berjalan ke ujung ruangan lalu kembali memainkan ponsel yang tergeletak di atas meja. Membiarkan Leon berada dalam kesunyian agar otaknya bisa berpikir dengan jernih. "Tunggu, Sebastian." Yang disebut namanya mengangkat wajah. "Kau masih belum memberitahuku satu hal penting."
*
11 Maret 2021, 17:30 WITA.
Part ini agak pendek, ya. Takutnya kalian jadi makin pusing kalo kepanjangan kayak kemarin.
"Hal penting" apaan hayo ...?
Jangan lupa vote dan comment-nya 😁.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] We Will See the Sunshine Tomorrow
Science Fiction"Kita akan melihat cahaya matahari, besok." Hanya itulah janji yang bisa diberikan kepada Celine oleh Cyril, lelaki yang seolah sudah menjadi cahaya matahari bagi gadis itu. Virus H5N1 menyebabkan pandemi pada abad ke dua puluh dua. Memaksa para pem...