Moment 33

323 80 15
                                    

Angin yang berembus malam ini lumayan terasa kuat. Sampai gadis bermarga Kim itu harus mengeratkan sweater biru navy yang ia kenakan dengan kedua tangannya. Sudah hampir lima belas menit ia menunggu di taman bermain dekat kompleks. Duduk di salah satu ayunan, sambil kecil-kecil mengayunkan kakinya. Menoleh ke arah pintu masuk, tapi yang ditunggu belum juga kelihatan batang hidungnya.

“Apa dia melupakan janjinya?” ujarnya merasa gelisah. “Atau jangan-jangan Hyuka sedang rewel?”

Pikiran-pikiran tersebut mulai mengganggunya. Sempat terpikir untuk pergi dari tempat itu dan menemui Hoseok di rumahnya saja, akan tetapi niatnya terhenti ketika sosok yang sejak tadi ia nanti itu berjalan memasuki taman—sendirian.

Perasaan yang tak diundang itu datang lagi. Eungi merasa canggung sekali. Dadanya mulai berdegup lebih cepat dan hawa panas terasa membakar wajahnya. Bahkan untuk menatap tegas ke wajah Hoseok saja ia tidak berani. “Kenapa tidak membawa Hyuka?” Cepat gadis itu bertanya untuk menghindari kediaman di antara mereka.

“Dia baru saja tidur, maaf karena terlambat.”

Bibir Eungi membulat membentuk huruf O sambil mengangguk-anggukkan kepalanya—tidak masalah. Sehingga tanpa diminta, Hoseok langsung mengambil posisi duduk di ayunan satunya. Untuk beberapa detik mereka hanya saling diam, memandang ke depan dan hanya helaan napas yang terdengar.

“Sebenarnya ada apa?” tanya Hoseok inisiatif membuka percakapan.

Eung ....” Mendadak Kim Eungi jadi ragu untuk mengutarakan maksudnya. Sementara pria itu masih setia menunggu jawaban. “Sebenarnya aku—” Kemudian mata mereka saling bertemu. “Ah, maksudku kemarin Marrie menemuiku.”

“Hm? Untuk?”

“Hoseok-ah aku tidak bermaksud untuk mencampuri urusanmu dengan Marrie, tapi wanita itu—” Lagi-lagi Eungi harus menggantung ucapannya, yang semakin membuat Hoseok penasaran.

“Kenapa?”

“Dia,” Kedua iris Eungi semakin lekat menatap mata Hoseok. Seakan-akan ini adalah malam terakhir untuknya bisa bebas memandangi salah satu keindahan yang dimiliki oleh pria yang ia cintai, “memintaku untuk menyuruhmu menerimanya kembali.”

Setelah mendengar itu respons Hoseok masih begitu tenang—seakan memberi kesempatan Eungi untuk menyelesaikan kata-katanya.

“Dia sangat mencintaimu, dia benar-benar mencintaimu.”

“Begitukah?” Refleks Eungi mengangguk lalu menunduk, mencoba menahan air matanya yang ingin keluar.

“Jadi kamu merestui, jika aku kembali pada Marrie?”

Pernyataan itu membuat Eungi mengernyitkan keningnya. “Aku tidak punya hak untuk melarangmu bahagia.”

Sekilas Hoseok tersenyum kecut, membuat napas berat seraya membuang pandangan ke depan. Entah kalimat apa lagi yang harus ia ungkapkan, yang jelas saat ini laki-laki itu merasa benar-benar muak.

“Marrie pikir, aku bisa membujukmu.  Lagian kenapa kamu harus berpikir banyak, sementara hatimu saja masih tertuju padanya? Apalagi yang kamu tahan? Jelas bukan, Marrie juga masih sangat menginginkanmu?” tutur Eungi dengan nada yang meninggi. Tidak habis pikir saja kenapa hal yang seharusnya mudah, tapi dibuat rumit oleh mereka. “Apa karena kakeknya Marrie, huh?” Hoseok masih diam, seperti menahan sesuatu yang ingin sekali ia ucapkan dengan tangan mengepal. “Sekarang kalian sudah dewasa bukan? Kalian bisa menghadapi masalah bersama-sama. Kalau kamu memang masih sangat mencintainya, maka perjuangkan. Aku juga ingin melihatmu bahagia dan tersenyum lagi. Kumohon.”

Tampaknya gadis itu sudah tidak tahan lagi, sehingga ia berdiri dan sebelum pergi Eungi kembali berkata, “Kembalilah kepada Marrie, dan buat Hyuka punya ibu lagi.”

Suaranya yang bergetar itu terasa begitu jelas. Hoseok merasakannya. Sampai dalam hitungan cepat, ketika Eungi hendak berbalik badan—Hoseok berdiri sambil menarik tangan Eungi—menyentaknya ke dalam pelukan. “Aku mencintaimu.” []

Haii! Hehe

Beautiful Moment [JH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang