Moment 59

19 5 0
                                    

Seokjin tertawa terbahak-bahak saat Eungi akhirnya menyerah setelah diserang habis-habisan dengan bantal. Ia mengangkat tangan, tanda menyerah, lalu duduk kembali di tepi ranjang sambil tertawa kecil. Seo Jung, yang masih berdiri di samping pintu, menatap kedua anaknya dengan mata berbinar, perasaan lega membanjiri dadanya.

“Kalian ini, kapan sih berhenti bertingkah seperti anak kecil?” Seo Jung bertanya sambil tersenyum tipis. Namun, di balik kata-kata itu, ada kehangatan yang selama ini jarang terlihat dari dirinya.

Eungi mengelap sisa tawa di matanya, lalu menatap Seokjin. “Ini semua salah Kak Jin. Kakak datang-datang langsung gangguin orang,” godanya.

Seokjin menyandarkan punggungnya di kusen pintu, tangannya menyilang di dada dengan senyum jahil yang masih tergantung di wajahnya. “Aduh, aku kan cuma ingin tahu kenapa adikku ini mendadak bahagia sekali. Siapa tahu aku bisa belajar, kan? Supaya hidupku juga bahagia.”

Eungi tersenyum sinis, matanya berkilat penuh tipu daya. “Ah, aku tahu, Kak. Kakak ini cemburu ya? Karena aku sudah lebih bahagia daripada Kakak.”

Seokjin mengangkat alisnya, tampak berpikir sebentar, lalu dengan cepat menukas, “Tentu saja tidak. Aku punya karier cemerlang, hidup yang menyenangkan, dan... pacar yang baik.”

Eungi terkekeh, tak mempercayai ucapannya sepenuhnya. “Oh ya? Pacar yang baik? Siapa yang mau pacaran sama Kak Jin yang gila kerja?”

Seokjin tertawa kecil, mengusap dagunya seolah mempertimbangkan ucapan adiknya. “Siapa tahu,” ujarnya sambil mengedipkan mata. “Tapi sekarang, aku mau tahu siapa yang membuatmu bahagia malam ini. Apa ini ada hubungannya dengan Hoseok, hmm?”

Eungi merasakan kehangatan di pipinya saat mendengar nama itu disebut. Wajahnya tak bisa menyembunyikan perasaan yang mendadak menyeruak, meski dia mencoba untuk tidak tampak terlalu terbuka.

Seo Jung, yang memperhatikan dari samping, tiba-tiba ikut campur, suaranya lembut namun penuh pengertian. “Biarkan saja, Jin. Mungkin memang Hoseok yang membuat Eungi tersenyum begitu malam ini. Dan kalau itu benar, Ibu rasa Eungi sudah membuat pilihan yang baik.”

Kata-kata Seo Jung langsung membuat suasana berubah. Seketika, Eungi merasa sesuatu yang berat di dadanya menguap, seperti angin lembut yang mengusir awan gelap. Dia menatap ibunya dengan tatapan takjub, tidak menyangka mendengar restu yang selama ini ia tunggu.

Seokjin tampak terkejut, matanya melebar sedikit. “Wah, Ibu setuju sekarang? Ini perubahan besar.”

Seo Jung hanya tersenyum kecil, menghela napas perlahan. “Ibu sudah melihat sendiri bagaimana Hoseok berusaha. Mungkin selama ini Ibu terlalu keras kepala, tapi sekarang ...,” suaranya melirih, penuh kesadaran. “Ibu ingin yang terbaik untuk Eungi, dan kalau itu membuatnya bahagia, Ibu tidak akan melarang.”

Hati Eungi berdebar kencang, tapi kali ini bukan karena ketakutan atau kecemasan. Ada rasa lega dan bahagia yang menyelimuti. Dia menatap ibunya dengan mata berkaca-kaca, namun tersenyum. “Terima kasih, Ibu. Aku ... aku tidak tahu harus bilang apa.”

Seo Jung mengulurkan tangan, mengusap lembut bahu Eungi. “Kamu tidak perlu bilang apa-apa. Ibu hanya ingin kamu bahagia.”

Seokjin memandangi adegan itu, ekspresinya sedikit berubah dari main-main menjadi serius. Lalu, dia tersenyum tulus. “Wah, Eungi. Selamat ya, akhirnya kamu dapat restu Ibu.”

Eungi menundukkan kepalanya, terharu. “Ini lebih dari yang aku harapkan. Hoseok juga pasti akan sangat senang mendengarnya.”

Seokjin melangkah mendekat dan dengan lembut menyentuh bahu adiknya. “Kalau begitu, kamu harus beri tahu dia secepatnya. Dia berhak tahu bahwa usahanya tidak sia-sia.”

Eungi mengangguk, senyum yang tak bisa ia tahan terus tersungging di wajahnya. Seo Jung, yang biasanya tegas dan tak mudah melunak, kini tampak begitu tulus dan terbuka. Dan itu, lebih dari apapun, memberikan Eungi kekuatan baru.

Di ruangan itu, tak ada lagi jarak yang mengganjal di antara mereka. Keheningan yang hadir bukan lagi karena ketegangan, melainkan karena perasaan hangat yang melingkupi. Mereka saling tersenyum, dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Eungi merasa keluarganya benar-benar memahami dan mendukung pilihannya.

Seokjin, yang melihat suasana mulai melunak, tak bisa menahan dirinya untuk kembali menggodanya. “Oke, oke, jadi kapan nih acara pernikahannya? Aku sudah siap jadi MC.”

Eungi memukul pelan lengan kakaknya, membuatnya tertawa lagi. Seo Jung hanya tersenyum, membiarkan momen kebahagiaan itu mengisi ruangan, seolah memberikan restu yang lebih nyata daripada sekadar kata-kata.

Beautiful Moment [JH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang