3

333 70 2
                                    

"Selamat siang, Choi Yoongi-soenbaenim." Aku memasang senyuman termanis untuknya.

" Aku memasang senyuman termanis untuknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia tak menjawabku. Laki-laki itu tak menjawabku. Namun, mata dinginnya tepat menatapku yang hanya setinggi bahunya, dan semakin membuatku merasa mengkeret saat kurasakan aura mengancam menguar dari dalam dirinya. Membuatku sesak karena dia.

"Bisa kita bicara sebentar, soenbaenim?" tanyaku mencoba setenang mungkin menghadapinya.

"Aku sibuk," jawabnya acuh.

Apa dia pikir aku tidak sibuk apa? Apa aku terlihat sangat menganggur sampai mau datang ke mari kalau tidak terdesak? Menyebalkan.

"Ada yang ingin kukatakan. Soal kerja sama kita."

"Kita?" tanyanya dengan kening berkerut. Aku mencoba membaca wajahnya. Sepertinya dia tidak tahu akan hal ini. Apa ini?

"Kau bilang kita?" ulangnya. Aku mengangguk kini setengah ragu.

Mataku berpaling memandang ke Kwan yang ikut terdiam dengan mulut melongo. Dia lalu mengangkat bahu tanda tak tahu.

"Kau bilang semua orang sudah tahu tadi," bisikku pada Kwan.

"Sebenarnya, aku tidak bilang begitu. Aku hanya menyebutkan nama agensi saja, dan langsung diperbolehkan masuk," jawab Kwan.

Aku memukul dahiku sendiri begitu mendengarnya. Sedangkan laki-laki dingin itu sudah kembali masuk ke studionya dan kini sibuk dengan ponsel yang ada di telinganya. Entah siapa yang dia hubungi. Yang jelas terlihat dia sedang kesal dan marah.

Aku mencuri lihat di antara celah pintu yang tidak tertutup rapat ini, penasaran juga bagaimana bagian dalam dari studio miliknya.

Hanya ada warna hitam. Tembok hitam begitu pula dengan sofa panjang yang berwarna hitam. Kontras dengan pemiliknya yang memiliki kulit putih, tapi anehnya terlihat cocok di mataku. Apa ada yang salah dengan otakku ya?

"Ikut aku," katanya yang tiba-tiba membuka pintu lebar dan berjalan melewatiku begitu saja.

Mau tidak mau aku menuruti ucapannya. Mengekor pada dia yang sama sekali tidak mengeluarkan suara sepanjang perjalanan yang tidak kutahu tujuannya ini.

Setelah naik lift ke lantai paling atas kami berbelok ke kiri sedikit lalu berhenti di depan ruangan milik direktur utama agensi miliknya ini.

Tanpa mengetuk pintu, Choi Yoongi langsung menerobos layaknya angin beliung yang siap menerjang apa pun dihadapannya.

Seorang laki-laki bertubuh berisi sedang duduk manis di kursinya dan sibuk dengan tumpukan kertas yang ada di depannya saat kami masuk ke ruangan miliknya.

Dia menyambut kedatangan kami dengan senyuman hangat tanpa memperdulikan wajah Yoongi yang mengeras. Sepertinya sudah terbiasa menghadapi si manusia es.

The Tangled Red String (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang