41

248 39 20
                                    

Suara tembakan itu terdengar nyaring di telingaku. Menyentak kesadaranku akan situasi yang kini harus kuhadapi.

Situasi yang lebih parah dari kecelakaan yang hampir merengut nyawaku beberapa bulan lalu. Karena kali ini aku akan bertemu penciptaku.

Baiklah ... Aku juga harus bersiap bertemu dengan para leluhurku dan meminta maaf pada mereka karena sudah menyusahkan sambil membawa nama keluarga Kwon selama ini.

Tapi ...

Kenapa rasanya sesak bukan sakit ya? Bukannya kalau kena tembak di kepala langsung mati tanpa nyeri ya?

"Akh," kataku spontan saat leherku kembali terasa seperti dicekik.

Eh? Aku masih bisa bersuara? Bagaimana sih ini? Bukannya aku sudah mati? Atau ada malaikat yang mengikat leherku sekarang.

"Turunkan senjata Anda tuan Kim," perintah seseorang terdengar olehku.

Wait. Tuan Kim? Memangnya dia ikut mati?

"Mundur kalian, atau kepala gadis ini akan benar-benar kuledakkan."

Aku ...

Belum mati?

Perlahan aku membuka mata sambil mengernyitkan kening. Bersiap kalau-kalau saja yang dihadapanku bukan manusia agar tidak terlalu terkejut nantinya.

"Nona tenanglah," sambut orang di depanku yang berpakaian hitam dengan senjata di tangannya itu begitu kedua mataku terbuka lebar.

Yang tidak tenang juga siapa? Memangnya aku berteriak apa? Perasaan aku diam saja.

Sekarang dihadapanku terhampar pemandangan yang seratus delapan puluh derajat yang berbeda dengan yang terakhir kali kuingat.

Kini, orang-orang berseragam hitam dengan senjata laras panjang mengelilingiku. Di sekitar mereka terlihat anak buah orang ini sudah terkapar tak berdaya di lantai. Hebat juga mereka menyerang tanpa suara. Tidak salah memang sebuatan pasukan khusus terbaik itu disematkan pada enam laki-laki ini.

Sedangkan aku, sedang berperan jadi bahan sandera dari laki-laki sinting bermarga Kim yang masih tetap mengarahkan moncong pistolnya ke kepalaku dan menekan pelipisku.

"Minggir kalian semua. Aku tidak akan segan melakukannya sekarang," ancamnya sekali lagi.

Dari suaranya yang bergetar, aku bisa menduga kalau dia merasa terpojok dan gusar sekarang. Secara mental, ketenangannya sudah goyah.

Bagaimana tidak bingung, kalau ada enam pistol yang mengarah dan siap menembak kapan pun saat dia mulai bertindak.

"Ahjussi, kalau kau membunuhku. Mereka akan segera menembakmu begitu aku mati. Dan kita akan bertemu lagi di alam baka. Kau tidak bosan apa melihatku terus?" kataku tepat di telinganya.

"Karena itulah aku akan membawamu pergi dari sini."

"Sayangnya ... Aku tidak mau," ucapku pelan.

Bersamaan dengan satu tarikan nafas panjang, kuhentakkan keras bahu kiriku tepat mengenai dagunya.

Dia secara tidak sadar melepaskan tangannya dari leherku. Kuperkirakan telinganya berdengung dan kepalanya berputar sekarang.

Sebelum dia sadarkan dari seranganku, tanganku menariknya lalu membanting laki-laki itu ke lantai hingga suara berdentam terdengar keras.

"Kau harusnya ingat. Aku wanita gila yang memakai nama keluarga Kwon. Jangan remehkan hal itu. Mengerti?"

Ahjussi Kim tak menjawabku, dia terlihat seperti orang linglung dengan gigi berdarah karena ulahku sebelumnya. Lalu ... Dia pinsan begitu saja.

The Tangled Red String (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang