Tak jauh dari tempat tinggal sang tokoh utama, tepatnya di Area 16, beberapa orang juga sedang menikmati keindahan yang dibawa oleh burung-burung migrasi dari belahan bumi utara. Mereka tak lain adalah jurnalis dari channel televisi yang khusus menayangkan keberagaman flora dan fauna dari seluruh dunia dalam bentuk film dokumenter.
Sementara itu, dua orang di antara mereka seolah sengaja mengasingkan diri dari teman-teman yang lain demi melihat burung-burung itu lebih dekat. Mereka sama sekali tidak merasa bersalah setelah mengindahkan peringatan sang ketua tim untuk yang keempat kalinya. Iya, kedua perempuan itu sudah melakukannya empat kali sejak mereka tiba.
"Aku tidak mengerti kenapa Ketua sangat melarang kita pergi. Menurutku alasannya sangat tidak masuk akal. Di zaman seperti sekarang ini, kenapa kita harus khawatir terpisah dari kelompok? Teknologi sudah cukup memadai untuk sekadar membagikan lokasi secara detail," ujar salah satu di antara jurnalis itu.
"Diamlah, Sarah. Kau bisa membuat burung-burung itu lari," desis temannya yang harus menahan marah karena objek foto yang merusak pose alami nan indah itu setelah susah payah memposisikan lensa kamera. Dia masih belum menyerah, lalu mencoba mengambil dari sudut pandang lain -- sekaligus menjauhi rekannya yang tidak bisa menahan diri untuk tidak bicara.
"Aku sama sekali tidak melakukannya, Bianca. Mereka hanya terbang menghindar. Lagipula, jika mereka punya sayap, kenapa harus lari?" dalih wanita muda yang dipanggil Sarah itu seraya berjalan mengikuti. Temannya hanya bisa mendengus kesal ketika burung-burung itu kembali beterbangan. "Sudahlah, menyerah saja. Kau sudah mengambil ribuan foto selama sepekan." Sarah menepuk bahu Bianca mencoba menenangkan.
Bianca mengembuskan napas panjang. "Iya, iya, baiklah. Ayo kita kembali sebelum Ketua marah besar," ujarnya pasrah.
Mereka merapikan peralatan fotografi mereka sebelum keluar dari area hutan konservasi. Saat ini, mereka bisa saja menggunakan drone yang bisa dikendalikan dari jarak jauh daripada harus mengeluarkan banyak biaya untuk perjalanan ke Area lain. Akan tetapi tujuan mereka adalah bisa meliput berita yang benar-benar nyata. Sehingga cara terbaik adalah mengamati secara langsung kemudian melaporkannya secara live.
Sarah yang berjalan di depan menengok ke segala arah. "Oh ya, Bianca. Apa kau tidak merasa ada yang aneh dengan migrasi tahun ini?" ia bertanya lalu menatap temannya yang masih sibuk memeriksa hasil foto. Beberapa detik kemudian memandang datar karena pertanyaannya tidak digubris.
"Ehm, ya. Sebentar, aku ingin melihat ini. Ah, tunggu aku. Yang ini hasilnya buram," gumam perempuan itu pada diri sendiri. Setelah membuat rekannya menunggu hampir selama sepuluh menit, barulah ia kembali memberikan atensi sepenuhnya kepada Sarah dengan menyuruhnya mengulang pertanyaan.
Bianca berpikir cukup lama. "Entahlah, aku tidak mengerti 'aneh' yang kau maksud itu seperti apa. Apa karena spesiesnya yang tidak terlalu beragam seperti tahun lalu, atau yang lain?" dia malah bertanya balik. Akibat respons semacam itu, mereka akhirnya tenggelam dalam pemikiran masing-masing.
"Yah, aku memang ingat akhir-akhir ini banyak ditemukan burung yang mati dengan sebab yang belum diketahui secara pasti. Tetapi setelah aku amati dari dekat, mereka seperti menderita suatu penyakit yang akhirnya membuat kawanannya ikut tertular," jelas Bianca setelah membiarkan hening menguasai.
Sarah melirik bingung. "Penyakit kau bilang?" Yang ditanyai hanya mengangguk. "Sudah tahu begitu mengapa kau membiarkannya? Kenapa kau tidak membawa ke dokter hewan atau semacamnya?" protes perempuan itu sambil mengguncang-guncangkan bahu Bianca.
"Jangan konyol. Burung-burung itu sudah mati. Jadi sudah tidak bisa diselamatkan. Percuma saja kau membawanya ke dokter," sahut jurnalis termuda di timnya itu sembari memandang datar temannya yang memiliki jalan pikir aneh tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] We Will See the Sunshine Tomorrow
Science Fiction"Kita akan melihat cahaya matahari, besok." Hanya itulah janji yang bisa diberikan kepada Celine oleh Cyril, lelaki yang seolah sudah menjadi cahaya matahari bagi gadis itu. Virus H5N1 menyebabkan pandemi pada abad ke dua puluh dua. Memaksa para pem...