Moment 20

436 80 12
                                    

Sejak tadi ponsel Eungi terus berbunyi. Mengganggu sekali, sampai-sampai gadis itu berdecak karena kesal.

“Tumben sekali, siapa?” tegur Seokjin, merasa jika keadaan tersebut hal yang belum biasa.

Aneh saja. Adiknya itu bukan tipe yang pandai bergaul. Jangankan masuk dalam sebuah grup obrolan, kontak pertemanannya saja hanya dipenuhi oleh lima orang.

Ibuku.

Kak Jin yang paling tampan.

Jung Hoseok.

Keni.

Dan tentu saja nomor dirinya sendiri.

“Jangan pura-pura tidak bersalah, ini juga karena dirimu,” celetuk Eungi terdengar sangat jengkel. Mendadak selera makannya jadi hilang, karena sepertinya suara pertanda munculnya sebuah notifikasi itu tidak akan hilang, sebelum dirinya benar-benar memberi respons.

Seokjin yang belum paham dengan tuduhan adiknya tersebut lantas merenung. Mengernyitkan dahi, menunjukkan mimik wajah sedang berpikir.

“Kalau Kak Jin tidak memberikan nomor teleponku pada Jungkook, saat ini dia tidak akan mengirim banyak pesan dan membuat spam.” Eungi akhirnya menjelaskan karena kakaknya itu benar-benar tidak cepat peka.

“Oh ....” Kedua mata Seokjin membulat dengan bibir membentuk huruh O sempurna. Alih-alih minta maaf, dia malah tertawa dan berspekulasi sendiri. “Sepertinya anak itu menyukaimu.”

Eungi yang sedang minum—untuk mengakhiri sesi sarapannya kali ini—langsung terbatuk karena tersedak. Bagaimana pun ucapan Seokjin mengingatkannya pada pernyataan cinta yang dilakukan Jungkook semalam.

Sial. Bahkan gadis itu merasa geli gemam sendiri. Tidak habis pikir, karena bisa-bisanya pemuda itu melakukan hal tersebut. Padahal mereka belum lama kenal, terlebih usianya terpaut lebih tua. Jelas saja Eungi tidak menggubris pengakuan Jungkook.

Yang benar saja? Dia itu masih bocah, pikirannya juga masih labil, pikirnya saat itu. Eungi beranggapan jika perasaan itu hanya muncul sementara, dan seiring berjalannya waktu—menunjukkan sikap penolakannya—pasti akan cepat hilang.

“Diam, lha. Jangan meledekku!”

Seokjin tidak membalas, dia masih mencoba meredam tawanya yang memang terdengar sangat lucu bagi dirinya. Karena tidak ingin membuat adiknya itu bertambah murka, ia pun memilih diam dan kembali menghabiskan sisa makanannya.

Lagi-lagi Eungi mengembuskan napas berat. Pagi ini ponselnya memang terdengar sangat berisik. Bayangkan saja, bukan hanya Jungkook yang melakukan itu, tapi Taehyung juga. Eungi sampai berniat untuk mengganti nomornya lagi dan tidak akan memberi tahu siapapun.

“Eungi-ya!” panggil ibu mereka, yang sudah ada di rumah lagi sejak semalam. Katanya keadaan nenek sudah lebih baik, sehingga ia bisa pulang dan melihat kondisi di rumah.

“Em, ya. Ada apa?”

“Sudah selesai sarapannya?” Eungi refleks mengangguk. “Kalau begitu ayok siap-siap dan ikut Ibu ke pasar.”

“Hah? Yang benar saja,” keluh Eungi yang merasa semakin kesal.

“Kenapa? Persedian dapur sudah habis. Cepat saja, jangan membantah.”

“Udah sana temani Ibu,” sambung Seokjin yang langsung mendapat tatapan nyalang. Tentu saja kakaknya itu akan mengorbankan dirinya, karena dia pun pasti enggan jika harus menemani ibu mereka berbelanja—itu akan menyita waktu sangat banyak.

“Tapi aku harus mengasuh Hyuka.”

“Jangan alasan, ini hari minggu. Pria itu pasti libur bekerja dan ada di rumahnya, kan?”

Kalau sudah begini, Eungi tidak bisa mengelak lagi. “Ya udah, iya. Aku mau ganti pakaian dulu.”

Dengan berat hati akhirnya ia bangkit dari kursi dan berjalan malas-malasan menuju kamar. Meninggalkan handphone-nya yang masih tergeletak di atas meja makan, dengan notifikasi yang terus muncul.

“Kalau begitu Ibu tunggu di luar, jangan lama!” serunya sambil berlalu menuju beranda.

