10

250 47 1
                                    

Satu hari lagi berlalu dengan semestinya. Sejak pagi buta aku sudah duduk manis di salon untuk bersiap di acara variety show hari ini. Dan akhirnya, setelah shooting selama sepuluh jam, akhirnya selesai dengan baik tanpa ada banyak hal yang berarti.

Aku hanya perlu melakukan yang mereka perintahkan. Bereaksi pada apa pun yang terjadi, entah itu terkejut, tertawa lebar, membuka mata lebar saat ada tindakan yang disorot atau bertepuk tangan dengan meriah. Aku sudah menghafal semuanya dengan baik.

"Kau ada rapat dengan management untuk albummu. Setelah itu ada acara di radio jam sepuluh malam ini. Tinggal itu saja," kata Kwan membacakan jadwalku selanjutnya.

"Aku baru comeback, mereka sudah merencanakan album baru lagi?" tanyaku sedikit terkejut.

"Mereka bilang, yang kemarin dianggap hanya pemanasan dengan mengeluarkan satu lagu saja. Dan berpesan kali ini kau harus lebih serius."

"Memangnya aku pernah main-main? Laguku kemarin juga berhasil masuk chart international dan menang beberapa kali di acara musik," kataku dengan nada yang lebih tinggi. Aku tidak senang disepelekan setelah semua usaha yang kulakukan selama ini.

"Kau tahulah, mereka ingin yang lebih lagi."

"Hah ... Benar kata orang, sekali merasakan manisnya madu pasti akan menginginkannya lagi dan lagi."

"Begitulah manusia."

Aku menghela nafas agar sedikit menenangkan pikiranku yang mulai berkelana kembali ke berbagai bayangan kesibukan yang terulang.

Tentu saja aku senang dan sangat bersyukur mendapat kesempatan comeback di waktu yang berdekatan. Namun, aku tidak bisa berbohong kalau ini juga melelahkan mentalku.

Berjam-jam bahkan sampai berhari-hari aku selalu mengurung diri di studio milikku ketika membuat lagu. Hampir semuanya kukerjakan sendiri. Menulis lirik, membuat aransemennya lalu menggabungkan semuanya hingga jadi sebuah lagu yang kuinginkan.

Terlihat mudah ya? Tapi nyatanya cukup melelahkan. Sering berat badanku turun karena lupa makan ketika terlalu larut dalam pekerjaan. Kalau sudah begitu Kwan akan mengomel layaknya penjual panci keliling.

Lalu, rapat kali ini berada di sebuah restoran dekat dengan stasiun radio yang akan jadi jadwalku selanjutnya.

Aku hanya menganggukan kepala tanpa minat setiap ide yang management keluarkan sambil sibuk mengunyah kentang goreng. Entahlah, kepalaku masih kosong dengan semuanya.

"Kapan kau bisa mulai?" tanya staff itu sebagai akhir dari presentasi 'ide'nya.

"Akan kukabari seperti biasanya. Aku harus pergi. Kwan, ayo," kataku sambil menepuk bahu laki-laki yang masih duduk di sebelahku tadi sedangkan aku sudah berdiri siap pergi.

Kwan segera mengikuti langkahku yang berjalan meninggalkan restoran dan staff muda yang terlihat bingung dengan keadaan barusan.

"Ada yang salah? Moodmu jelek sekarang," kata Kwan saat berjalan di sebelahku.

"Aku tidak suka caranya."

"Dia anak baru."

"Terserah dia anak baru atau tidak. Yang jelas, dia adalah orang yang berhadapan denganku. Kalau pun dia anak baru dan  butuh pendamping, seharusnya kantor melakukannya.

Aku tidak suka cara dia yang menggurui dan seakan tahu segalanya. Menekankan semua ucapannya adalah sebuah keharusan yang harus dilakukan. Aku benci orang begitu."

Kwan terkekeh mendengar ucapanku.

"Memang hanya orang lama saja yang bisa menangani perangaimu ini. Kau membangun tembok tinggi untuk orang baru yang mencoba masuk ke dalam hidupmu."

The Tangled Red String (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang