"Kau baik-baik saja?" tanya Kwan dengan tangan menarik rambutku ke belakang. Mencoba mengalihkan perhatianku dari ponsel yang kupegang.
"Hmm."
"Benar baik-baik saja?"
"Hmm."
"Sungguh baik-baik saja?"
"Hmm."
"Ayo ke rumah sakit. Kau tidak baik-baik saja."
"Aku baik," kataku sambil menghentakkan tanganku yang coba ditarik olehnya agar ikut berdiri.
"Kalau kau baik-baik saja, tidak akan jadi pendiam begini. Kau biasanya seperti ini kalau tidur atau sedang sakit."
"Aku hanya sedang tidak ingin bicara."
Moodku benar-benar kacau beberapa hari ini. Naik turun dengan sangat cepat. Sampai akhirnya, aku hanya merasa kosong. Tak tahu apa yang kupikirkan, rasakan atau pun cemaskan. Hanya saja, seperti ada yang mengganjal dalam benakku.
"Lagumu semuanya mendapat sambutan yang bagus. Penjualannnya juga naik terus, begitu pula dengan peringkat di berbagai platform. Ada apa sampai membuat seorang Kwon Ra-On diam begini?" tanya Kwan bingung.
"Kau punya rekomendasi film yang menyedihkan?"
"Kenapa?"
"Aku harus menonton sesuatu yang bisa membuatku menangis sepertinya."
"Kau ini kenapa?"
"Agar bisa membuktikan kalau aku ini masih manusia yang punya perasaan."
Kwan memutar kepalanya seperti kincir angin. Dia sudah tidak bisa mengerti jalan pikiranku yang kadang aneh.
"Nanti saja nontonnya. Sekarang fokus kerja. Besok kau ada pemotretan majalah lalu dua hari berikutnya ada rapat yang membahas acara penghargaan tahunan. Dan ... Setelah ini, kau ada pemotretan untuk agensi."
"Oke," kataku yang segera merapikan rambut hendak bersiap untuk jadwal selanjutnya.
"Ra-On ... Lebih baik kau mengomel seperti biasanya dari pada jadi penurut begini."
"Bukannya kau yang bilang untuk bersikap lebih baik lagi?"
"Benar. Tapi bukan berarti tiba-tiba berubah seratus delapan puluh derajat juga. Buat orang jadi takut saja."
"Aku juga takut kalau terlalu lama begini, aku benar-benar berubah jadi zombie saking tidak bisa merasakan apa pun."
"Kau digigit zombie?"
"Menurutmu kalau zombie itu benar ada. Siapa yang akan menang? Aku? Atau zombie?"
"Kau. Zombienya yang kabur ketakutan lihat manusia sedatar telenan sepertimu. Digigit tidak mengaduh, malah bisa-bisa kau yang menggigit mereka."
"Pintar. Kau tunggu saja di sini. Mestinya tidak akan lama." Kwan mengangguk layaknya burung pelatuk.
Seperti buku tahunan sekolah, setiap tahun selalu ada pembaharuan foto dari pihak agensi. Dan hari ini kami akan mengerjakannya.
Semua artis yang berada dinaungan agensiku hadir di pemotretan ini. Meski banyak yang berbeda jam pengambilan gambar.
Secara naruliah, mereka bergerombol dengan orang-orang yang sefrekuensi. Bercanda bersama. Bicara sana sini bersama.
Sedangkan aku, tetap sendirian. Aku lupa bagaimana awalnya. Tapi yang jelas semua orang memilih untuk menghindariku sampai saat ini.
"Oppa," kataku saat laki-laki berbadan tinggi menjulang itu memakaikan jaket ke bahuku. Senyuman manis lesung pipinya tidak pernah lepas saat dia menatapku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tangled Red String (Complete)
Fiksi PenggemarRa-On bersumpah akan membunuh laki-laki yang sudah melukai harga dirinya sebagai penyanyi itu, dengan tangannya sendiri. Laki-laki dingin bermarga Choi yang selalu membuat kepala gadis itu mendidih. Semua semakin buruk saat dua orang ini diharuskan...