Moment 38

436 62 6
                                    

Eungi tidak menyangka, jika Jungkook masih menyimpan perasaan sedalam itu kepadanya. Walau bagaimanapun, gadis itu merasa Jungkook sedikit lebih berubah. Tidak seperti saat pertama kali mereka bertemu. Kali ini dia lebih tenang, dan tidak terlalu menyebalkan.

“Maafkan aku,” ucap Eungi dengan nada melemah. Apapun kondisinya, ia merasa tidak enak hati pada pemuda tersebut. Namun, seperti yang dia katakan, cinta tidak bisa dipaksakan ke mana hatinya harus berlabuh.

“Tidak-tidak ini bukan salahmu. Lagipula ....” Jungkook menggantungkan perkataannya dengan sedikit menyondongkan bahu, lebih dekat dengan Eungi. Sebelah matanya mengerling nakal. “Sebelum kamu mengucapkan janji pernikahan, aku masih punya kesempatan, bukan?”

“Ya!” Eungi kembali emosi. “Kamu ini benar-benar.”

“Apa? Tampan?”

“Terserah!”

Malas meladeni, Eungi pun segera mematikan kompor dan hendak membawa ramen itu ke meja halaman belakang rumah Hoseok, di mana pesta barbeque akan dilakukan malam ini. Jungkook tentu mengikuti dari belakang, ia berusaha membantu Eungi, tapi gadis itu mengelak menerima bantuannya. Selain karena itu bukan hal merepotkan, ia juga sedang memberi sedikit catatan—agar pemuda tersebut berhenti menggodanya seperti itu. Sementara, Hoseok dan Marrie juga tengah menyelesaikan pekerjaan mereka.

Wow, daebak. Pasti sangat enak. Eummm!” seru Jungkook yang sepertinya sudah tidak sabar untuk menyantapnya, sambil mengusap-usap perutnya yang lapar. Apalagi harum masakannya yang sangat menggoda penciuman dan kerongkongan.

“Tentu, Hoseok sudah sangat terlatih dalam memanggang daging,” sambung Marrie seraya duduk dan mengatur meja makannya. “Dulu, dia sering membuatkannya untukku. Dan kami akan menghabiskan waktu hingga larut malam, sampai tertidur di meja makan.” Tawanya kemudian menguar, mengingat momen-momen indah sekaligus lucu tersebut. “Paginya kita akan bangun kesiangan dan terburu-buru pergi ke kampus. Ah, benar-benar masa itu yang tidak pernah kulupakan.”

Eungi hanya bisa terdiam mendengar celotehan Marrie. Menutup bibirnya semakin rapat. Tidak bisa dibayangkan, bagaimana mereka memiliki banyak momen yang indah di masa lalu. Momen yang telah menyatukan dan memperkuat perasaan mereka. Jika saja saat itu tidak pernah ada badai yang menerpa hubungan keduanya, mungkin saat ini Hoseok dan Marrie sudah hidup bahagia bersama Hyuka. Takdir tertulis di atas kuasanya manusia. Siapa sangka, sekarang Hoseok justru sedang memperjuangkannya. Meski Eungi tidak pernah tahu, hubungan itu akan terus berlanjut atau berakhir begitu saja.

“Itu masa lalu, sudahlah tidak perlu diungkit lagi,” potong Hoseok, yang sudah jelas merasa tidak enak hati pada Eungi.

Ternyata, perkataan itu sedikit mengusik perasaan Marrie. “Jadi artinya, momen itu sudah tidak berarti lagi untukmu? Bodohnya aku karena menganggapnya masih sangat berarti.”

Akh, aku lapar. Lebih baik segera makan.” Jungkook sengaja mengatakan itu demi mencairkan kembali suasana yang hampir menegang. “Eum, enak sekali. Noona memang tidak pernah bohong,” komentarnya setelah mencoba daging sapi yang dibuat oleh Hoseok.

“Em, benarkan. Kalau begitu makanlah yang banyak. Seharian ini, oh bahkan beberapa hari ini kamu sudah mengurus Hyuka dengan baik. Maaf, karena Noona melepas tanggung jawab itu padamu. Tapi, tenang saja, jika jadwalku sudah lebih bebas sedikit, aku tidak akan merepotkanmu lagi.”