Sementara karena penasaran, Seokjin akhirnya mengambil ponsel Eungi dan melihat apa yang terjadi di dalam sana. Ia sampai mengangguk-anggukan kepala dan menahan senyum setiap kali membaca pesan yang masuk dari Jungkook dan Taehyung. Tanpa sepengetahuan Eungi, pun Seokjin menuliskan balasan untuk keduanya.

***

Kim Eungi benar-benar sudah sangat lelah. Sudah hampir dua jam ibunya itu mengajaknya berkeliling pasar tradisional. Membeli semua kebutuhan dapur yang berkurang. Masalahnya cuaca juga tidak mendukung, panas sampai tenggorokan terasa kering.

“Sebentar-sebentar!” Tiba-tiba ibunya menyela, membuat Eungi yang berjalan di belakangnya ikut berhenti mendadak.

“Ada apa? Ada yang kelupaan?”

Wanita itu mengangguk, lalu mengalihkan dua kantung belanjaan dari tangannya ke tangan Eungi, yang dua-duanya juga sudah penuh. Sehingga gadis itu tampak lebih kerepotan.

“Tunggu sebentar, sepertinya Ibu ingin buang air besar.” Tanpa menunggu respons, Kim Seo Jung buru-buru berjalan cepat menuju toilet umum yang berada di pasar tersebut. Meninggalkan Eungi yang menghela napas jenuh, seraya mengedarkan pandangan.

Maksud hati ingin mencari tempat duduk, setidaknya sedikit mengurangi rasa lelah di kaki sambil menunggu sang Ibu. Namun, kenyataannya netra itu malah melihat dua sosok pria yang saat-saat ini enggan sekali ia temui. Melambaikan tangan dengan senyum lebar, sambil keduanya berusaha menghentikan satu sama lain untuk lebih dulu berlari menghampiri.

“Astaga, kenapa mereka ada di sini?” Eungi meringis, berusaha menghindari mereka dengan memilih untuk pergi.

Akan tetapi, mereka dengan kompak dan lantangnya memanggil, “Eungi-ya ...!” Membuat atensi di sekeliling teralih pada mereka.

“Jangan pergi, aku sudah mencarimu sejak tadi,” kata si cowok hidung bangir sambil mengatur napasnya yang masih tersengal-sengal.

“Lagian siapa yang nyuruh kaliah untuk melakukan itu?!” sentak gadis tersebut karena merasa tidak nyaman.

“Kamu sendiri yang mengatakannya padaku,” balas Jungkook, membuat kening Eungi berkerut.

“Apa kamu ini, jangan asal bicara!”

“Aku tidak bohong, kamu membalas pesanku dan menyuruhku untuk menemuimu di sini.”

“Aku juga,” sela Taehyung tidak mau kalah.

Hm? Eungi benar-benar tercenung. Seingatnya ia tidak membalas pesan mereka satu pun, apalagi menyuruh mereka menghampirinya. Belum sempat pikirannya bekerja lebih keras untuk mengingat kemungkinan yang terjadi, tiba-tiba ibunya hadir di antara mereka.

“Ah, sekarang sudah lega—eh.” Kata-katanya  tidak selesai saat melihat dua sosok laki-laki tampan yang jelas-jelas berdiri di depan mata. “Kalian, siapa?”

Dua laki-laki itu kembali berulah, berlomba menghalangi dan meraih yangan Seo Jung lebih dulu. Sampai akhirnya Jungkook berhasil dan langsung berkata, “Saya, Jungkook. Calon pacarnya Kim Eungi.”

Sontak kedua mata Eungi melebar dengan mulut menganga. Belum lagi Taehyung yang berulah. Melepaskan tangan Jungkook dengan paksa agar bergantian.

“Nggak, Bi. Saya calon pacar Eungi yang sebenarnya, Kim Taehyung.”

Astaga ....

Tentu saja Nyonya Kim Seo Jung ikut tercengang—lebih tidak menyangka. Dalam beberapa detik tidak dapat mencerna kalimat yang diucapkan dua pemuda tampan di hadapannya tersebut. Rasanya ingin pingsan saat itu juga.

“Serius?” Jungkook dan Taehyung kompak mengangguk.

Wajah binar kebahagiaan langsung terpancar dari wajah sang Ibu. Dengan tatapan penuh harap, ingin meyakinkan hati jika yang didengarnya saat ini adalah kebenaran, buru-buru ia bertanya pada putrinya.

“Jadi, pilihan kamu yang mana?” Alih-alih cepat menjawab, Eungi hanya mampu menghela napas seraya menepuk keningnya sendiri.

“Terserah!” putusnya yang tidak mau tahu lagi dan segera berlalu meninggalkan mereka bertiga. []

Beautiful Moment [JH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang