Kalau di keluarga orang lain, saat ada yang sakit akan saling memperhatikan dengan baik. Maka keluargaku terasa sangat aneh.
Eomma yang datang dengan sangat santai dan hanya melihatku sekilas sambil menggelengkan kepala lalu duduk santai di sofa tanpa menanyakan kabarku lebih jauh lagi. Kini dia malah sibuk dengan ponselnya. Macam anak muda.
Appa juga tidak datang, dan hanya bilang akan menemuiku kalau ada waktu nanti. Lama-lama aku bisa lupa dengan orang yang seumur hidup kukenal ini karena jarang bertemu.
Sedangkan, Hana eonni tidak bisa datang karena Gyuri. Di rumah sakit ini memang ada peraturan, anak dibawah usia empat belas tahun tidak boleh masuk. Dan terakhir, kakakku, Kwon Ryung yang sudah pasti mengomel panjang lebar begitu mendengar semua ceritanya dari Yoongi.
"Sakit?" tanya Yoongi sambil membetulkan selimutku.
"Tidak."
"Lalu kenapa bibirmu maju sampai bisa dikuncir begitu?"
"Tidak ada yang peduli padaku."
"Ibumu datang. Ada kakakmu juga."
"Kau lihat saja ini," kataku setengah berteriak dan mengarahkan pandangan ke arah eomma.
"Kau mau eomma menangis meraung-raung karena luka yang kau buat sendiri?" tanya eomma enteng.
"Eomma. Aku ini anak perempuanmu. Anak yang lemah dan lembut ini juga butuh perhatianmu."
"Apa? Mana anak yang kau panggil lemah itu? Mana bisa orang yang menghajar preman disebut lemah? Kau ini anak perempuan yang berjiwa laki-laki. Rasanya aku punya dua orang anak laki-laki."
"Eomma aku mau operasi sebentar lagi."
"Lalu?" tanya eomma datar.
"Wah, daebak. Anda sangat hebat nyonya Kwon."
Pertengkaran tidak penting kami berhenti saat pintu ruangan terbuka. Dua orang perawat sudah datang dan siap membawaku ke ruang operasi.
"Kau bilang eomma hebat kan? Karena begitu pula anak eomma. Buktikan pada eomma setelah kau selamat dari operasi. Seberapa hebat putri seorang nyonya Kwon," kata eomma sesaat sebelum aku masuk ke ruang operasi. Tetap tidak ada manisnya. Mirip aku.
Di sisi satunya, Yoongi mengelus kepalaku dan tersenyum tanpa kata. Aku ... Ingin melihatnya lagi dan lagi. Mata indahnya. Senyuman manis yang hanya dia miliki. Aku ... Akan akan melihatnya sekali lagi.
"Sekarang tarik nafas panjang dan hembuskan pelan sambil berhitung satu sampai lima," kata dokter anastesi setelah memasang sungkup masker berisi obat bius padaku.
Aku menurut, dan belum sampai hitungan ketiga, aku sudah tertidur. Bermimpi tidak jelas dan tak tahu berapa lama.
Berat. Kenapa sulit sekali membuka mata? Dan kenapa sangat sepi sekarang? Apa operasinya berhasil? Aku mau melihat! Wahai mata, kuperintahkan kau untuk terbuka sekarang!
"Sebentar ya," kata seseorang yang bisa kukenali sebagai Yoongi. Dia membersihkan kotoran yang ada di mataku dengan tissue yang sudah dia basahi dengan air. Ah, karena ini aku kesulitan membuka mata rupanya.
"Air," kataku parau.
"Belum boleh. Aku panggil perawat dulu untuk memeriksamu," larangnya.
Dia menekan tombol yang ada di atas tempat tidurku. Tidak sampai dua menit, seorang perawat datang.
"Sementara Anda harus puasa dulu."
"Sampai kapan?"
"Sampai terdengar bising usus Anda. Kalau menunggu Anda buang angin akan sangat lama karena Anda tidak akrifitas selain berbaring. Setelah bising usus terdengar, baru boleh minum sedikit," kata perawat menjelaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tangled Red String (Complete)
FanfictionRa-On bersumpah akan membunuh laki-laki yang sudah melukai harga dirinya sebagai penyanyi itu, dengan tangannya sendiri. Laki-laki dingin bermarga Choi yang selalu membuat kepala gadis itu mendidih. Semua semakin buruk saat dua orang ini diharuskan...