"Kwan, pinjam ponselmu."
Dia memberikannya tanpa banyak bertanya padaku. Tanganku segera menekan angka dua di papan tombol miliknya yang langsung terhubung ke ponselku.
"Berdering," kataku melihat layar ponselku yang bernyanyi. Berarti ponselku tidak rusak ya.
"Kau ini sakit? Kelakuanmu aneh tiga hari ini."
"Apa dia mati ya?" gumamku.
"Siapa?"
"Choi Yoongi. Apa dia mati?"
"Ha?"
"Ini sudah hari ketiga dia tidak memberikan kabar sama sekali. Padahal biasanya selalu mengirimkan pesan padaku tentang lagu kami. Meski hanya beberapa suku kata saja isinya."
"Kenapa? Kau merindukannya?"
"Bukan begitu. Aku hanya khawatir saja dia mati di studionya yang gelap dan sendirian tidak ada yang tahu. Lalu tiba-tiba ada kabar kalau dia ditemukan sudah jadi tengkorak."
"Imajinasimu itu sungguh hebat. Kupikir kalian itu sangat berbeda. Tapi sepertinya punya banyak kesamaan."
"Apa?"
"Kau dan dia sama-sama hobi mengurung diri di studio berhari-hari. Jangan khawatir, kalau dia sama denganmu, maka kuyakin dia akan baik-baik saja saat ini."
Aku manggut-manggut setuju dengan pemikiran Kwan barusan.
"Yang kau khawatirkan itu orangnya atau lagunya?" tanya Kwan usil.
"Lagunya tentu saja. Deadline makin dekat, tapi belum ada tanda-tanda akan selesai dalam waktu dekat. Dia juga tidak mengijinkanku untuk menggubah lagu itu tanpa persetujuannya. Buat pusing saja."
"Selesaikan saja pekerjaanmu. Begitu lagu kalian keluar setelahnya kau hanya punya waktu dua minggu untuk merilis album baru. Ingat perjanjianmu dengan agensi kan?"
"Aku ingat. Cerewet kau ini."
Kwan mengambil kembali ponsel miliknya yang masih di depanku, lalu mengantonginya sebelum akhirnya berdiri hendak pergi.
"Mau ke mana?"
"Hari ini sudah tidak ada lagi yang harus dikerjakan, aku mau menemui beberapa orang temanku. Tidak masalahkan?"
"Tentu saja. Kau juga berhak atas hidupmu. Memangnya mau selamanya terkurung denganku apa?"
"Baiklah. Aku pergi dulu. Jangan buat onar. Mengerti?" katanya memperingatkan.
Aku hanya mengangguk sekali sebelum Kwan lenyap dari pandanganku.
Aku menekan dadaku sekali lagi. Entah kenapa perasaanku tidak enak sedari tadi. Terasa ada yang mengganjal dan buat sesak.
Pikiranku masih saja tentang laki-laki dingin itu. Kenapa kepikiran dia terus sih? Padahal hubungan kami juga tidak terlalu baik. Rasanya ada yang kurang saja.
"Apa kutemui dia saja ya? Dari pada di sini bingung sendiri. Demi ketenangan batin juga. Baiklah."
Aku menaikkan tudung jaket yang kupakai hingga menutupi setengah wajahku saat menghentikan taxi di depan studioku.
"Oh, ahjussi," seruku saat sadar sopir taxi yang kunaiki sama dengan saat aku akan pergi ke studio Yoongi waktu itu.
"Selamat siang, Nona mau ke sana lagi?" tanyanya ramah.
"Iya."
Ahjussi segera mengarahkan kemudinya menuju tempat yang tidak perlu kukatakan itu padanya. Serasa punya sopir pribadi. Hehe ...
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tangled Red String (Complete)
FanfictionRa-On bersumpah akan membunuh laki-laki yang sudah melukai harga dirinya sebagai penyanyi itu, dengan tangannya sendiri. Laki-laki dingin bermarga Choi yang selalu membuat kepala gadis itu mendidih. Semua semakin buruk saat dua orang ini diharuskan...