Noona, apa yang kamu katakan? Aku senang menjaga Hyuka seharian. Dia sangat aktif dan sangat menggemaskan.”

“Seharusnya aku yang mengucapkan terima kasih,” sela Hoseok.

Eum-eum, tidak masalah,” jawabnya mengangguk-anggukan kepala sambil mengunyah makanan di mulut. “Asal jangan lupa saja setiap akhir bulan.” Satu alisnya naik, seakan menggoda Hoseok. Alhasil, mereka pun tertawa kecil.

***

Tentu saja mood Eungi saat ini sangat-sangat berantakan. Makanan di depannya, yang seharusnya enak, mendadak terasa biasa saja. Pahit, hambar, sama seperti perasaannya sekarang. Di depannya ada Hoseok—orang yang sepatutnya selalu membuatnya nyaman dan bahagia. Ada Jungkook yang bisa mencairkan suasana. Akan tetapi, kehadiran Marrie adalah akar dari segala kegundahannya. Karena wanita itu, ia tidak bisa mengekspresikan semua kesukaan hatinya. Memendam itu adalah pekerjaan yang berat. Tapi, mau bagaimana lagi? Itu sudah menjadi keputusannya, untuk tidak mengatakan apa pun hubungannya dengan Hoseok pada Marrie. Bahkan Jungkook pun diminta untuk tutup mulut.

Jadilah begini Eungi sekarang ini, berusaha menelan minuman yang secara mati-matian ia hindari. Karena efeknya bisa sangat besar—sampai hilang kesadaran. Namun, apa daya. Pusing di kepalanya sangat menjengkelkan. Mau tidak mau, Eungi harus menghilangkan penat tersebut.

“Eungi-ya, sudah jangan minum lagi, kamu tidak bisa melakukannya,” kata Hoseok yang mencoba menahan tangannya Eungi, yang hendak meneguk segelas minuman beralkohol jenis soju itu.

“Apaan, sih! Lepaskan tanganku! Aku mau menikmati malam ini dan melupakan segala yang bisa membuat kepalaku pecah, mengerti?!” sentaknya, dan Eungi benar-benar sudah tidak terkendali.

“Kenapa kamu ini? Biarkan saja Eungi menghabiskan minumannya. Ini tidak akan membuatnya kehilangan nyawa,” komentar Marrie yang masih kuat minum, walaupun sebenarnya ia hampir mual karenanya. Sedangkan Jungkook jangan ditanya, dia sudah terkulai lemas dengan kepala bertumpu di atas meja. Sebentar lagi ia pasti akan mengeluarkan suara-suara merdu, karena sudah berlalu ke alam mimpi. “Ayo, kamu masih biasa-biasa saja. Jadi bersulanglah denganku.”

Marrie terus menyodorkan segelas soju pada Hoseok. Tidak jauh beda dengan Eungi, sesungguhnya Hoseok tidak bisa minum terlalu banyak. Selain bisa kehilangan kesadaran dalam waktu cepat, ia juga bisa melakukan hal-hal konyol. Pria itu tentu tidak ingin hal lalu terulang lagi, hanya karena minuman.

“Tidak, kamu saja. Aku akan membawa Eungi pulang,” tutur Hoseok lagi setelah melihat Eungi sudah sangat lemas.

Namun, belum sempat Hoseok memapahnya, Eungi sudah terlanjut muntah di kemaja kerjanya. “Ah, ya ampun.” Dan setelah itu gadis tersebut benar-benar memejamkan mata. “Merepotkan saja.”

Karena merasa tidak nyaman dengan baunya, Hoseok terpaksa menempatkan Eungi tertidur di kursi dan akan kembali untuk mengatarkannya pulang setelah membersihkan diri dan berganti baju. Meninggalkan Marrie juga yang masih belum berhenti minum dan menceracau tidak jelas. “Aku pasti akan kena masalah.”

Hoseok tidak tahu, jika setelahnya berlalu, Eungi bangun kembali—seperti mengigau dalam tidur—dan mengatakan sesuatu yang sukses membuat Marrie terkejut, lalu setelahnya meneteskan air mata. []

Beautiful Moment [JH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang