“Ini, makanlah.” kata Eungi yang baru saja kembali, seraya menyodorkan kantung plastik berisi satu cup ramyeon dan sekotak gimbap pada Hoseok. Yang sejak ia pergi, masih duduk cemas sambil menumpukkan dua siku di masing-masing kedua lututnya, dengan jemari yang saling bertaut. Masalahnya, sampai saat ini suhu tubuh Hyuka belum turun juga. “Semalam kamu pasti kelelahan karena terus menjaga Hyuka, sementara tadi pagi kamu belum sempat sarapan, kan?”
Jungkook, yang tadi ikut bersama Eungi untuk mencari makanan—walaupun menerus diabaikan—baru saja menutup pintu dan terdiam di tempat. Memerhatikan gadis tersebut yang tampak sangat peduli pada cinta pertama kakaknya itu.
Kali ini Hoseok mendongak. Memusatkan tatapannya pada Eungi. Tidak lantas mengambil alih kantung plastik, tapi malah menarik tangan sahabatnya tersebut hingga duduk tepat di sebelahnya. Hal yang tiba-tiba itu tentu saja mengejutkan Eungi, juga Jungkook yang merasa tidak nyaman menyaksikannya.
“Wae?! Kenapa memerhatikanku seperti itu?” protes Eungi yang merasa salah tingkah. Apalagi setelah detak jantungnya yang mendadak berdegup lebih cepat. “Ini, terimalah, dan makan!” Buru-buru gadis itu memenyerahkan sepenuhnya makanan itu di pangkuan Hoseok. Sementara ia memalingkan muka, dan tanpa sadar mengembuskan napas panjang. Kelakuannya jelas saja membuat Hoseok tersenyum.
“Kamu ini berlaga ingin punya pacar, tapi baru seperti itu saja sudah merasa canggung,” selorohnya yang kemudian mengeluarkan tawa tidak begitu lepas.
“Mwo?” Eungi jelas saja tidak terima. “Jadi kamu sengaja ingin mengujiku?” Tampa ragu ia mengeplak pundak Hoseok. “Aku tidak sepecundang itu, hanya saja—” Lalu ucapannya menggantung, sedangkan dalam hatinya ia melanjutkan, karena itu kamu.
Tatapan penuh arti yang dilayangkan tersebut sama sekali tidak disadari oleh Hoseok—yang mulai membuka kotak gimbap dan ramyeon. Namun, Jungkook jelas menyadari sepenuhnya. Ruangan berukuran tiga kali tiga meter tersebut mendadak terasa pengap dan panas. Tidak terima, pemuda itu lantas berhambur menghampiri mereka. Lebih tepatnya bersanding di sebelah Eungi.
“Aku membeli dua Chatime dan dua roti. Kamu juga pasti lapar, kan?”
Eungi melirik sinis pada Jungkook, dengan alis berkerut. Laki-laki itu tidak bosan-bosannya terus mengganggu dan membuntuti, padahal dengan segenap jiwa dan raga ia sudah berusaha mendiamkannya.
“Padahal orangnya ada tiga, dasar pelit,” celetuknya tanpa ragu sedikit pun.
“Ya, dia kan sudah punya dua makanan. Kenapa harus aku belikan juga?!”
“Kalau kalian ingin bertengkar, sebaiknya di luar saja,” sergah Hoseok. “Susah payah aku membuat Hyuka tertidur, jangan sampai karena kalian aku harus lebih bekerja keras lagi.”
“Dengar itu?!” Eungi sewot seraya memberi tatapan, seakan menyuruh Jungkook untuk keluar.
“Dia menyuruh kita,” katanya sambil menunjuk dirinya dan Eungi secara bergantian. “Bukan hanya aku. Jadi, ayo kita pergi!”
Belum sempat Jungkook menarik tangan Eungi, tiba-tiba saja ada yang membuka pintu ruangan tempat Hyuka sedang menerima perawatan. Kedua mata mereka langsung tertuju pada seorang wanita, yang tanpa pikir panjang kemudian berlari menghampiri bayi—yang saat ini tengah terbaring lemah merasakan sakit.
“Hyuka, anakku.” Sontak saja apa yang dilakukan wanita itu membuat mereka bertiga kompak berdiri dan memerhatikan, seperti terkesiap. Bagaimana seorang ibu begitu khawatir dengan kondisi putranya. Menyentuh kening Hyuka, yang saat itu masih tertidur. “Tubuhmu panas sekali, Nak.”
Seketika perasaan dan rasa percaya diri Eungi menyusut. Seberapa pun ia berusaha, membuat waktu dan melupakan masa lalu, tidak akan merubah kenyataan jika Jeon Marrie dan Hyuka memiliki hubungan darah dan batin yang kuat. Memang tidak sepatasnya, ia berpikir untuk menjauhkan mereka, tapi .... Haruskah ia tetap egois? Sementara hatinya akan jatuh terlalu sakit jika harus merelakan Hoseok dan Hyuka bahagia dengan Marrie.
“Kenapa kamu tidak memberitahuku tentang Hyuka?” tandas Marrie, ketika kedua netranya beralih menatap Hoseok. Perasaan kecewa itu tampaknya sudah agak dalam, sehingga ia tidak bisa mengontrol ekspresinya yang menuntut penjelasan.
“Maaf, tapi aku pikir itu pasti akan menganggu pekerjaanmu.”
“Apa?” Marrie tidak terima dengan alasan Hoseok, yang baginya tidak berdasar sama sekali. “Jika Jungkook tidak menghubungiku, mungkin aku tidak akan pernah tahu. Benar, kan?”
“Marrie—” Satu telapak tangannya terangkat, seakan memberi isyarat agar Hoseok tidak bicara lagi, atau membuat argumentasi agar ia mengerti. Semua yang dilakukan Hoseok kali ini, sudah mengurangi kesabarannya. Lantas lirikan matanya beralih pada Eungi, menunjukkan sekali jika dirinya merasa tidak suka akan kehadirannya.
“Saat kamu memilih aku untuk tidak perlu lagi menjaga Hyuka selama kamu bekerja, aku terima dan aku diam. Tapi sekarang aku sadar, sepertinya kamu memang tidak mau aku kembali mencampuri kehidupan kalian, kan?”
“Bukan begitu.” Hoseok jadi panik, karena tuduhan Marrie jelas tidak benar. “Aku hanya—”
“Kenapa?” Marrie kembali memotong perkataan Hoseok. “Kenapa kamu selalu membedakan posisiku dengan gadis itu?” Tatapannya jelas menjurus pada Eungi. “Padahala aku ini ibunya, dan dia hanya pengasuh.”
Refleks saja ucapan Marrie, yang terdengar agak kejam bagi Eungi membuat gadis itu tersentak. Ada denyutan keras yang mendadak dan cukup menjadikan dadanya terasa sesak. Alih-alih membalas Marrie—meskipun ia ingin—kedua tangannya mengepal, melampiaskan rasa marah yang menguasai dirinya saat ini.
“Aku yang berhak atas putraku, bukan dia.”
“Noona, kau!” Tidak melanjutkan selaannya, Jungkook melihat kondisi Eungi yang mulai rapuh dan Marrie yang sangat emosional, sehingga tidak baik untuk tetap menyatukan mereka dalam satu ruangan. Pun, ia menggenggam tangan Eungi dan membawanya pergi.
Saat itu, Hoseok hanya bisa mematung dalam diam melihat gadis itu pergi dengan Jungkook. Hal yang sangat ia sesali, karena tidak bisa mengatakan dan melakukan sesuatu untuk membelanya. Maafkan aku. []
Ppabang! Gimana perasaan kalian setelah baca part ini? Wkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Moment [JH]
Fanfiction[UPDATE, SELASA DAN RABU] Setelah kisah cinta pertamanya berakhir, Jung Hoseok tidak lagi ceria. Ia banyak menutup diri terutama tentang masa lalunya. Sementara, layaknya perempuan kebanyakan, Kim Eungi berkeinginan memiliki kehidupan yang indah sec...