32

313 52 41
                                    

Yoongi POV

Sial, kenapa aku tidak bisa menahan wajah datarku sekarang. Ayolah Choi Yoongi, kau bukan amatir dalam bermain wajah. Tenang lah. Dan kau jantung. Kau juga tenang ya.

Sorak sorai suara penonton menandakan kalau penampil sekarang sudah selesai melakukan tugasnya dengan baik. Hmm ... Menarik.

Semua orang yang berada di lorong ruang ganti ini memberi tepuk tangan atas penampilan yang baru selesai. Tidak heran juga karena termasuk dalam jajaran idol sangat berbakat.

"Hyung, kau baik-baik saja? Kenapa meringis begitu?" tanya Jimin tiba-tiba.

"Tidak. Tidak apa-apa. Ayo bersiap," kataku kaku. Dia tidak lagi mencoba menanyaiku dan menurut untuk mengikuti langkahku menuju panggung.

Hari ini, setelah rehat selama empat bulan, aku kembali naik ke atas panggung bersama mantan anggota grubku.

Ya, meski berat. Aku harus sudah terbiasa dengan sebutan mantan grub. Setelah kami terus bersama selama masa muda, aku harus melepas nama yang kusanding bertahun-tahun sebelumnya karena selesai masa kontrak kami.

Walau begitu, kami bertujuh masih tetap sering bersama. Malah kini kami bekerja di agensi kami sebelumnya.

Kami sering bercanda kalau bosan melihat wajah satu sama lain. Tapi tentu saja itu hanya asal bicara. Karena bagiku mereka bukan hanya orang yang bekerja bersama bertahun-tahun, melainkan sudah sebagai bagian keluargaku sendiri.

Comeback kali ini, aku memilih bersama si anak itik tidak mau diam. Dia terus saja mengekor ke mana pun kupergi sebelum aku akhirnya mengiyakan permintaannya untuk tampil bersama.

Kuakui dia masih memilikinya. Masih memiliki kharisma dan pesona yang sanggup membius semua mata yang melihatnya. Seperti sekarang.

Ekspresi Jimin langsung berubah dari badboy menjadi softboy begitu kami turun dari panggung. Sebutan anak laki-laki masih cocok dengannya meski sudah berumur kepala tiga, mengingat tingkahnya yang masih mirip anak kecil terkadang.

"Kerja bagus hari ini," kataku sambil menepuk bahunya. Dia malah merangkulku dengan senyum lebar sampai matanya terlihat segaris. Sesenang itu dia bisa melihat penggemar kami lagi.

Dan kukira rasa gugup itu sudah meninggalkanku setelah bertahun-tahun berteman dengan panggung. Nyatanya tidak. Jantungku masih saja berdetak kencang saat menunggu pembawa acara mengumumkan pemenang dari acara music hari ini. Perutku juga mulai ikut mulas sekarang. Menyebalkan.

"Hyung, kita menang!" kata Jimin girang sambil melompat-lompat kecil begitu hasilnya keluar.

Dia tak peduli dengan para junior yang memperhatikan tingkahnya saat ini, dan tersenyum penuh arti padanya. Apa kubilang, dia ini masih saja seperti anak-anak kan. Dasar anak itik.

"Hyung, mau ke mana?" tanya Jimin saat melihatku sudah berganti pakaian santai.

"Pulang."

"Tidak merayakannya?"

"Kau saja. Aku mau pulang."

"Memangnya ada yang menunggumu di rumah? Kenapa kau selalu cepat-cepat pulang sih?"

"Ada."

"Benarkah? Siapa? Apa calon kakak iparku?" tanyanya penuh antusias dan rasa penasaran.

"Ehmm."

"Sungguh?!" teriaknya lalu melompat memelukku. Dengan susah payah, aku melepaskan tangannya dariku.

"Bantal dan kasur kau anggap kakakmu memangnya?" tanyaku tanpa rasa.

The Tangled Red String (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang