42

238 45 26
                                    

Sekarang memang bukan waktunya untuk berjalan-jalan di jam semalam ini. Tapi aku tidak bisa tidur. Pikiranku masih berputar ke mana-mana. Ada rasa mengganjal yang belum berhasil kuenyahkan dari benakku.

Dan suasana rumah sakit di tengah malam begini memang menakutkan ya. Terlalu sepi dan hening. Belum lagi beberapa koridor yang jarang dilewati tidak dinyalakan lampunya, membuat kesan horor itu semakin nyata. Seakan ada sesuatu yang akan keluar begitu aku mencoba berjalan ke sana.

Tapi kewarasanku sedang berkelana entah ke negeri dongeng sebelah mana sampai kakiku bergerak sendiri, seakan tak terpengaruh oleh semua hawa tidak mengenakan ini. Berjalan secepat yang kubisa meninggalkan rumah sakit sebelum tertangkap oleh Ryung dan semua pengikutnya.

Sebelumnya, aku tidak menyadari kalau sedang dikurung di kamar rawat inap oleh kakakku. Aku baru tersadar saat akan membuka pintu dan ternyata terkunci dari luar.

Ryung punya ketakutannya sendiri. Dia tidak ingin aku kabur ke tempat di mana dia tidak bisa mengendalikan diriku. Takut kalau hal buruk kembali menimpaku. Atau malah lebih buruk dari itu.

Tapi ini sangat membuatku pengap. Dadaku rasanya sesak karena semua yang sedang kupikirkan. Aku hanya ingin menghirup udara luar sebentar.

Dan ada gunanya juga aku menjadi adik dari dokter bernama Kwon Ryung itu. Paling tidak, aku tahu bagaimana melepas infus dengan benar.

Hanya helaan nafas panjang yang bisa kukeluarkan saat melihat baju yang ada di lemari. Eomma ternyata hanya membawakan pakaian serba putih untukku sewaktu terakhir kali kemari dulu. Warna yang hampir tidak pernah kupakai ketika berada di rumah.  Tapi mau tidak mau harus kupakai dari pada seragam pasien ini. Bajuku sebelumnya sudah dibawa Ryung pergi, katanya untuk diperiksa. Entah apa yang mau dia lakukan dan aku hanya bisa mengiyakan saja.

Karena pintu dikunci, aku memilih keluar lewat jendela. Sedikit sulit memang, tapi dari pada ketahuan lebih baik begini.

"Sial," runtukku begitu menginjakkan kaki di tanah.

Berhasil turun dari lantai dua. Aku lupa letak kamarku yang berada di area belakang rumah sakit yang bisa dibilang adalah area terisolasi dan yang pasti gelap. Hanya beberapa orang saja yang tahu.

Kalau di rumah sakit lain ruangan VVIP berada di lantai paling atas, sangat berbeda di sini. Justru yang pasien yang paling diutamakan akan diletakkan di area belakang yang punya sistem keamanan empat kali lebih ketat dari pada ruang VVIP. Tapi tidak cukup ketat untuk mengurungku lebih lama di sini.

Seperti yang kukatakan sebelumnya, rumah sakit di saat malam begitu menyeramkan. Aku membetulkan masker hitam yang kupakai agar menyembunyikan wajahku dengan benar hingga benar-benar berhasil keluar dari lingkungan rumah sakit.

"Jam tiga pagi," gumamku ketika melihat layar ponsel.

Brukk

Kraaak

"Ah, maaf. Maaf," kata seorang laki-laki padaku setelah dia menabrak tubuhku hingga kacamataku terlepas dengan tas besar yang dia bawa.

Aku hanya bisa melongo dan tak bergerak saat kacamata yang kupakai sudah hancur terinjak olehnya. Belum lagi ponsel yang berada di tanganku ikut melayang dengan indahnya dan  langsung disambut oleh mobil yang lewat. Sebuah kebetulan yang sangat tepat sekali. Dan hancurlah semuanya.

"Aku sungguh minta maaf. Akan kuganti semuanya," katanya lagi penuh penyesalan.

Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku pelan dengan pikiran kosong. Mau diganti sekarang juga percuma. Butuh waktu untuk memesan kacamata yang punya minus tinggi seperti milikku itu. Bagaimana ini?

The Tangled Red String (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang