8th Light: A Stranger Come to Our Academy

80 22 68
                                    

Sementara itu, di ruang guru.

"Jadi, kamu serius keputusan itu?" Miss Rachel menautkan jemari, memandang deretan nama di layar pc dengan tatapan dingin. Pemuda di hadapannya hanya mengangguk patuh, tanpa rasa terpaksa sama sekali. Tampak senyuman yang seolah berkata, 'Dengan senang hati.'

"Ini tidak diwajibkan untuk kamu. Penugasan wajib akademi saja sudah cukup banyak. Saya khawatir kamu tidak bisa menyelesaikan semua tepat waktu. Resikonya akan sangat besar jika kau gagal dalam hal ini." Ekspresi heran terlukis tatkala melihat reaksi Cyril. Sungguh berbeda dengan teman-teman seangkatannya yang kebanyakan tampak gelisah dan terpaksa mengiyakan.

"Tidak masalah, Miss. Satu tugas lagi bukan hal yang sulit bagi saya. Lagipula, ini adalah kesempatan bagi saya untuk belajar hal baru. Sejujurnya, saya sangat antusias ketika mengetahui alasan saya dipanggil kemari. Lagipula, saya sudah menguasai seluruh materi kelas satu," jelas laki-laki itu tanpa beban.

Wanita yang usianya baru saja menginjak kepala empat itu sedikit terkagum. Sejak awal tahu ajaran, dia memang sudah tahu tentang Cyril Riverstein, siswa paling cerdas dengan IQ di atas 160 dan berhasil lolos tes masuk dengan nilai tertinggi. Bahkan mampu menyaingi dua angkatan di atasnya dalam memahami konsep-konsep sains modern. Tentu saja itu merupakan hal mengagumkan di usianya yang baru enam belas.

"Baiklah, saya memang tidak bisa meragukan kemampuan kamu. Saya akan kirimkan file-nya sesegera mungkin. Tetapi tolong ingat baik-baik. Resikonya sangat fatal kalau kau tidak bisa mengaturnya. Dan utamakan kegiatan belajar di akademi." Cyril kembali mengangguk, sampai-sampai Miss Rachel bosan menerima respons semacam itu darinya.

"Ya sudah, kamu boleh kembali ke kelas." Tanpa berucap lebih banyak, lelaki itu segera berbalik menuju pintu keluar. Tentunya setelah berpamitan dan membungkuk hormat.

Koridor tampak sedikit lengang. Akan tetapi dia tidak terlalu mempermasalahkan hal itu dan tetap melangkah menuju elevator. Memang alat untuk turun dan naik ke lantai lain itu tidak hanya satu. Akan tetapi entah apa yang membuat lelaki itu lebih memilih untuk menunggu elevator nomor empat berhenti di tempatnya selama beberapa menit.

Tepat sedetik setelah pintu elevator terbuka, netranya menangkap bayangan sosok laki-laki seusia dirinya dengan rambut hitam pekat. Pakaian yang dikenakannya sangat berbeda dengan murid akademi lain membuatnya tampak semakin menonjol. Cyril terpaku menatap pemuda itu hingga ia masuk ke ruang guru tanpa sepatah kata pun yang terlontar.

Cyril diam membeku selama beberapa saat. Hingga dirinya tak sadar dengan pintu elevator yang terbuka lebar, menunggu dirinya. "Siapa dia?"

------x---x------

"Sebuah teori juga mengatakan jika ada sekelompok orang yang membentuk organisasi rahasia yang mengendalikan sebagian besar kejadian di bumi. Dan organisasi tersebut memiliki program per seratus tahun untuk mengurangi populasi manusia, yaitu dengan menyebabkan sebuah pandemi.

"Ini karena dalam catatan sejarah, sudah terjadi beberapa kasus wabah penyakit yang hampir memusnahkan seluruh umat manusia. Seperti misalnya wabah besar yang terjadi pada tahun 1720 di Marseille, sebuah kota pelabuhan di negara yang sekarang menjadi Area 10. Lalu, ada pandemi kolera pertama yang merebak pada tahun 1820, juga Flu Spanyol pada tahun 1920," terang Leon panjang lebar dengan wajah serius yang tampak seram bagi sebagian orang.

Celine yang memerhatikan setiap kata yang terucap dengan seksama mengangguk-angguk. "Dan pandemi Covid-19 pada tahun 2020?" tebaknya.

"Yah, itu kau tahu sendiri, kan," balasnya sambil mengedikan bahu. Jika harus jujur, sebenarnya dia sangat menyukai momen seperti ini, dimana mereka berdua bisa berbincang dengan leluasa tanpa gangguan dari Cyril yang selalu mendramatisir, dan Sharon yang sejak dulu tidak pernah mau menerima argumennya terlebih mendengar penjelasan.

[END] We Will See the Sunshine TomorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang