45

324 39 15
                                    

"Sedang memikirkan apa?" tanya Yoongi sambil menyingkirkan helaian rambut yang ada di leherku.

Tangannya yang satu melingkar ke perutku sedangkan punggungku bersandar pada dadanya yang bidang. Dia menarikku sedikit ke belakang agar semakin mendekat padanya di tempat tidur siang ini, lalu mencium leherku beberapa kali. Menghirup aroma tubuhku yang membuatku geli karena tingkahnya.

"Memikirkan tentang perasaanku," kataku.

"Kau punya orang lain selama aku pergi?" tanyanya dengan suara rendah. Ada rasa percaya diri pada kata yang dia keluarkan, yakin kalau aku tidak akan meninggalkannya. Tapi ...

"Kurasa ada. Seseorang yang bersamaku saat kau tidak ada. Sekarang aku jadi memikirkan dia setelah dengar kalau kau juga memikirkan tentang hubungan kita."

Yoongi terdiam. Terasa dia tidak suka dengan pembahasaan kami ini. Pelukannya mengendur, dia memaksaku berbalik untuk menatapnya. Mata kecil miliknya memandang manik mataku. Mencari apakah aku sedang bercanda atau tidak.

"Siapa?" tanyanya begitu tahu aku sedang serius sekarang.

"Seseorang. Dia punya kehangatan yang datang bersama dengan kehadirannya di sisiku."

"Kau menyukainya?" Aku mengangguk mantap.

Yoongi memejamkan matanya sambil mengatur nafas. Dia sering sekali seperti ini saat perasaannya kacau. Cara terbaik dari pada mengamuk katanya.

"Boleh aku menemuinya?" tanyaku.

"Kau minta izin padaku untuk menemui orang lain yang kau sukai?" katanya tak percaya.

"Sepertinya begitu. Bagaimana? Boleh?"

"Terserahlah," jawab Yoongi akhirnya.

Dia lalu meninggalkanku sendirian menuju ke dapur dan memasukkan kepalanya ke freezer. Mendinginkan kepalanya. Orang jenius bisa aneh-aneh juga ternyata.

Dengan langkah ringan aku bersiap untuk pergi. Memilih baju yang akan kupakai untuk menemui orang itu dengan seksama. Tidak mau mengecewakannya.

"Kuantar," ucapnya saat melihatku keluar dari kamar setelah berganti pakaian.

"No," tolakku tegas.

"Aku tidak mau dia kabur kalau melihatmu," lanjutku.

"Memangnya kenapa?"

"Karena kau menakutkan. Aku ke sana untuk meyakinkan perasaanku. Dia atau kau yang benar-benar ada di dalam hatiku. Jangan jadi berat sebelah sebelum pertemuan dong," protesku.

Yoongi meletakkan cangkir putih berisi Americano kesukaannya yang sudah dia minum selama beberapa waktu dengan gusar.

"Di mana kalian bertemu?"

"Di tempat terakhir kami bertemu," jawabku santai.

Melihatku yang seakan tidak memiliki beban, dia semakin kesal juga. Tapi yang namanya Yoongi, dia lebih memilih memendam sendiri dari pada mengeluarkan perasaannya. Sekarang saja dia sudah menghilang entah ke mana. Mungkin sedang curhat dengan Mong di kandang kucing putih itu.

Aku meninggalkan sebuah catatan yang kutaruh di bawah cangkir miliknya sebelum pergi. Karena sudah siang, aku memutuskan ke sana dengan taxi.

Malas harus pakai mobil, apa lagi mobilku memang tidak ada di rumah Yoongi. Lupa juga di mana kuletakkan salah satu alat transportasi milikku itu saking sudah lamanya tidak kupakai.

Butuh waktu sekitar satu setengah jam karena jalanan yang ramai di akhir pekan ini, untuk sampai ke tujuanku. Begitu turun, kuhirup udara segar yang membawa musim semi di tiap helaan. Segar.

The Tangled Red String (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang