"Aku pulang!" Suara Leon memecah keheningan rumah yang sebelumnya hanya diisi dengungan samar mesin pendingin ruangan. Sama sekali tidak ada jawaban setelahnya, menandakan jika rumah sedang kosong. Akan tetapi dia tidak terlalu memikirkan hal itu dan memilih untuk segera merebahkan diri di atas sofa.
Perjalanan pulang hari ini benar-benar melelahkan walaupun menggunakan kereta cepat, transportasi yang selalu ia gunakan setiap hari. Akan tetapi yang justru memperparah rasa penat tersebut adalah otak yang terus-menerus digunakan untuk memikirkan hal berat tanpa henti.
Rencananya membuat Sebastian menuruti perintah dari perekam suara memang berakhir sukses. Akan tetapi inti dari rencana tersebut tidak berhasil ia dapatkan. Ya, tujuannya melakukan hal gila tersebut adalah menginterogasi siswa dari Area 01 itu. Jika informasi yang diminta tak dia dapat, tentu sudah bisa dipastikan gagal total.
Leon mengembuskan napas kasar, kemudian menenggelamkan wajahnya di balik bantal. Bahkan sekarang dia masih memikirkan cara untuk menggali informasi tentang rencana di balik program studi banding yang sejak awal tidak disetujuinya dia anggap mencurigakan.
Menurut dugaannya, terdapat sekelompok orang membentuk sebuah organisasi rahasia yang ingin kekuasaan dunia jatuh pada mereka. Dan salah satu cara yang mereka tempuh adalah dengan mengurangi populasi dunia, sehingga yang tersisa hanya orang-orang yang tak bisa apa-apa selain tunduk pada mereka.
Dia sangat yakin hal itu adalah alasan di balik pertukaran pelajar ini. Siswa yang ikut dalam program itu adalah mereka yang ditugaskan menyebarkan virus kepada semua orang di sana. Karena pemikirannya tersebut, Leon sampai sekarang masih memikirkan cara untuk membongkar rencana itu dan menyelamatkan penduduk Area 18 dari wabah.
Guna mengusir kebosanan, ia mengeluarkan tablet yang masih tersimpan dalam tas kemudian membuka halaman terakhir yang belum sempat ia baca sampai akhir. Telunjuknya pelan menggulir layar, sementara matanya memandang malas deretan angka serta statistik dalam artikel tersebut.
Kasus positif H5N1 bertambah, dan mereka menyalahkan burung yang bermigrasi ke belahan bumi selatan? Hah, benar-benar konyol. Peran manusia dalam menyebarkan virus bisa saja jauh lebih besar dibanding burung liar, pikir Leon seraya meletakkan benda itu di atas sofa asal-asalan. Isi artikel tersebut benar-benar tidak sesuai ekspektasi saat dia membaca headline yang memikat mata.
Kedua mata yang hampir terpejam seketika terbuka lebar saat Leon mendengar suara anak kecil yang terbatuk-batuk dari arah dapur. Dia segera bangkit kemudian berlari ke arah dapur. Jika boleh jujur, dia sebenarnya sangat cemas hingga sempat memukul pintu dapur yang sulit terbuka.
Matanya terfokus pada anak laki-laki yang terduduk di lantai dengan air yang tumpah dari gelas. Tangannya segera menyambar tubuh anak itu kemudian mendekapnya. "Theo, kau tidak apa-apa?!" tanya Leon khawatir sambil meraba kening. Yang ditanya mengangguk samar sambil mengatur napas yang tersengal.
"Kau ini sebenarnya kenapa?" Leon mengernyit ketika menyadari jika dahi anak itu tidak lebih panas dari suhu normal tubuh manusia. "Kau tidak merasa hidungmu tersumbat, sakit tenggorokan, nyeri otot, atau semacamnya?" Dia membuat anak itu berdiri tegak kemudian memegang erat kedua pundaknya. Wajah pemuda tampak amat serius.
"Ah, Leon. Kenapa aku tidak tahu kalau kau sudah pulang?" Leon hanya memandang datar sang adik yang malah keluar dari topik pembahasan. "Hmm ... tidak juga, kok. Oh ya. Kalau kau sangat ingin tahu, tadi aku sedang minum. Tiba-tiba aku teringat lelucon yang diceritakan temanku di akademi. Jadi, aku tertawa sampai tersedak air," jelas Theo apa adanya.
Leon mengembuskan napas lega mendengar pengakuan tersebut. Dalam hati, ia benar-benar bersyukur dugaannya salah. Dia dengan segera memindahkan gelas tersebut lalu mengepel air yang tumpah di lantai. Ia tentu tidak mau repot-repot merawat luka jika adiknya yang tak pernah bisa diam itu jatuh terpeleset.
"Mama pergi ke supermarket. Dia memintaku diam di sini menunggumu pulang," jelas Theo yang setia menunggu sang kakak selesai membereskan akibat dari ulahnya. Leon hanya mengangguk samar. Benar-benar tak habis pikir apa yang akan terjadi jika dia tidak mendengar suara anak berumur enam tahun itu.
Usai mengeringkan genangan air di lantai, pemuda itu menggandeng Theo lalu mendudukkannya di atas sofa. Dia menarik napas dalam-dalam sebelum memulai ceramah panjangnya. "Ada apa?" Anak laki-laki itu tampak keheranan saat tak satu pun kata yang keluar dari mulut kakaknya dalam beberapa menit.
Leon menarik napas dalam-dalam. Dia tahu pembicaraan ini membutuhkan energi lebih untuk memikirkan kalimat terbaik yang akan diucapkan. "Dengarkan aku, Theo. Mulai sekarang kau harus hati-hati. Saat ini, banyak orang sakit. Jangan dekat-dekat dengan mereka kalau tidak mau tertular," ungkapnya sebagai permulaan.
Theo langsung mengangguk patuh tanpa bertanya mengapa dan bagaimana. "Aku tahu itu. Mama sudah menjelaskannya padaku sebelum pergi berbelanja. Dialah yang memintaku untuk diam di rumah, lalu mengaktifkan maximum safety mode*," terang anak laki-laki itu.
Leon mengangguk-angguk. Jika menuruti kata hati, dia pasti sudah menyuruh adiknya untuk tidak keluar rumah sama sekali. Mengingat virus tersebut ada kemungkinan menyebar lewat udara, akan sangat berbahaya meski tidak berkontak langsung dengan pasien dalam jarak dekat. Akan tetapi, ia juga merasa kasihan. Bagaimanapun, anak-anak seperti Theo perlu bersosialisasi.
"Baiklah, kau boleh pergi. Asal jangan keluar rumah sampai Mama pulang." Theo memasang posisi penghormatan, dengan telapak tangan kanan dirapatkan di samping kening. Persis seperti yang dilakukan tentara pada zaman dahulu.
"Bagus."
*
20 November 2020, 14:07 WITA.
*Maximum safety mode, adalah mode pengaman rumah. Saat diaktifkan, AI akan membuat sebuah perlindungan maksimal secara otomatis saat bahaya terdeteksi. Selain itu, sistem juga dapat melakukan tindakan gawat darurat apabila terjadi hal yang tidak diinginkan dan membutuhkan pertolongan segera di dalam rumah.
Tidak akan bisa dinonaktifkan kecuali dengan perintah dari si pemilik rumah. Sehingga pemilik rumah bisa merasa tenang saat keluar.Hmm ... hmmmm ... hmm ....
Bagian tbc-nya kurang gereget.Yah, minggu ini aku update dua kali. Rencananya minggu depan juga update dua kali. Supaya kalo enggak sempat update pas waktu ujian semester, enggak perlu kena SP 😄.
Jangan lupa tinggalkan vote dan comment 😁.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] We Will See the Sunshine Tomorrow
Science Fiction"Kita akan melihat cahaya matahari, besok." Hanya itulah janji yang bisa diberikan kepada Celine oleh Cyril, lelaki yang seolah sudah menjadi cahaya matahari bagi gadis itu. Virus H5N1 menyebabkan pandemi pada abad ke dua puluh dua. Memaksa para pem...